Koalisi Pemantau Plastik Ramah Lingkungan Indonesia (KPPL-I) mendorong harus ada satu persepsi yang diputuskan oleh pemerintah pusat terkait definisi mengenai plastik ramah lingkungan. 

Ketua Umum KPPL-I Puput TD Putra di Surabaya, Kamis, menyebut perbedaan pemahaman mengenai definisi plastik ramah lingkungan selama ini menimbulkan kebingungan di masyarakat maupun para pemangku kebijakan di daerah.

Dia mencontohkan SNI Ekolabel yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai upaya menghadirkan produk kantong dan kemasan plastik ramah lingkungan dipahami berbeda-beda di tingkat pemerintahan daerah.

"Banyak pemerintah daerah mengartikannya sebagai kemasan plastik yang dapat dipakai berulang kali walaupun itu berbahan dari plastik konvensional," katanya. 

Puput menyebut penggunaan plastik secara berulang kali sebagai perilaku tanpa melihat apakah menghadirkan solusi bagi masalah lingkungan. Sedangkan semua sampah, menurut Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan, harus bisa terurai secara alami di tempat pembuangan akhir (TPA).

Dia menandaskan, selain perbedaan pemahaman di tingkat pemerintah pusat hingga daerah, persoalan plastik ramah lingkungan juga dipengaruhi kepentingan dan keberpihakan pimpinan daerah terhadap salah satu produk yang dianggap ramah lingkungan, sehingga produk lain yang sebenarnya ramah lingkungan mendapat stempel tidak ramah lingkungan. 

"Ini juga yang harus diedukasi dan diluruskan secara terbuka dengan akal sehat atau jujur bahwa kepala daerah tidak ada kepentingan yang berpihak pada salah satu produk dalam membuat suatu kebijakan," tuturnya. 

Bagi Puput, menyamakan persepsi tentang definisi sampah plastik ramah lingkungan adalah hal mendesak yang perlu segera diputuskan oleh pemerintah pusat.  

"Dengan begitu penanganan masalah sampah plastik dapat menjadi lebih terarah dan komprehensif," ucapnya. 
 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020