Bakal Calon Wali Kota Surabaya Machfud Arifin mengimbau segenap warga di Kota Pahlawan itu untuk tidak saling menjelekkan di pemilihan kepala daerah (pilkada) setempat tahun 2020.
"Pilkada adalah pesta demokrasi yang seharusnya penuh dengan kedamaian. Jangan antarpendukung saling menjelekkan dan saling serang," katanya saat bersilaturahim dengan warga di kawasan Krembangan Surabaya, Kamis malam.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur itu mengungkapkan bahwa pilkada merupakan ajang perang gagasan dan ide, khususnya bagi para kandidat yang akan bersaing, untuk membawa kota ini melakukan lompatan yang lebih tinggi lagi.
"Kalau perang gagasan, maka yang terpilih adalah wali kota terbaik. Sebaliknya, kalau yang terjadi saling menjelekkan, yang terpilih mungkin hanya yang jeleknya sedikit," tuturnya.
Ditahannya seorang ibu berinisial ZKR asal Bogor, Jawa Barat, menurut Machfud, adalah salah satu contoh betapa polarisasi yang timbul dari pilkada sangat sulit hilang.
ZKR tidak terima ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dirundung (bully) di media sosial karena Jakarta banjir. Dalam pengakuannya kepada penyidik Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya, ibu tiga anak itu mengaku sakit hati Anies dirundung, lalu dibanding-bandingkan oleh netizen yang memuja Risma.
Perasaan itu kemudian menggerakkannya untuk mengunggah konten yang menghina Tri Rismaharini di akun media sosialnya. Dampaknya, ZKR menjadi tersangka dugaan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik setelah dilaporkan Wali Kota Risma ke Polrestabes Surabaya.
"Sikap Bu Risma memaafkan ibu dari Bogor itu adalah satu hal yang sangat baik. Menunjukkan kebesaran hati ibu wali kota. Namun, alangkah baiknya jika Bu Risma juga mencabut laporannya di kepolisian," ucap Machfud Arifin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Pilkada adalah pesta demokrasi yang seharusnya penuh dengan kedamaian. Jangan antarpendukung saling menjelekkan dan saling serang," katanya saat bersilaturahim dengan warga di kawasan Krembangan Surabaya, Kamis malam.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur itu mengungkapkan bahwa pilkada merupakan ajang perang gagasan dan ide, khususnya bagi para kandidat yang akan bersaing, untuk membawa kota ini melakukan lompatan yang lebih tinggi lagi.
"Kalau perang gagasan, maka yang terpilih adalah wali kota terbaik. Sebaliknya, kalau yang terjadi saling menjelekkan, yang terpilih mungkin hanya yang jeleknya sedikit," tuturnya.
Ditahannya seorang ibu berinisial ZKR asal Bogor, Jawa Barat, menurut Machfud, adalah salah satu contoh betapa polarisasi yang timbul dari pilkada sangat sulit hilang.
ZKR tidak terima ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dirundung (bully) di media sosial karena Jakarta banjir. Dalam pengakuannya kepada penyidik Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya, ibu tiga anak itu mengaku sakit hati Anies dirundung, lalu dibanding-bandingkan oleh netizen yang memuja Risma.
Perasaan itu kemudian menggerakkannya untuk mengunggah konten yang menghina Tri Rismaharini di akun media sosialnya. Dampaknya, ZKR menjadi tersangka dugaan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik setelah dilaporkan Wali Kota Risma ke Polrestabes Surabaya.
"Sikap Bu Risma memaafkan ibu dari Bogor itu adalah satu hal yang sangat baik. Menunjukkan kebesaran hati ibu wali kota. Namun, alangkah baiknya jika Bu Risma juga mencabut laporannya di kepolisian," ucap Machfud Arifin.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020