Presiden Joko Widodo menargetkan pembangunan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kecamatan Jeno, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, selesai tiga tahun.
"Tadi saya sampaikan kepada Menteri BUMN, Dirut Pertamina dan Komut Pertamina agar tidak lebih dari tiga tahun, harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tiga tahun harus rampung semuanya," kata Jokowi kepada awak media seusai peninjauan kilang TPPI seperti yang dirilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Sabtu.
Kepala Negara meminta penyelesaian tersebut bisa dilakukan dengan kerja sama atau dengan kekuatan sendiri.
“Saya kira ada pilihan-pilihan yang bisa diputuskan segera. Tapi saya minta nanti di bulan Januari sudah ada kejelasan mengenai ini karena ini saya tunggu sudah 5 tahun," jelasnya.
Dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Jawa Timur, Presiden beserta Ibu Negara Iriana meninjau kilang TPPI yang merupakan kawasan yang akan dikembangkan menjadi industri petrokimia nasional yang menghasilkan beragam produk turunan petrokimia dan produk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Ya ini kilang TPPI, Trans Pacific Petrochemical Indotama. Ini adalah merupakan salah satu kilang yang terbesar di negara kita, yang dapat menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic, dan juga penghasil BBM, premium, pertamax, elpiji, solar, kerosene, ini bisa untuk semuanya," kata Jokowi.
Melihat besarnya potensi kilang tersebut, Presiden langsung menyampaikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama untuk segera menyelesaikan kilang tersebut.
Kilang TPPI sudah dibangun sejak lebih dari dua dekade lalu, namun kemudian tersendat karena beberapa masalah. Setelah TPPI diakuisisi, PT Pertamina (Persero) akan membangun TPPI menjadi pabrik petrokimia terpadu.
Apabila telah berproduksi secara penuh, kata Presiden, TPPI memiliki potensi yang bisa menghemat devisa hingga 4,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun.
"Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa 4,9 miliar dolar AS. Gede sekali. Kurang lebih 56 triliun. Ini merupakan substitusi. Karena setiap tahun kita impor, impor, impor. Padahal kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan," imbuhnya.
Dalam berbagai kesempatan seperti rapat terbatas, rapat paripurna, hingga rapat dengan kepala daerah, Kepala Negara berulang kali menyampaikan pentingnya substitusi produk-produk impor, salah satunya petrokimia.
Presiden berharap setelah berproduksi maksimal, industri petrokimia ini dapat membantu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
"Sehingga kita harapkan kalau ini benar-benar bisa berproduksi maksimal, yang namanya current account deficit, neraca kita akan menjadi jauh lebih baik. Ini salah satu kuncinya ada di sini. Artinya apa? Ini adalah menyelesaikan masalah, menyelesaikan persoalan, menyelesaikan problem dari agenda besar negara ini yang sudah puluhan tahun enggak rampung-rampung," ungkapnya.
Terkait kepemilikan saham, setelah restrukturisasi Pertamina memegang saham mayoritas sebesar 51 persen.
Sementara 47 persen saham dipegang oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Adapun dua persen sisanya masih dipegang pemilik lama, yaitu PT Silakencana Tirtalestari.
"Ya masih dua persen tapi akan segera kita selesaikan. Januari yang saya bilang tadi. Januari harus rampung," tandasnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam siaran persnya menyatakan peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia sekitar Rp40-50 triliun per tahun.
Selain itu, bisnis petrokimia mempunyai margin lebih tinggi dibanding BBM.
"Pembangunan komplek industri Petrokimia akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis perseroan, karena sesuai dengan tren bisnis masa depan," ujar Nicke.
Pembangunan industri petrokimia, lanjut Nicke, juga akan lebih efisien karena diintegrasikan dengan kilang, sehingga produk samping petrokimia dapat dimanfaatkan kembali oleh kilang baik untuk bahan bakar kilang itu sendiri maupun dapat menjadi produk BBM.
“Infrastruktur penunjang dan utilitas dapat juga dimanfaatkan secara bersama-sama dengan menurunkan biaya energi hingga 10 persen dan biaya personel turun 10 persen sehingga biaya operasional turun sampai 15 persen," imbuh Nicke.
Turut mendampingi Presiden dan Ibu Iriana saat meninjau kilang TPPI antara lain, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Selain itu hadir pula Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama, Presiden Direktur PT TPPI Yulian Dekrie dan Direktur Utama PT Tuban Petro Sukriyanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Tadi saya sampaikan kepada Menteri BUMN, Dirut Pertamina dan Komut Pertamina agar tidak lebih dari tiga tahun, harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tiga tahun harus rampung semuanya," kata Jokowi kepada awak media seusai peninjauan kilang TPPI seperti yang dirilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, Sabtu.
Kepala Negara meminta penyelesaian tersebut bisa dilakukan dengan kerja sama atau dengan kekuatan sendiri.
“Saya kira ada pilihan-pilihan yang bisa diputuskan segera. Tapi saya minta nanti di bulan Januari sudah ada kejelasan mengenai ini karena ini saya tunggu sudah 5 tahun," jelasnya.
Dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Jawa Timur, Presiden beserta Ibu Negara Iriana meninjau kilang TPPI yang merupakan kawasan yang akan dikembangkan menjadi industri petrokimia nasional yang menghasilkan beragam produk turunan petrokimia dan produk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Ya ini kilang TPPI, Trans Pacific Petrochemical Indotama. Ini adalah merupakan salah satu kilang yang terbesar di negara kita, yang dapat menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic, dan juga penghasil BBM, premium, pertamax, elpiji, solar, kerosene, ini bisa untuk semuanya," kata Jokowi.
Melihat besarnya potensi kilang tersebut, Presiden langsung menyampaikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama untuk segera menyelesaikan kilang tersebut.
Kilang TPPI sudah dibangun sejak lebih dari dua dekade lalu, namun kemudian tersendat karena beberapa masalah. Setelah TPPI diakuisisi, PT Pertamina (Persero) akan membangun TPPI menjadi pabrik petrokimia terpadu.
Apabila telah berproduksi secara penuh, kata Presiden, TPPI memiliki potensi yang bisa menghemat devisa hingga 4,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun.
"Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa 4,9 miliar dolar AS. Gede sekali. Kurang lebih 56 triliun. Ini merupakan substitusi. Karena setiap tahun kita impor, impor, impor. Padahal kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan," imbuhnya.
Dalam berbagai kesempatan seperti rapat terbatas, rapat paripurna, hingga rapat dengan kepala daerah, Kepala Negara berulang kali menyampaikan pentingnya substitusi produk-produk impor, salah satunya petrokimia.
Presiden berharap setelah berproduksi maksimal, industri petrokimia ini dapat membantu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
"Sehingga kita harapkan kalau ini benar-benar bisa berproduksi maksimal, yang namanya current account deficit, neraca kita akan menjadi jauh lebih baik. Ini salah satu kuncinya ada di sini. Artinya apa? Ini adalah menyelesaikan masalah, menyelesaikan persoalan, menyelesaikan problem dari agenda besar negara ini yang sudah puluhan tahun enggak rampung-rampung," ungkapnya.
Terkait kepemilikan saham, setelah restrukturisasi Pertamina memegang saham mayoritas sebesar 51 persen.
Sementara 47 persen saham dipegang oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Adapun dua persen sisanya masih dipegang pemilik lama, yaitu PT Silakencana Tirtalestari.
"Ya masih dua persen tapi akan segera kita selesaikan. Januari yang saya bilang tadi. Januari harus rampung," tandasnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam siaran persnya menyatakan peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia sekitar Rp40-50 triliun per tahun.
Selain itu, bisnis petrokimia mempunyai margin lebih tinggi dibanding BBM.
"Pembangunan komplek industri Petrokimia akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis perseroan, karena sesuai dengan tren bisnis masa depan," ujar Nicke.
Pembangunan industri petrokimia, lanjut Nicke, juga akan lebih efisien karena diintegrasikan dengan kilang, sehingga produk samping petrokimia dapat dimanfaatkan kembali oleh kilang baik untuk bahan bakar kilang itu sendiri maupun dapat menjadi produk BBM.
“Infrastruktur penunjang dan utilitas dapat juga dimanfaatkan secara bersama-sama dengan menurunkan biaya energi hingga 10 persen dan biaya personel turun 10 persen sehingga biaya operasional turun sampai 15 persen," imbuh Nicke.
Turut mendampingi Presiden dan Ibu Iriana saat meninjau kilang TPPI antara lain, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Selain itu hadir pula Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama, Presiden Direktur PT TPPI Yulian Dekrie dan Direktur Utama PT Tuban Petro Sukriyanto.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019