Laga tim nasional U-22 Indonesia versus Vietnam di final SEA Games 2019 pada Selasa di Stadion Rizal Memorial, Manila, Filipina, mulai pukul 20.00 waktu setempat atau 19.00 WIB kental dengan nuansa adu strategi.
Situasi adu taktik sudah terasa sejak pertemuan pertama Indonesia dan Vietnam di Grup SEA Games 2019, Minggu (1/12), di mana Indonesia kalah 1-2 setelah pelatih Vietnam Park Hang Seo dengan jitu mematahkan konsep bermain pelatih Indra Sjafri di babak kedua.
Ketika itu, Indra menggunakan taktik yang ampuh menundukkan Thailand dan Singapura di pertandingan sebelumnya yakni bertahan dalam (deep defending), lalu melakukan serangan balik cepat memanfaatkan lesatan dari sisi sayap.
Namun, Park Hang Seo sudah mengetahui hal tersebut. Saat strategi deep defending Indonesia tiba, juru taktik asal Korea Selatan itu langsung menutup sisi sayap dengan ketat dan bermain dengan umpan-umpan pendek akurat demi mengurung Indonesia di pertahanannya sendiri.
Hasilnya, skuat Garuda Muda yang unggul 1-0 sejak babak pertama, kalah 1-2 setelah Vietnam mencetak dua gol di paruh kedua.
“Kami mencoba untuk memancing Vietnam untuk menyerang dan berharap ada counter attack di sana. Namun, percobaan kami selalu gagal,” kata Indra Sjafri usai laga.
Di final sepak bola putra SEA Games 2019, timnas U-22 Indonesia sangat berpotensi menelan kekalahan jika menerapkan strategi yang serupa.
Menghadapi tim sekelas Vietnam, taktik garis pertahanan rendah dapat menjadi bumerang yang melukai diri sendiri.
Indra Sjafri sebagai penentu taktik mau tidak mau harus memutar otak, memikirkan bagaimana memanfaatkan kecepatan di sisi sayap tanpa harus bertahan lebih dalam.
Selain itu, pelatih asal Sumatera Barat tersebut juga bisa saja membuka opsi untuk menyerang dari tengah dan melakukan tendangan jarak jauh. Pemain-pemain seperti Evan Dimas dan Zulfiandi memiliki kualitas operan dan sepakan yang bagus untuk menunaikan tugas tersebut.
Lagipula, Vietnam sudah menyadari bahwa Indonesia sangat bergantung pada serangan dari sisi sayap.
“Indonesia membuat 17 gol di fase grup SEA Games ini, di mana 70-80 persen di antaranya bersumber dari pergerakan di sayap kanan dan kiri. Itu menjadi salah satu perhatian kami dalam persiapan untuk laga final,” kata Park Hang Seo.
Artinya, tanpa ada kreativitas taktik dari Indra, Vietnam akan mampu menyulitkan Indonesia sepanjang pertandingan. Apalagi Vietnam memiliki dua penyerang paling berbahaya di SEA Games 2019, Ha Duc Chinh dan Nguyen Tien Linh.
Tajam
Ha Duc Chinh dan Nguyen Tien Linh untuk sementara sudah membuat 14 dari 21 gol Vietnam sampai semifinal SEA Games 2019.
Duc Chinh melesakkan delapan gol dan Tien Linh enam gol. Duc Chinh pun sementara menjadi pencetak gol terbanyak bersama penyerang Indonesia Osvaldo Haay.
Namun, Park Hang Seo yang gemar menggunakan formasi 4-2-3-1 tidak selalu menurunkan keduanya secara bersamaan.
Tipe bermain mereka pun berbeda. Ha Duc Chinh merupakan penyerang dengan penempatan posisi jitu dan memiliki kualitas sundulan di atas rata-rata. Hal itu tampak di SEA Games 2019, dari delapan gol, pemain berusia 22 tahun itu melesakkan lima gol via sundulan dan sisanya dari kaki.
Jika Ha Duc Chinh yang diturunkan oleh Park, Vietnam akan bermain melebar dan lebih sering menggunakan umpan-umpan silang.
Sementara Nguyen Tien Linh merupakan striker yang senang berlari dan membuat gol dengan tendangan setelah sebelumnya beradu kecepatan dengan bek lawan. Itulah yang menjadi alasan mengapa Tien Linh lebih sering menghadirkan gol melalui kakinya (lima gol) di SEA Games 2019.
Mengawal Duc Chinh dan Tien Linh, entah itu saat mereka diturunkan bersamaan atau tidak, akan menjadi pekerjaan rumah yang sulit bagi bek-bek Indonesia. Andy Setyo dan kawan-kawannya di lini belakang harus fokus 100 persen selama pertandingan jika tidak ingin kebobolan.
“Kalau bisa jangan sampai kebobolan terlebih dahulu karena itu akan membuat situasi menjadi rumit,” tutur bek kiri timnas U-22 Indonesia Firza Andika.
Meski demikian, kekuatan Vietnam sejatinya pincang saat menghadapi Indonesia dengan cederanya kapten sekaligus gelandang Nguyen Quang Hai. Quang Hai adalah pemain yang sangat berpengaruh di lini tengah Vietnam.
Namun, Park menegaskan bahwa hal itu tidak masalah selama anak-anak asuhnya berlaga sebagai tim.
“Kami bermain sebagai tim dan kami berlaga untuk meraih satu tujuan yaitu juara,” kata dia.
Bola mati
Di level SEA Games, pertemuan Indonesia dan Vietnam di final sepak bola putra adalah yang pertama sepanjang sejarah.
Laga timnas kedua tim di final SEA Games 2019 akan menjadi pertemuan keempat kedua tim sepanjang tahun 2019.
Awalnya, Indonesia bersua Vietnam di semifinal Piala AFF U-22 2019, Februari 2019, dengan hasil Indonesia menang 1-0.
Lalu, mereka berhadapan kembali di bulan Maret 2019 dalam laga Grup K kualifikasi Piala Asia U-23 2020. Di pertandingan itu, giliran Indonesia kalah 0-1.
Terkini, timnas U-22 Indonesia bertanding melawan Vietnam di Grup B SEA Games 2019, di mana Indonesia kalah 1-2.
Dari tiga gol Vietnam yang bersarang ke gawang Indonesia dalam tiga pertemuan itu, dua di antaranya datang dari situasi bola mati (set piece).
Masalahnya, gol-gol set piece itu kerap datang di saat genting. Gol Trieu Viet Hung dari sundulan hasil umpan tendangan sudut datang di menit ke-90+4 yang membuat Indonesia kalah 0-1 dari Vietnam di Grup K Kualifikasi Piala Asia U-23 2020.
Gol via kepala bek Vietnam Nguyen Thanh Chung di menit ke-64 saat bersua Indonesia di Grup B SEA Games 2019 menyamakan kedudukan 1-1 dan menjadi momentum Vietnam menang 2-1.
“Bola-bola set piece Vietnam memang bagus dan berbahaya untuk lawan-lawannya,” tutur pelatih timnas U-22 Indonesia Indra Sjafri.
Mimpi
Bagi Indonesia dan Vietnam, medali emas dari cabang olahraga sepak bola putra SEA Games 2019 adalah mimpi yang ingin diwujudkan. Kedua tim pun mendapatkan dukungan penuh dari rakyat dan pencinta sepak bola di negara masing-masing.
Indonesia dan Vietnam sudah sangat lama tidak merasakan bagaimana rasanya menjadi yang terbaik di Pesta Olahraga Asia Tenggara.
Indonesia terakhir kali mendapatkan medali emas sepak bola putra SEA Games pada tahun 1991 yang juga digelar di Filipina.
Kala itu, Indonesia yang diperkuat pemain-pemain seperti Peri Sandria, Widodo Cahyono Putro dan Rocky Putiray menundukkan Thailand melalui adu penalti di final yang berlangsung di Stadion Rizal Memorial, Manila, stadion yang sama dengan final SEA Games 2019.
Dahaga untuk juara juga dirasakan oleh Vietnam. Namun, jika Indonesia terakhir kali merebut emas pada SEA Games 1991, Vietnam bahkan jauh lebih lama.
Medali emas sepak bola putra SEA Games Vietnam sebelumnya datang pada tahun 1959, atau edisi pertama SEA Games yang kala itu bernama Southeast Asian Peninsular Games (SEAP Games). Vietnam sendiri ketika itu masih disebut Vietnam Selatan.
“Yang penting adalah niat baik, usaha yang keras dan doa. Kami harus berjuang karena hanya ada dua pilihan yaitu kita yang menang atau mereka,” ujar pelatih timnas U-22 Indonesia Indra Sjafri.
Publik tentu saja tidak bisa menjawab siapa pemenang laga Indonesia versus Vietnam di final SEA Games 2019. Yang jelas, tim terbaik yaitu mereka yang unggul dari sisi strategi dan, tentunya, mental.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019