Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan penyelesaian kasus umroh First Travel akan menjadi contoh bagi kasus-kasus serupa di masa yang akan datang.
"Bagaimana rasa keadilan bagi korban? Sudah uangnya diambil, pelaku diputus bersalah tetapi asetnya diambil negara dan korban tidak mendapatkan apa-apa," kata Sularsi dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ideal Aset First Travel Disita Negara?" yang diadakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Sularsi mengatakan putusan Mahkamah Agung bahwa aset First Travel disita negara bukan sebuah putusan yang tepat. Pasalnya, dalam kasus tersebut tidak ada kerugian negara yang terjadi.
Aset First Travel sejatinya adalah milik korban yang sudah membayar untuk umroh, tetapi tidak diberangkatkan oleh biro tersebut tanpa ada kepastian.
"Yang diinginkan para korban adalah mereka tetap bisa berangkat umroh. Itu yang tidak dipikirkan dalam putusan terhadap kasus First Travel," tuturnya.
Sularsi mengatakan kasus Fisrt Travel telah diselesaikan secara pidana. Namun, ada hal yang masuk ke dalam ranah perdata yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Sularsi mengatakan jauh sebelum kasus First Travel mengemuka, YLKI sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah melalui Kementerian Agama bahwa praktik-praktik yang dilakukan biro umroh bisa menjadi bom waktu.
"Masyarakat panjang waktu menunggu untuk bisa berhaji sehingga umroh menjadi pilihan. Peluang pasar umroh luar biasa, tetapi pengawasan pemerintah terhadap biro umroh sangat minim," katanya.
Menurut Sularsi, negara sebagai fasilitator harus mengupayakan kasus-kasus serupa First Travel tidak kembali terulang.
Namun, Sularsi menengarai praktik-praktik yang dilakukan First Travel masih dilakukan oleh biro-biro umroh lainnya.
"Bagaimana keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dalam penyelenggaraan umroh?" tanyanya.
Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen DPR menyelenggarakan Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ideal Aset First Travel Disita Negara?".
Sularsi menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut. Selain Sularsi, narasumber lainnya adalah Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace HasAceSadzily, anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, dan pakar tindak pidana perdagangan uang Yenti Garnasih.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Bagaimana rasa keadilan bagi korban? Sudah uangnya diambil, pelaku diputus bersalah tetapi asetnya diambil negara dan korban tidak mendapatkan apa-apa," kata Sularsi dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ideal Aset First Travel Disita Negara?" yang diadakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Sularsi mengatakan putusan Mahkamah Agung bahwa aset First Travel disita negara bukan sebuah putusan yang tepat. Pasalnya, dalam kasus tersebut tidak ada kerugian negara yang terjadi.
Aset First Travel sejatinya adalah milik korban yang sudah membayar untuk umroh, tetapi tidak diberangkatkan oleh biro tersebut tanpa ada kepastian.
"Yang diinginkan para korban adalah mereka tetap bisa berangkat umroh. Itu yang tidak dipikirkan dalam putusan terhadap kasus First Travel," tuturnya.
Sularsi mengatakan kasus Fisrt Travel telah diselesaikan secara pidana. Namun, ada hal yang masuk ke dalam ranah perdata yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Sularsi mengatakan jauh sebelum kasus First Travel mengemuka, YLKI sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah melalui Kementerian Agama bahwa praktik-praktik yang dilakukan biro umroh bisa menjadi bom waktu.
"Masyarakat panjang waktu menunggu untuk bisa berhaji sehingga umroh menjadi pilihan. Peluang pasar umroh luar biasa, tetapi pengawasan pemerintah terhadap biro umroh sangat minim," katanya.
Menurut Sularsi, negara sebagai fasilitator harus mengupayakan kasus-kasus serupa First Travel tidak kembali terulang.
Namun, Sularsi menengarai praktik-praktik yang dilakukan First Travel masih dilakukan oleh biro-biro umroh lainnya.
"Bagaimana keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dalam penyelenggaraan umroh?" tanyanya.
Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen DPR menyelenggarakan Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ideal Aset First Travel Disita Negara?".
Sularsi menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut. Selain Sularsi, narasumber lainnya adalah Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace HasAceSadzily, anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, dan pakar tindak pidana perdagangan uang Yenti Garnasih.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019