Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember (Unej) Akhmad Taufiq mengatakan sebanyak 22 persen mahasiswa Unej terpapar radikalisme berdasarkan laporan studi pemetaan gerakan radikalisme yang dilakukan LP3M Unej pada tahun 2018.
"Di Unej terdapat 22 persen yang terpapar radikalisme, diderivasi lagi menjadi radikalisme teologis yakni setuju dengan pengkafiran, qital, dan jihad yaitu sejumlah 25 persen, radikalisme politis berupa kesetujuannya pada konsep negara Islam atau khilafah sejumlah 20 persen," kata Akhmad Taufiq saat menjadi pembicara dalam pleno 4 Festival HAM yang dilaksanakan di aula PB Sudirman Kantor Pemkab Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya, hal itu menunjukkan betapa pentingnya semua pihak, meskipun persentase tersebut belum dapat dinyatakan bahwa mereka telah melakukan tindakan kekerasan fisik, baik pada diri mereka sendiri, maupun pada orang lain.
Secara substansial, Taufiq memberi tanggapan substantif atas temuan riset yang dilakukan INFID Jakarta yang menyatakan adanya 10 perguruan tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme, yang ditunjukan aktivitas merakit bom, pelatihan militer, razia syariah, dan keterlibatan mahasiswa pada organisasi terlarang HTI merupakan kondisi yang dapat dikatakan krusial dan akut.
"Kondisi demikian itu hampir terjadi di seluruh PTN dengan frekuensi yang berbeda. Oleh karena itu, gerakan radikalisme itu sudah dapat dikategorikan terstruktur, sistematik, dan massif," tuturnya.
Untuk itu Taufiq merekomendasikan beberapa hal yakni pertama, pentingnya secara substantif pendidikan multikultural untuk mengembangkan sikap toleransi dan inklusivitas.
"Kemudian rekomendasi kedua, keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan radikalisme, mengatasi soal radikalisme tidaklah cukup hanya melibatkan struktur berbasis negara," ujarnya.
Rekomendasi ketiga yakni dalam tataran perguruan tinggi, pentingnya perhatian secara khusus dan komitmen kepemimpinan yang memiliki komitmen yang tegas, untuk tidak memberi ruang bagi tumbuhnya gerakan radikalisme di kampus.
Dalam pleno 4 Festival HAM tersebut mengangkat tema yang amat menarik yakni "Strategi Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Kekerasan Ekstrimisme di Dunia Pendidikan dan Media Sosial" yang dihadiri berbagai elemen masyarakat, pemuda, dan perwakilan dari beberapa negara.
Selain Akhmad Taufiq, pembicara yang lain yakni M. Zaki Mubarok (PPIM), Agus Muhammad (Peneliti INFID), Libasut Taqwa (Wahid Istitut), Ciciek Farha (Peneliti PVE), Tohari (AGPAII Jember), dan Budi Hartawan (BNPT).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Di Unej terdapat 22 persen yang terpapar radikalisme, diderivasi lagi menjadi radikalisme teologis yakni setuju dengan pengkafiran, qital, dan jihad yaitu sejumlah 25 persen, radikalisme politis berupa kesetujuannya pada konsep negara Islam atau khilafah sejumlah 20 persen," kata Akhmad Taufiq saat menjadi pembicara dalam pleno 4 Festival HAM yang dilaksanakan di aula PB Sudirman Kantor Pemkab Jember, Jawa Timur, Rabu.
Menurutnya, hal itu menunjukkan betapa pentingnya semua pihak, meskipun persentase tersebut belum dapat dinyatakan bahwa mereka telah melakukan tindakan kekerasan fisik, baik pada diri mereka sendiri, maupun pada orang lain.
Secara substansial, Taufiq memberi tanggapan substantif atas temuan riset yang dilakukan INFID Jakarta yang menyatakan adanya 10 perguruan tinggi negeri (PTN) yang terpapar radikalisme, yang ditunjukan aktivitas merakit bom, pelatihan militer, razia syariah, dan keterlibatan mahasiswa pada organisasi terlarang HTI merupakan kondisi yang dapat dikatakan krusial dan akut.
"Kondisi demikian itu hampir terjadi di seluruh PTN dengan frekuensi yang berbeda. Oleh karena itu, gerakan radikalisme itu sudah dapat dikategorikan terstruktur, sistematik, dan massif," tuturnya.
Untuk itu Taufiq merekomendasikan beberapa hal yakni pertama, pentingnya secara substantif pendidikan multikultural untuk mengembangkan sikap toleransi dan inklusivitas.
"Kemudian rekomendasi kedua, keterlibatan semua pihak untuk mengatasi permasalahan radikalisme, mengatasi soal radikalisme tidaklah cukup hanya melibatkan struktur berbasis negara," ujarnya.
Rekomendasi ketiga yakni dalam tataran perguruan tinggi, pentingnya perhatian secara khusus dan komitmen kepemimpinan yang memiliki komitmen yang tegas, untuk tidak memberi ruang bagi tumbuhnya gerakan radikalisme di kampus.
Dalam pleno 4 Festival HAM tersebut mengangkat tema yang amat menarik yakni "Strategi Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Kekerasan Ekstrimisme di Dunia Pendidikan dan Media Sosial" yang dihadiri berbagai elemen masyarakat, pemuda, dan perwakilan dari beberapa negara.
Selain Akhmad Taufiq, pembicara yang lain yakni M. Zaki Mubarok (PPIM), Agus Muhammad (Peneliti INFID), Libasut Taqwa (Wahid Istitut), Ciciek Farha (Peneliti PVE), Tohari (AGPAII Jember), dan Budi Hartawan (BNPT).
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019