Seorang warga Kota Surabaya, Jawa Timur, NS Sujatmiko, mengungkapkan susahnya menagih utang milik almarhum ayah kandungnya yang pernah diberikan kepada pengusaha Henry Jocosity Gunawan pada 22 tahun silam.
"Ayah saya meninggal pada tahun 2001. Ibu saya, Djuliana Hawwani Gunawan, menyusul meninggal dunia pada 2010. Orang tua kami meninggalkan harta, salah satunya piutang sebesar Rp950 juta yang sampai sekarang belum dibayar oleh Henry Gunawan," katanya kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Sujatmiko masih berusia 11 tahun saat ayahnya memberi pinjaman uang kepada Henry Gunawan.
Sepeninggal orang tuanya, Sujatmiko semula berupaya menagih utang tersebut secara kekeluargaan. Namun, dia mengaku malah dimaki-maki Henry, yang pada intinya menegaskan tidak mau membayar utang tersebut.
Mendapati perlakuan seperti itu, jalur hukum akhirnya dipilih untuk menyelesaikan masalah ini.
Didampingi pengacara TAN Lawfirm, Sujatmiko mengajukan gugatan bernomor 906/Pdt. G/2013/PN.Sby yang akhirnya dimenangkannya hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi Surabaya bernomor 248/Pdt/2015/PT.Sby.
Dengan terbitnya putusan inkrah itu, Sujatmiko berharap masalahnya segera selesai. Dia pun mengajukan permohonan eksekusi terhadap aset milik Henry berupa rumah yang berada di Perumahan Graha Family Blok W Nomor 71-73 Surabaya.
Mengetahui Sujatmiko mengajukan sita eksekusi, Henry mencoba mengganjal dengan cara mengajukan gugatan bernomor 984/Pdt.G/2016/PN SBY. Gugatan tersebut dimentahkan majelis hakim.
Namun, Henry masih mencari celah, yaitu melalui istrinya Iuneke Anggraini kembali mengajukan gugatan perlawanan bernomor 253/ Pdt.Bth/2018/PN.Sby.
Dalam gugatan ini, Iuneke mengklaim aset yang diajukan sebagai sita eksekusi itu sebagai miliknya. Dia mengaku menikahi Henry pada tanggal 9 November 2011 dengan Perjanjian Kawin (pisah harta) pada 31 Oktober 2011.
Namun, majelis hakim menolak gugatan perlawanan tersebut. Dengan begitu, sudah tidak ada lagi upaya hukum yang harus ditunggu untuk pelaksanaan eksekusi terhadap rumah Henry.
Persoalan baru muncul setelah belakangan diketahui rumah Henry yang sedang diajukan sebagai sita eksekusi juga bermasalah dengan kantor pajak.
"Ini semakin mempersulit upaya untuk mendapatkan hak kami. Padahal putusan ini sudah inkrah sejak tahun 2015 lalu. Kami mohon pengadilan dapat menentukan nasib dan hak kami, dengan segera melaksanakan eksekusi tersebut," ucap Sujatmiko.
Sementara saat ini, Henry Gunawan bersama istrinya Iuneke Anggraini sedang menjalani proses hukum dalam perkara lainnya di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu dugaan memberikan keterangan palsu pada akta otentik.
Dalam perkara ini, pasangan suami istri itu ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Ayah saya meninggal pada tahun 2001. Ibu saya, Djuliana Hawwani Gunawan, menyusul meninggal dunia pada 2010. Orang tua kami meninggalkan harta, salah satunya piutang sebesar Rp950 juta yang sampai sekarang belum dibayar oleh Henry Gunawan," katanya kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Sujatmiko masih berusia 11 tahun saat ayahnya memberi pinjaman uang kepada Henry Gunawan.
Sepeninggal orang tuanya, Sujatmiko semula berupaya menagih utang tersebut secara kekeluargaan. Namun, dia mengaku malah dimaki-maki Henry, yang pada intinya menegaskan tidak mau membayar utang tersebut.
Mendapati perlakuan seperti itu, jalur hukum akhirnya dipilih untuk menyelesaikan masalah ini.
Didampingi pengacara TAN Lawfirm, Sujatmiko mengajukan gugatan bernomor 906/Pdt. G/2013/PN.Sby yang akhirnya dimenangkannya hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi Surabaya bernomor 248/Pdt/2015/PT.Sby.
Dengan terbitnya putusan inkrah itu, Sujatmiko berharap masalahnya segera selesai. Dia pun mengajukan permohonan eksekusi terhadap aset milik Henry berupa rumah yang berada di Perumahan Graha Family Blok W Nomor 71-73 Surabaya.
Mengetahui Sujatmiko mengajukan sita eksekusi, Henry mencoba mengganjal dengan cara mengajukan gugatan bernomor 984/Pdt.G/2016/PN SBY. Gugatan tersebut dimentahkan majelis hakim.
Namun, Henry masih mencari celah, yaitu melalui istrinya Iuneke Anggraini kembali mengajukan gugatan perlawanan bernomor 253/ Pdt.Bth/2018/PN.Sby.
Dalam gugatan ini, Iuneke mengklaim aset yang diajukan sebagai sita eksekusi itu sebagai miliknya. Dia mengaku menikahi Henry pada tanggal 9 November 2011 dengan Perjanjian Kawin (pisah harta) pada 31 Oktober 2011.
Namun, majelis hakim menolak gugatan perlawanan tersebut. Dengan begitu, sudah tidak ada lagi upaya hukum yang harus ditunggu untuk pelaksanaan eksekusi terhadap rumah Henry.
Persoalan baru muncul setelah belakangan diketahui rumah Henry yang sedang diajukan sebagai sita eksekusi juga bermasalah dengan kantor pajak.
"Ini semakin mempersulit upaya untuk mendapatkan hak kami. Padahal putusan ini sudah inkrah sejak tahun 2015 lalu. Kami mohon pengadilan dapat menentukan nasib dan hak kami, dengan segera melaksanakan eksekusi tersebut," ucap Sujatmiko.
Sementara saat ini, Henry Gunawan bersama istrinya Iuneke Anggraini sedang menjalani proses hukum dalam perkara lainnya di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu dugaan memberikan keterangan palsu pada akta otentik.
Dalam perkara ini, pasangan suami istri itu ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019