Tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat Smart Tongkang, yakni mesin pembuat garam berkualitas yang dilengkapi dengan teknologi terkini berbasis android.
Ketiga mahasiswa yang melahirkan Smart Tongkang itu adalah Haryo Widya Darman (mahasiswa teknik mesin), Zehandana Khatami (angkatan 2016), dan Annisa Widya Nurmalitasari (angkatan 2017).
"Selain dengan teknologi kekinian, solusi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam juga bisa dilakukan dengan penambahan lahan terapung. Penambahan lahan terapung ini menjadi masuk akal, karena bisa dipindah-pindah atau didekatkan menuju pabrik," kata Haryo Widya Darman di Malang, Jawa Timur, Senin.
Lahan terapung tersebut, lanjut Haryo, juga disematkan teknologi tambahan berupa control device android untuk mengetahui posisi, kadar air, temperatur, dan pengaktifan fitur mekatronika otomatisnya.
Karena dilengkapi atap, cermin, generator kincir, sekop yang bisa dikendalikan otomatis, tongkang antikarat, tow hook, dan anchor membuatnya mudah dipindahkan, sehingga pembuatan tambak garam hybrid diharapkan jadi solusi untuk membantu petani mempercepat pembuatan garam yang sesuai standar keperluan industri.
Dengan rancangan tongkang ini diharapkan dapat menjawab masalah yang selama ini dihadapi petani garam, seperti keterbatasan lahan karena proses kristalisasi dilakukan di atas laut, kualitas garam yang bisa ditingkatkan seperti kebersihan, warna, penurunan kadar air, dan percepatan produksi yang semula 15 hari menjadi 8-10 hari karena rekayasa mekatronika.
"Artinya produksi panen akan lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik dan akan meningkatkan harga jual panen yang lebih tinggi. Harapannya solusi ini akan menjadi penyebab berhentinya impor garam yang dilakukan pemerintah. Kami sedang menyusun dokumen paten untuk produk ini," kata Haryo.
Lebih lanjut, Haryo mengatakan garam termasuk mineral yang dapat diperbaharui dan jumlahnya tidak terbatas. Indonesia dengan iklimnya yang tropis dan garis pantai yang panjang menjadi negara dengan potensi produksi yang menjanjikan. Apalagi, penggunaan garam domestik dan dunia terus meningkat.
Untuk menutupi kekurangan itu dilakukan impor. Pada tahun 2018 impor garam Indonesia mencapai 3,7 juta ton dengan nilai 83,6 juta dolar AS dan 2019 impor garam dialokasikan 2,7 juta ton, karena produksi dan kualitas garam lokal Indonesia tidak mencukupi kebutuhan industri domestik, baik untuk kepentingan industri ataupun pangan.
"Artinya negara mengeluarkan Rp1,34 triliun untuk impor garam. Dengan biaya impor sebesar itu, sementara petani garam jauh dari kata sejahtera," ucapnya.
Menurut dia, kurangnya pendampingan dari ahli dan eksploitasi tradisional yang kurang maksimal punya beberapa kekurangan, seperti kepemilikan lahan terbatas, sangat tergantung pada cuaca dan efisiensi produksi yang rendah, menjadikan kualitas garam lokal kurang diminati industri.
Haryo yang pernah memenangi ajang internasional ini mengatakan diperlukan solusi berupa penambahan lahan yang fleksibel, namun membantu percepatan produksi garam yang sesuai standar layak, sehingga bisa dipindah-pindah dan didekatkan menuju pabrik. Dengan demikian, bisa mengurangi biaya transpor dan operasional truk.
Smart Tongkang temuan ketiga mahasiswa UMM ini diikutkan dalam lomba Rancang Bangun Mesin IX. Dengan komposisi tim ini, mereka berhasil mendapat peringkat 7 dari 44 proposal yang ikut seleksi.
Meski belum mendapat raihan memuaskan, mesin temuan mereka ini kembali dilombakan di ajang yang diadakan oleh Asosiasi Program Studi Teknik Mesin Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia. Dari hasil seleksi para finalis yang berjumlah 8 tim, tim Kampus Putih UMM berhasil meraih peringkat 2.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Ketiga mahasiswa yang melahirkan Smart Tongkang itu adalah Haryo Widya Darman (mahasiswa teknik mesin), Zehandana Khatami (angkatan 2016), dan Annisa Widya Nurmalitasari (angkatan 2017).
"Selain dengan teknologi kekinian, solusi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam juga bisa dilakukan dengan penambahan lahan terapung. Penambahan lahan terapung ini menjadi masuk akal, karena bisa dipindah-pindah atau didekatkan menuju pabrik," kata Haryo Widya Darman di Malang, Jawa Timur, Senin.
Lahan terapung tersebut, lanjut Haryo, juga disematkan teknologi tambahan berupa control device android untuk mengetahui posisi, kadar air, temperatur, dan pengaktifan fitur mekatronika otomatisnya.
Karena dilengkapi atap, cermin, generator kincir, sekop yang bisa dikendalikan otomatis, tongkang antikarat, tow hook, dan anchor membuatnya mudah dipindahkan, sehingga pembuatan tambak garam hybrid diharapkan jadi solusi untuk membantu petani mempercepat pembuatan garam yang sesuai standar keperluan industri.
Dengan rancangan tongkang ini diharapkan dapat menjawab masalah yang selama ini dihadapi petani garam, seperti keterbatasan lahan karena proses kristalisasi dilakukan di atas laut, kualitas garam yang bisa ditingkatkan seperti kebersihan, warna, penurunan kadar air, dan percepatan produksi yang semula 15 hari menjadi 8-10 hari karena rekayasa mekatronika.
"Artinya produksi panen akan lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik dan akan meningkatkan harga jual panen yang lebih tinggi. Harapannya solusi ini akan menjadi penyebab berhentinya impor garam yang dilakukan pemerintah. Kami sedang menyusun dokumen paten untuk produk ini," kata Haryo.
Lebih lanjut, Haryo mengatakan garam termasuk mineral yang dapat diperbaharui dan jumlahnya tidak terbatas. Indonesia dengan iklimnya yang tropis dan garis pantai yang panjang menjadi negara dengan potensi produksi yang menjanjikan. Apalagi, penggunaan garam domestik dan dunia terus meningkat.
Untuk menutupi kekurangan itu dilakukan impor. Pada tahun 2018 impor garam Indonesia mencapai 3,7 juta ton dengan nilai 83,6 juta dolar AS dan 2019 impor garam dialokasikan 2,7 juta ton, karena produksi dan kualitas garam lokal Indonesia tidak mencukupi kebutuhan industri domestik, baik untuk kepentingan industri ataupun pangan.
"Artinya negara mengeluarkan Rp1,34 triliun untuk impor garam. Dengan biaya impor sebesar itu, sementara petani garam jauh dari kata sejahtera," ucapnya.
Menurut dia, kurangnya pendampingan dari ahli dan eksploitasi tradisional yang kurang maksimal punya beberapa kekurangan, seperti kepemilikan lahan terbatas, sangat tergantung pada cuaca dan efisiensi produksi yang rendah, menjadikan kualitas garam lokal kurang diminati industri.
Haryo yang pernah memenangi ajang internasional ini mengatakan diperlukan solusi berupa penambahan lahan yang fleksibel, namun membantu percepatan produksi garam yang sesuai standar layak, sehingga bisa dipindah-pindah dan didekatkan menuju pabrik. Dengan demikian, bisa mengurangi biaya transpor dan operasional truk.
Smart Tongkang temuan ketiga mahasiswa UMM ini diikutkan dalam lomba Rancang Bangun Mesin IX. Dengan komposisi tim ini, mereka berhasil mendapat peringkat 7 dari 44 proposal yang ikut seleksi.
Meski belum mendapat raihan memuaskan, mesin temuan mereka ini kembali dilombakan di ajang yang diadakan oleh Asosiasi Program Studi Teknik Mesin Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia. Dari hasil seleksi para finalis yang berjumlah 8 tim, tim Kampus Putih UMM berhasil meraih peringkat 2.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019