Ungkapan bahwa "Surga itu ada pada secangkir kopi Indonesia", mungkin terlalu berlebihan bagi sebagian orang, namun tidak bagi Setiawan Subekti, seorang tester (pengetes) kopi dunia asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Iwan, panggilan akrab Setiawan Subekti itu, telah menggeluti dunia perkopian sejak 1980-an, dan berkeliling dunia untuk mencari kesejatian rasa kopi, hingga pada akhirnya menemukan kesejatian rasa itu ada pada kopi Indonesia.
"Kopi kita itu sangat dihargai di luar negeri, seperti Gayoh, Lintong, Toraja, hingga Kintamani. Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus berbangga diri," kata Iwan yang ditemui di Sanggar Genjah Arum, Kemiren, Dusun Krajan, Kabupaten Banyuwangi.
Oleh karena itu, ia optimitis dengan prospek kopi Indonesia 25 hingga 30 tahun ke depan. Selain dihargai banyak negara, kini juga telah muncul banyak konsumen baru kopi dunia, seperti China dan Rusia.
China memang dikenal dengan produk tehnya dan Rusia juga dikenal dengan Vodca. Namun jangan disangka, mereka kini sebagian sudah beralih ke kopi, terutama generasi mudanya.
"Bahkan, mereka bangga ketika berada di salah satu kafe di pinggir jalan," katanya.
Kopi bagi Iwan sudah menjadi bagian dari hidupnya, meski pada awal perjalanannya menggeluti dunia perkopian banyak tantangan yang dihadapi. Bahkan, rekan-rekannya pun sempat heran dengan langkahnya untuk menyelami dunia air hitam pekat ini.
Perlahan namun pasti, kini pria kelahiran 1957 itu sudah bisa berbangga diri, sebab apa yang dia perjuangkan sudah berbuah, meski tidak sepenuhnya buah itu bisa dinikmatinya, yakni dengan banyak pemuda Indonesia mengikuti jejaknya menggeluti dunia perkopian Indonesia.
"Saat ini, bahkan setiap hari sudah banyak pelatihan kopi dan barista atau roasting di Indonesia, meski pada prosesnya tidak menyentuh bahan bakunya, ditambah pemerintah yang mendukung dengan produk kopi Tanah Air," kata dia.
Iwan merupakan salah satu dari segelintir tester kopi internasional yang dimiliki Indonesia dan tercatat sebagai Member The Specialty Coffee Association, Amerika Serikat, sejak 1995.
Pria berkacamata ini juga sempat lama tinggal di Kenya untuk mencari kopi terbaik, dan hingga kini masih sering diundang ke berbagai belahan dunia untuk mempresentasikan masalah kopi, serta tercatat sebagai juri kopi di berbagai negara.
Negara yang pernah mengundangnya, antara lain Jepang, Vietnam, Singapura, Amerika Serikat, hingga negara Amerika Latin, seperti Brazil dan Kolombia.
Di Kabupaten Banyuwangi, Iwan memiliki perkebunan kopi jenis arabika yang ditanam di ketinggian 800 meter dari permukaan air laut. Saat menjamu tamunya di Sanggar Genjah Arum, Iwan Subekti meracik, meramu, serta menyajikan sendiri secangkir kopi kepada tamunya.
Kopi yang dia produksi bernama Kopai Osing, kopi jenis arabika yang hanya dijual di kedainya.
"Kopi ini selalu saya sajikan di sini. Saya tidak jual atau bisnis di kopi, jadi saya tidak sajikan di mana-mana, hanya di sini," kata dia.
Penulis sempat mencicipi rasa Kopai Osing milik Iwan tanpa gula, dan tentu sangat berbeda dengan kebanyakan kopi lain yang ada di luar. Sedikit pahit, namun masih terasa lembut di lidah dan mampu membuat rileks seluruh badan, ditambah tanpa adanya efek walau menghabiskan dua hingga tiga gelas.
Iwan mengaku menamakan produknya sebagai Kopai Osing karena sebagai orang asli Banyuwangi terbiasa mengucap kata yang berakhiran "i" menjadi "ai". Agar dapat diterima masyarakat, dia menamai kopinya dengan sebutan Kopai Osing.
Kini, pada Hari Kopi Internasional yang jatuh setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia patut berbangga, karena memiliki potensi terbaik di bidang kopi, bahkan menjadi salah satu negara dengan hasil kopi terbaik dunia.
"Once Brew... We Bro... Sekali seduh... Kita Bersaudara," ucap Iwan dalam memahami filosofi kopi..
Kopi Banyuwangi
Pada berbagai kesempatan, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyebutkan pasar kopi di Indonesia masih sangat terbuka, apalagi pasar ekspor.
Indonesia, kata Anas, adalah produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Tiap tahun, Indonesia memproduksi sekitar 670.000 ton kopi, akan tetapi masyarakat Indonesia bukan peminum kopi terbesar.
"Negara peminum kopi terbesar adalah Finlandia dengan 12 kilogram per orang per tahun. Konsumsi kopi Indonesia baru 1,7 kilogram per orang per tahun. Tapi trennya terus naik. Nah, ini peluang yang bisa diincar," ujarnya.
Anas juga menyebut bagaimana penetrasi Starbucks yang punya lebih dari 20.000 kedai kopi di seluruh dunia. Demikian pula beragam kedai kopi lainnya yang mampu mengolah kopi asal Indonesia menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Banyuwangi mempunyai potensi kopi yang disebut Bupati Anas sebagai luar biasa. Produksi kopi Banyuwangi berkisar 9.000 ton per tahun dengan luasan lahan hampir 8.500 hektare. Sekitar 90 persen dari produksi itu dikirim ke berbagai daerah dan diekspor melalui BUMN perkebunan.
Sekarang banyak anak muda menggarapnya dengan kemasan menarik. Penjualannya cukup besar, terutama melalui dalam jaringan atau online.
Oleh karena itulah, Banyuwangi juga menggelar Coffee Processing Festival untuk meningkatkan daya saing penggerak kopi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Iwan, panggilan akrab Setiawan Subekti itu, telah menggeluti dunia perkopian sejak 1980-an, dan berkeliling dunia untuk mencari kesejatian rasa kopi, hingga pada akhirnya menemukan kesejatian rasa itu ada pada kopi Indonesia.
"Kopi kita itu sangat dihargai di luar negeri, seperti Gayoh, Lintong, Toraja, hingga Kintamani. Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus berbangga diri," kata Iwan yang ditemui di Sanggar Genjah Arum, Kemiren, Dusun Krajan, Kabupaten Banyuwangi.
Oleh karena itu, ia optimitis dengan prospek kopi Indonesia 25 hingga 30 tahun ke depan. Selain dihargai banyak negara, kini juga telah muncul banyak konsumen baru kopi dunia, seperti China dan Rusia.
China memang dikenal dengan produk tehnya dan Rusia juga dikenal dengan Vodca. Namun jangan disangka, mereka kini sebagian sudah beralih ke kopi, terutama generasi mudanya.
"Bahkan, mereka bangga ketika berada di salah satu kafe di pinggir jalan," katanya.
Kopi bagi Iwan sudah menjadi bagian dari hidupnya, meski pada awal perjalanannya menggeluti dunia perkopian banyak tantangan yang dihadapi. Bahkan, rekan-rekannya pun sempat heran dengan langkahnya untuk menyelami dunia air hitam pekat ini.
Perlahan namun pasti, kini pria kelahiran 1957 itu sudah bisa berbangga diri, sebab apa yang dia perjuangkan sudah berbuah, meski tidak sepenuhnya buah itu bisa dinikmatinya, yakni dengan banyak pemuda Indonesia mengikuti jejaknya menggeluti dunia perkopian Indonesia.
"Saat ini, bahkan setiap hari sudah banyak pelatihan kopi dan barista atau roasting di Indonesia, meski pada prosesnya tidak menyentuh bahan bakunya, ditambah pemerintah yang mendukung dengan produk kopi Tanah Air," kata dia.
Iwan merupakan salah satu dari segelintir tester kopi internasional yang dimiliki Indonesia dan tercatat sebagai Member The Specialty Coffee Association, Amerika Serikat, sejak 1995.
Pria berkacamata ini juga sempat lama tinggal di Kenya untuk mencari kopi terbaik, dan hingga kini masih sering diundang ke berbagai belahan dunia untuk mempresentasikan masalah kopi, serta tercatat sebagai juri kopi di berbagai negara.
Negara yang pernah mengundangnya, antara lain Jepang, Vietnam, Singapura, Amerika Serikat, hingga negara Amerika Latin, seperti Brazil dan Kolombia.
Di Kabupaten Banyuwangi, Iwan memiliki perkebunan kopi jenis arabika yang ditanam di ketinggian 800 meter dari permukaan air laut. Saat menjamu tamunya di Sanggar Genjah Arum, Iwan Subekti meracik, meramu, serta menyajikan sendiri secangkir kopi kepada tamunya.
Kopi yang dia produksi bernama Kopai Osing, kopi jenis arabika yang hanya dijual di kedainya.
"Kopi ini selalu saya sajikan di sini. Saya tidak jual atau bisnis di kopi, jadi saya tidak sajikan di mana-mana, hanya di sini," kata dia.
Penulis sempat mencicipi rasa Kopai Osing milik Iwan tanpa gula, dan tentu sangat berbeda dengan kebanyakan kopi lain yang ada di luar. Sedikit pahit, namun masih terasa lembut di lidah dan mampu membuat rileks seluruh badan, ditambah tanpa adanya efek walau menghabiskan dua hingga tiga gelas.
Iwan mengaku menamakan produknya sebagai Kopai Osing karena sebagai orang asli Banyuwangi terbiasa mengucap kata yang berakhiran "i" menjadi "ai". Agar dapat diterima masyarakat, dia menamai kopinya dengan sebutan Kopai Osing.
Kini, pada Hari Kopi Internasional yang jatuh setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia patut berbangga, karena memiliki potensi terbaik di bidang kopi, bahkan menjadi salah satu negara dengan hasil kopi terbaik dunia.
"Once Brew... We Bro... Sekali seduh... Kita Bersaudara," ucap Iwan dalam memahami filosofi kopi..
Kopi Banyuwangi
Pada berbagai kesempatan, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyebutkan pasar kopi di Indonesia masih sangat terbuka, apalagi pasar ekspor.
Indonesia, kata Anas, adalah produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Tiap tahun, Indonesia memproduksi sekitar 670.000 ton kopi, akan tetapi masyarakat Indonesia bukan peminum kopi terbesar.
"Negara peminum kopi terbesar adalah Finlandia dengan 12 kilogram per orang per tahun. Konsumsi kopi Indonesia baru 1,7 kilogram per orang per tahun. Tapi trennya terus naik. Nah, ini peluang yang bisa diincar," ujarnya.
Anas juga menyebut bagaimana penetrasi Starbucks yang punya lebih dari 20.000 kedai kopi di seluruh dunia. Demikian pula beragam kedai kopi lainnya yang mampu mengolah kopi asal Indonesia menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Banyuwangi mempunyai potensi kopi yang disebut Bupati Anas sebagai luar biasa. Produksi kopi Banyuwangi berkisar 9.000 ton per tahun dengan luasan lahan hampir 8.500 hektare. Sekitar 90 persen dari produksi itu dikirim ke berbagai daerah dan diekspor melalui BUMN perkebunan.
Sekarang banyak anak muda menggarapnya dengan kemasan menarik. Penjualannya cukup besar, terutama melalui dalam jaringan atau online.
Oleh karena itulah, Banyuwangi juga menggelar Coffee Processing Festival untuk meningkatkan daya saing penggerak kopi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019