Program STOP (Stopping The Tap On Ocean Plastic) yang merupakan program pendampingan pengelolaan sampah laut di Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, berhasil meningkatkan kapasitas pengolahan sampah oleh warga.

Dalam keterangan tertulis diterima ANTARA di Banyuwangi, Rabu, sejak dijalankan program STOP sejak 1,5 tahun lalu, kini pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat  telah menjangkau sekitar 8.900 rumah tangga.

Program STOP ini diinisiasi organisasi non-pemerintah (non-governmental organization/NGO) dunia yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, Systemiq. Program tersebut membantu Pemkab Banyuwangi dalam pengelolaan sampah laut di Kecamatan Muncar, yang merupakan pelabuhan ikan terbesar di daerah dan terkenal sebagai penghasil ikan lemuru terbesar nomor dua di Indonesia.

Chief Delivery Officer STOP Project Systemic, Andre Kuncoroyekti mengatakan pada tahun pertama program, penanganan sampah difokuskan di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, karena desa tersebut telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R).

Andre pun mengaku senang karena berbagai intervensi yang dijalankan untuk pengelolaan sampah laut berjalan sesuai harapan.

"Kami datang dalam keadaan warga yang masih membuang sampah di laut, akan tetapi sekarang semua warga desa bisa dibilang seratus persen sudah membuang sampah ke tempat yang tersedia," kata Andre.

Dalam pengelolaan sampah, Systemiq melibatkan Bumdes sebagai pengelola sampah, dan mereka dilatih mengoptimalkan sistem pengangkutan, pengumpulan hingga pengolahan sampah.

"Sekarang 100 persen warga sudah dilayani oleh Bumdes. Cakupannya sudah mencapai seluruh rumah tangga di Desa Tembokrejo yang berjumlah 8.900 rumah tangga, dari awal yang sebelum kami masuk hanya sekitar 400 rumah tangga," paparnya.

Bahkan, lanjutnya, Bumdes sudah berhasil menjual sampah yang telah diolah ke beberapa daerah seperti Surabaya dan Pasuruan, dan per bulan Bumdes bisa mendapatkan hasil sekitar Rp25 juta dari pengelolaan sampah.

Di TPST Tembokrejo, sampah yang diangkut dari rumah warga lantas dipilah dan dikelola, sampah organik dimanfaatkan untuk kompos dan budidaya larva lalat black soldier fly yang memiliki kemampuan mengurai sampah organik.

Sementara sampah nonorganik, dipilah sesuai jenisnya untuk dijual. Sejak April 2018 hingga Februari tahun ini, jumlah sampah nonorganik yang dijual Bumdes mencapai 10,4 ton.

"Setelah berjalan satu tahun lebih, telah ada perubahan fisik sungai di dekat Pantai Satelit. Tumpukan sampah sudah tidak terlalu banyak, di pinggir-pinggir sungai juga tidak ada tumpukan sampah," kata Andre.

Andre mengemukakan, selama satu tahun mendampingi warga Desa Tembokrejo, pihaknya melakukan beberapa program intervensi, dan salah satunya aktif mengampanyekan perubahan perilaku masyarakat dengan melibatkan kader PKK, posyandu dan kader pengajian.

"Kami terus mengedukasi warga tentang efek negatif sampah, kenapa harus peduli dan apa manfaatnya bagi kehidupan mereka dan generasi berikutnya. Kami bersyukur warga bisa memahami dan memberikan timbal balik positif. Sekarang semua membuang sampah di tempatnya dan tidak di laut lagi," ujarnya.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas akan mendorong desa lain untuk mengerjakan program serupa, karena program ini merupakan bagian dari program Smart Kampung yang dapat mengakselerasi kebersihan.

"Smart Kampung tidak hanya sekadar masalah pelayanan publik, namun juga harus pandai menemukan solusi atas masalah di daerahnya, termasuk masalah sampah. Ini perlu dicontoh desa lain. Selain itu, program ini juga selaras dengan target Presiden Jokowi yang ingin menurunkan sampah laut hingga 70 persen sampai 2025," kata Anas. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019