Kementerian Pertanian mendorong petani untuk menerapkan teknologi budi daya jeruk yang bisa dipanen sepanjang tahun untuk memacu produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Kepala Badan Litbang Fadjry Djufry di Batu, Jawa Timur, Jumat, mengatakan untuk mewujudkan produktivitas jeruk meningkat dan bisa dipanen sepanjang tahun, diperlukan model budi daya jeruk yang tepat.
"Sebenarnya Kementan sudah menemukan model budi daya jeruk yang bisa dipanen sepanjang tahun lewat penggunaan teknologi pembuahan jeruk, yakni Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujangseta)," kata Fadjry di sela Bincang Asyik Pertanian Indonesia.
.
Ia menerangkan Bujangseta tahun ini sudah banyak dikembangkan di Banyuwangi dan Malang. Harapannya, tahun depan bisa dikembangkan di sentra-sentra produksi jeruk di seluruh Indonesia, seperti di Medan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan. "Paling tidak nanti ada 10 sentra jeruk yang akan dikembangkan," katanya.
Penggunaan teknologi Bujangseta tersebut, lanjutnya, nantinya melibatkan komponen petani sehingga bisa cepat ditularkan ke masyarakat. Penanaman Jeruk Siam maupun Keprok dengan teknologi pembuahan Bujangseta di 10 daerah nantinya ditanam di demplot milik Kementan dengan anggaran Rp2 miliar.
"Daerah mestinya mendukung program tersebut karena untuk kemajuan daerah itu sendiri. Dengan model pembuahan ini, pola pembuahan bisa sepanjang tahun, minimal enam bulan. Itu yang kita harapkan, bahkan tidak hanya untuk jeruk tapi juga buah lainnya agar ketersediaannya bisa sepanjang tahun," tuturnya.
Jika program tersebut berhasil, hampir semua komoditas buah-buahan bisa panen sepanjang tahun. "Ini harapan kita, buah kita bisa panen sepanjang tahun dan ini yang kita dorong terus," ujarnya.
Di Indonesia saat ini ada 250 varietas jeruk dari dua jenis jeruk, yakni Keprok dan Siem. Dengan teknologi baru, biaya produksi sekitar Rp3.000 per kilogram, sedangkan dengan teknologi lama justru lebih mahal, yakni Rp5.000 per kilogram. Total produksi jeruk dengan yang dibudidaya melalui teknologi Bujangseta lebih banyak, yakni dua kali lipat lebih.
Sementara itu, peneliti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balijestro), Sutopo mengatakan dengan jumlah produksi jeruk nasional saat ini sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan jeruk dalam negeri.
Jeruk nasional masih dikonsumsi dalam negeri dan sebagian kecil memang impor. Hal itu terjadi karena produksi jeruk tidak bisa terjadi sepanjang tahun.
"Panennya Mei-Juli sedangkan bulan lain kosong. Akhirnya kita impor," kata Sutopo.
Permintaan ekspor jeruk nasional, lanjutnya, sebenarnya ada dari beberapa negara, seperti Timur tengah, Thailand, dan Malaysia, namun belum bisa memenuhi permintaan tersebut.
Saat ini produksi jeruk nasional mencapai 2,2 juta ton per tahun, sedangkan untuk kebutuhan konsumsi jauh di bawah itu, tidak sampai 2,2 juta ton.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Kepala Badan Litbang Fadjry Djufry di Batu, Jawa Timur, Jumat, mengatakan untuk mewujudkan produktivitas jeruk meningkat dan bisa dipanen sepanjang tahun, diperlukan model budi daya jeruk yang tepat.
"Sebenarnya Kementan sudah menemukan model budi daya jeruk yang bisa dipanen sepanjang tahun lewat penggunaan teknologi pembuahan jeruk, yakni Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujangseta)," kata Fadjry di sela Bincang Asyik Pertanian Indonesia.
.
Ia menerangkan Bujangseta tahun ini sudah banyak dikembangkan di Banyuwangi dan Malang. Harapannya, tahun depan bisa dikembangkan di sentra-sentra produksi jeruk di seluruh Indonesia, seperti di Medan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan. "Paling tidak nanti ada 10 sentra jeruk yang akan dikembangkan," katanya.
Penggunaan teknologi Bujangseta tersebut, lanjutnya, nantinya melibatkan komponen petani sehingga bisa cepat ditularkan ke masyarakat. Penanaman Jeruk Siam maupun Keprok dengan teknologi pembuahan Bujangseta di 10 daerah nantinya ditanam di demplot milik Kementan dengan anggaran Rp2 miliar.
"Daerah mestinya mendukung program tersebut karena untuk kemajuan daerah itu sendiri. Dengan model pembuahan ini, pola pembuahan bisa sepanjang tahun, minimal enam bulan. Itu yang kita harapkan, bahkan tidak hanya untuk jeruk tapi juga buah lainnya agar ketersediaannya bisa sepanjang tahun," tuturnya.
Jika program tersebut berhasil, hampir semua komoditas buah-buahan bisa panen sepanjang tahun. "Ini harapan kita, buah kita bisa panen sepanjang tahun dan ini yang kita dorong terus," ujarnya.
Di Indonesia saat ini ada 250 varietas jeruk dari dua jenis jeruk, yakni Keprok dan Siem. Dengan teknologi baru, biaya produksi sekitar Rp3.000 per kilogram, sedangkan dengan teknologi lama justru lebih mahal, yakni Rp5.000 per kilogram. Total produksi jeruk dengan yang dibudidaya melalui teknologi Bujangseta lebih banyak, yakni dua kali lipat lebih.
Sementara itu, peneliti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balijestro), Sutopo mengatakan dengan jumlah produksi jeruk nasional saat ini sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan jeruk dalam negeri.
Jeruk nasional masih dikonsumsi dalam negeri dan sebagian kecil memang impor. Hal itu terjadi karena produksi jeruk tidak bisa terjadi sepanjang tahun.
"Panennya Mei-Juli sedangkan bulan lain kosong. Akhirnya kita impor," kata Sutopo.
Permintaan ekspor jeruk nasional, lanjutnya, sebenarnya ada dari beberapa negara, seperti Timur tengah, Thailand, dan Malaysia, namun belum bisa memenuhi permintaan tersebut.
Saat ini produksi jeruk nasional mencapai 2,2 juta ton per tahun, sedangkan untuk kebutuhan konsumsi jauh di bawah itu, tidak sampai 2,2 juta ton.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019