Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional ke-XVIII yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Banyuwangi, Jawa Timur, telah berakhir dan peserta mengaku senang dan menikmati kegiatan yang digelar selama sepekan (26-29 Juni 2019) dikemas menarik.
Salah seorang peserta asal Papua, Veronica Mahuze, Siswa SMAN SATAP 4 di Banyuwangi, Minggu, mengaku senang mengikuti perkemahan ilmiah di Banyuwangi, karena didesain dengan menarik. Selain observasi yang dilakukan di destinasi wisata, setiap harinya peserta dikenalkan budaya Banyuwangi.
"Saya sangat senang dengan budaya Banyuwangi, setiap hari secara bergiliran peserta diajak belajar menari Gandrung, dan ini menarik karena menarinya beda dengan budaya kami. Jadi memperkaya kami tentang kekayaan suku bangsa yang ada di Indonesia," kata Veronica
Senada juga diungkapkan oleh siswa kelas X, jurusan IPA, SMAN Modal Banda Aceh, Achmad Fayyad yang melakukan penelitian di Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, yang dikenal dengan wisata agronya.
"Di sana kami diajak berinteraksi dengan warga, kami dikenalkan nilai-nilai kehidupan mereka. Bagaimana memproduksi kopi yang merupakan komoditas utama mereka dan sekaligus ternak kambing ettawa. Akhirnya ini menginspirasi kami membuat paper tentang pengolahan kopi," kata Fayyad.
Ajang PIRN ke-18 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan diikuti seribu lebih pelajar serta guru dari 32 provinsi se-Indonesia. Pada tahun ini peserta yang terbagi empat bidang melakukan penelitian di lima lokasi wisata di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengaku, sangat senang karena mayoritas peserta mengaku betah selama pelaksanaan di Banyuwangi.
Observasi lapang yang dilakukan langsung di lokasi wisata dan pusat pelayanan publik, menurut Anas, untuk mengenalkan mereka tentang kekayaan alam Banyuwangi.
"Lokasi ini kami pilih agar tumbuh paradigma bahwa riset bisa berangkat dari hal sederhana yang ada di sekitar kita serta bisa dilakukan secara menarik seperti di tempat wisata. Sekaligus juga kami ingin mendapat masukan dari paper yang mereka kerjakan berdasar penelitian," ujarnya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan LIPI, Agus Hariyono mengatakan puas dengan penyelenggaran PIRN Banyuwangi. Bagi LIPI, penyelenggaraan PIRN di Banyuwangi adalah terbaik dalam sejarah.
"Ketua LIPI juga menyatakan bahwa pelaksanaan PIRN di Banyuwangi merupakan terbaik dalam sejarah. Terima kasih kepada Banyuwangi atas terselenggaranya PIRN 2019 ini dengan baik," ujar Agus.
Untuk menghormati para peserta, penutupan PIRN di Gedung Seni Budaya digelar dengan meriah dengan menampilkan beragam seni dan tradisi Banyuwangi. Ribuan peserta PIRN kompak mengenakan udeng (penutup kepala) khas Banyuwangi.
Selain itu, ribuan peserta juga diajak mendaki Gunung Ijen pada malam terakhir di Banyuwangi. Usai mendaki, mereka pun langsung disambut Bupati Anas di pendopo kabupaten.
Di akhir acara, para peserta ini bahkan menari Gandrung bersama-sama usai turun mendaki Gunung Ijen dan mereka dengan gembira mengikuti gerak penari Gandrung yang memandu mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Salah seorang peserta asal Papua, Veronica Mahuze, Siswa SMAN SATAP 4 di Banyuwangi, Minggu, mengaku senang mengikuti perkemahan ilmiah di Banyuwangi, karena didesain dengan menarik. Selain observasi yang dilakukan di destinasi wisata, setiap harinya peserta dikenalkan budaya Banyuwangi.
"Saya sangat senang dengan budaya Banyuwangi, setiap hari secara bergiliran peserta diajak belajar menari Gandrung, dan ini menarik karena menarinya beda dengan budaya kami. Jadi memperkaya kami tentang kekayaan suku bangsa yang ada di Indonesia," kata Veronica
Senada juga diungkapkan oleh siswa kelas X, jurusan IPA, SMAN Modal Banda Aceh, Achmad Fayyad yang melakukan penelitian di Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, yang dikenal dengan wisata agronya.
"Di sana kami diajak berinteraksi dengan warga, kami dikenalkan nilai-nilai kehidupan mereka. Bagaimana memproduksi kopi yang merupakan komoditas utama mereka dan sekaligus ternak kambing ettawa. Akhirnya ini menginspirasi kami membuat paper tentang pengolahan kopi," kata Fayyad.
Ajang PIRN ke-18 yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan diikuti seribu lebih pelajar serta guru dari 32 provinsi se-Indonesia. Pada tahun ini peserta yang terbagi empat bidang melakukan penelitian di lima lokasi wisata di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengaku, sangat senang karena mayoritas peserta mengaku betah selama pelaksanaan di Banyuwangi.
Observasi lapang yang dilakukan langsung di lokasi wisata dan pusat pelayanan publik, menurut Anas, untuk mengenalkan mereka tentang kekayaan alam Banyuwangi.
"Lokasi ini kami pilih agar tumbuh paradigma bahwa riset bisa berangkat dari hal sederhana yang ada di sekitar kita serta bisa dilakukan secara menarik seperti di tempat wisata. Sekaligus juga kami ingin mendapat masukan dari paper yang mereka kerjakan berdasar penelitian," ujarnya.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan LIPI, Agus Hariyono mengatakan puas dengan penyelenggaran PIRN Banyuwangi. Bagi LIPI, penyelenggaraan PIRN di Banyuwangi adalah terbaik dalam sejarah.
"Ketua LIPI juga menyatakan bahwa pelaksanaan PIRN di Banyuwangi merupakan terbaik dalam sejarah. Terima kasih kepada Banyuwangi atas terselenggaranya PIRN 2019 ini dengan baik," ujar Agus.
Untuk menghormati para peserta, penutupan PIRN di Gedung Seni Budaya digelar dengan meriah dengan menampilkan beragam seni dan tradisi Banyuwangi. Ribuan peserta PIRN kompak mengenakan udeng (penutup kepala) khas Banyuwangi.
Selain itu, ribuan peserta juga diajak mendaki Gunung Ijen pada malam terakhir di Banyuwangi. Usai mendaki, mereka pun langsung disambut Bupati Anas di pendopo kabupaten.
Di akhir acara, para peserta ini bahkan menari Gandrung bersama-sama usai turun mendaki Gunung Ijen dan mereka dengan gembira mengikuti gerak penari Gandrung yang memandu mereka.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019