Peringatan ulang tahun atau milad  yang ke-60 bagi mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) serta Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh, pada hari Minggu (23/6), tampaknya menjadi kado spesial. 

Mengapa ? Karena, menurut Nuh, peringatan sekaligus perayaan itu tidak biasa dilakukan di lingkungan keluarganya.  Selain itu, peringatan yang digelar di sebuah hotel di Surabaya tersebut ternyata digagas oleh istrinya drg Layly Rahmawati, dan anak semata wayangnya Rachma Rizqina Mardhotillah.

Alasan lainnya, tiga buah bukunya juga diluncurkan bersamaan dengan peringatan itu. Tiga buku tersebut masing-masing berjudul "Usfuryah Zaman Kita," "Menjangkau Yang Tidak Terjangkau" dan yang ketiga adalah biografi berjudul  "Menguatkan Mata Rantai Terlemah".

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (2007–2009), Rektor ITS Surabaya (2003–2006) serta Menteri Pendidikan Nasional (2009- 2014) ini lahir di Surabaya pada 17 Juni 1959. Dia dikenal memiliki aktivitas yang padat.  

Arek Gunung Anyar Surabaya ini sewaktu kecil bersekolah di madrasah Al Ishlah hingga pada akhirnya kuliah di Teknik Elektro ITS (1983) serta mengambil program doktor di  Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Prancis, untuk program yang sama.
 
Dalam peringatan ulang tahun yang ke-60 tahun, M Nuh mengisahkan perjalanan hidupnya, termasuk ketika dia diragukan saat mempersunting Layly Rahmawati yang kala itu masih sangat belia, 19 tahun. Orang tua Layly, berharap anaknya, yang merupakan anak tertua di keluarganya, bisa menyelesaikan dulu pendidikannya. Tapi, akhirnya keraguan itu terjawab, karena Layly bisa menyelesaikan pendidikan, dan menjadi dokter gigi.  
 
Menurut Nuh, di usianya yang telah menginjak 60 tahun, ibaratnya  waktu shalat ashar, telah menjelang waktu senja, yang sebentar lagi akan masuk maghrib,  dan matahari pun terbenam. Oleh karena itu, perlu kontemplasi. 

Ia pun berkontemplasi terhadap perjalanan hidupnya. Dalam kontemplasinya tersebut ia berkesimpulan bahwa dirinya masih banyak defisit kebaikan. Dia merasa modal yang diberikan Tuhan kepadanya sangat luar biasa, tapi modal tersebut belum bisa dimanfaatkannya secara maksimal.

"Ibarat orang berbisnis. Modalnya besar, sedangkan pemasukkannya sangat kecil. Jadi, defisit," katanya di depan ratusan undangan yang memenuhi ballroom sebuah hotel di kawasan Surabaya timur.
  
Oleh karena itu, Nuh akhirnya seperti menemukan jawabannya ketika di usianya yang telah menginjak 60 tahun mendapat berbagai amanah. Amanah tersebut diharapkan dapat memberi kebaikan bagi banyak orang. Dia kini dipercaya untuk memimpin Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk masa bakti 2017-2020,  dan mendapat amanah menjadi Ketua Dewan Pers untuk periode 2019-2022.

Dengan amanah-amanah tersebut dia kemudian seperti berketetapan hati untuk mensyukuri "modal" yang telah Tuhan berikan guna menebar kebaikan kepada sebanyak-banyaknya orang di sisa usianya.  

"Sebaik-baik manusia adalah panjang umurnya dan banyak kebaikannya," demikian yang diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Tulangan,  Sidorjo, KH Ali Mashuri dalam video sambutannya yang diputar di peringatan ulang tahun M Nuh.   

M Nuh kini tidak hanya sebagai Ketua BWI, Ketua Dewan Pers, tapi juga banyak berkecimpung dan mengurusi berbagai organisasi seperti PBNU, Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, ICMI, dan lain-lain. 


Media dan Pendidikan

Sementara itu, tiga buku yang diluncurkan bertepatan dengan peringatan 60 tahun usianya,  M Nuh mengisahkan berbagai aktivitas dan pemikiran-pemikirannya. 

Dalam tiga buku yang diluncurkan, meski bukan merupakan buku berseri,  bisa ditemukan pemikiran-pemikiran M Nuh seperti keberpihakannya kepada masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan tinggi, berupa "bidikmisi", biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik yang baik.

Dalam dunia teknologi komunikasi dan informatika, M Nuh berharap akses internet bisa menjangkau seluruh nusantara melalui program pembangunan "palapa ring".  Dengan akses internet yang tergelar di seluruh nusantara, dapat mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya anak-anak di masa datang.

Menurut Nuh, agar masyarakat bisa mendapatkan sekolah, ada dua hal penting yang harus diperhatikan yakni aksesibilitas dan kualitasnya. Aksesibilitas ditentukan dua hal, yaitu ketersediaan dan keterjangkauan. Keterjangkauan yang dimaksud adalah keterjangkauan dari sisi akses fisik serta keterjangkauan dari aspek finansial.

Sedangkan terkait  kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai Ketua Dewan Pers, M Nuh menilai semua itu adalah takdir dari Tuhan agar dia melakukan lebih banyak kebaikan yang berdampak luas kepada masyarakat.

"Kenapa saya ditakdirkan mengurusi wakaf dan kenapa saya ditakdirkan mengurusi dewan pers, yaitu supaya nilai-nilai kebajikan itu bisa disebarkan melalui media-media. Saya kira seperti itu," katanya kepada wartawan di sela peringatan ulang tahunnya yang ke-60. (*)

Pewarta: SHP

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019