Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Pradana Boy ZTF, Ph.D menjadi peneliti dari Indonesia yang turut serta dalam riset berkaliber internasional untuk mencari jalan keluar sekaligus mengampanyekan perdamaian dunia.
Saat ini, Pradana berada di Florence, Italia, untuk menghadiri pertemuan "Second Project Meeting GREASE Research Project Radicalisation, Secularism and The Governance of Religion: Bringing Together European and Asian Perspectives" yang berlangsung pada 17-18 Juni 2019.
"Saat ini Eropa berjuang mengatasi masalah keragaman agama dan radikalisasi, sangatlah berguna untuk melihat bagaimana agama lain menghadapi isu-isu ini," kata Pradana Boy ketika dihubungi dari Malang, Selasa.
Dalam melakukan riset bersama sejumlah dosen dari berbagai perguruan tinggi di dunia, proyek GREASE diharapkan bisa memberikan pemikiran akademik yang inovatif pada sekularisasi dan radikalisasi, serta memberikan pandangan untuk pemerintah dengan fokus mencegah radikalisasi.
Sejumlah lembaga perguruan tinggi dan pusat studi di dunia, dengan dipimpin Prof Anna Triandafylidou dari European University Institute, terlibat dalam kolaborasi riset selama tiga tahun, sejak Oktober 2018.
"Pada bulan Desember 2018, kami sudah ketemu untuk rapat permulaan. Kami akan terus bertemu dalam konsorsium ini sampai 2021," kata dia.
Proyek itu didanai European Union’s Horizon 2020, program penelitian dan inovasi. GREASE berusaha mengurai paradoks radikalisasi agama yang tumbuh di tengah arus sekularisasi. Proyek itu menguji klaim bahwa integrasi migran di Eropa telah gagal karena generasi muda kedua yang telah termarginalisasi dan teradikalisasi, bahkan beberapa dari mereka berubah menjadi bagian dari jaringan terorisme jihad.
Sejumlah negara yang terlibat dalam penelitian tersebut, Australia (Deakin University), United Kingdom (Bristol University), Turki (Turkish Economic and Social Studies Foundation), Maroko (University Muhammad V), Italia (European University Institute), India (Jawaharlal Nehru University), Bulgaria (Center for the Study of Democracy), Jerman (SPIA Research Communications), Indonesia (UMM), Malaysia (SIRD Kuala Lumpur).
"Ini adalah pertemuan kedua, agendanya adalah presentasi 'progress report' penelitian. Pada tahap ini berupa laporan dan presentasi singkat tentang profil negara," kata Pradana yang juga Asisten Staf Khusus Presiden Republik Indonesia bidang Keagamaan Internasional.
Pradana Boy sebelumnya juga telah menyandang gelar duta perdamaian antaragama internasional
Gelar kehormatan itu disandang Pradana setelah mendapatkan kesempatan sebagai "international fellow in interreligious dialogue" oleh King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) yang berpusat di Wina, Austria.
Internasional KAICIID secara intensif membicarakan persoalan penting yang sering menjadi penghalang terjadinya hubungan harmonis antaragama dan kebudayaan.
Pradana juga tergabung dalam jaringan International KAICIID Fellow Network.
"Isu-isu sensitif lain juga tidak lepas dari perbincangan, seperti soal konflik Palestina-Israel, atau isu tentang pembantaian ras di Myanmar. Namun, karena tujuan utama adalah mencari jalan keluar dan mengampanyekan perdamaian, munculnya isu-isu sensitif itu tidak sampai mengganggu jalannya dialog," kata Pradana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Saat ini, Pradana berada di Florence, Italia, untuk menghadiri pertemuan "Second Project Meeting GREASE Research Project Radicalisation, Secularism and The Governance of Religion: Bringing Together European and Asian Perspectives" yang berlangsung pada 17-18 Juni 2019.
"Saat ini Eropa berjuang mengatasi masalah keragaman agama dan radikalisasi, sangatlah berguna untuk melihat bagaimana agama lain menghadapi isu-isu ini," kata Pradana Boy ketika dihubungi dari Malang, Selasa.
Dalam melakukan riset bersama sejumlah dosen dari berbagai perguruan tinggi di dunia, proyek GREASE diharapkan bisa memberikan pemikiran akademik yang inovatif pada sekularisasi dan radikalisasi, serta memberikan pandangan untuk pemerintah dengan fokus mencegah radikalisasi.
Sejumlah lembaga perguruan tinggi dan pusat studi di dunia, dengan dipimpin Prof Anna Triandafylidou dari European University Institute, terlibat dalam kolaborasi riset selama tiga tahun, sejak Oktober 2018.
"Pada bulan Desember 2018, kami sudah ketemu untuk rapat permulaan. Kami akan terus bertemu dalam konsorsium ini sampai 2021," kata dia.
Proyek itu didanai European Union’s Horizon 2020, program penelitian dan inovasi. GREASE berusaha mengurai paradoks radikalisasi agama yang tumbuh di tengah arus sekularisasi. Proyek itu menguji klaim bahwa integrasi migran di Eropa telah gagal karena generasi muda kedua yang telah termarginalisasi dan teradikalisasi, bahkan beberapa dari mereka berubah menjadi bagian dari jaringan terorisme jihad.
Sejumlah negara yang terlibat dalam penelitian tersebut, Australia (Deakin University), United Kingdom (Bristol University), Turki (Turkish Economic and Social Studies Foundation), Maroko (University Muhammad V), Italia (European University Institute), India (Jawaharlal Nehru University), Bulgaria (Center for the Study of Democracy), Jerman (SPIA Research Communications), Indonesia (UMM), Malaysia (SIRD Kuala Lumpur).
"Ini adalah pertemuan kedua, agendanya adalah presentasi 'progress report' penelitian. Pada tahap ini berupa laporan dan presentasi singkat tentang profil negara," kata Pradana yang juga Asisten Staf Khusus Presiden Republik Indonesia bidang Keagamaan Internasional.
Pradana Boy sebelumnya juga telah menyandang gelar duta perdamaian antaragama internasional
Gelar kehormatan itu disandang Pradana setelah mendapatkan kesempatan sebagai "international fellow in interreligious dialogue" oleh King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) yang berpusat di Wina, Austria.
Internasional KAICIID secara intensif membicarakan persoalan penting yang sering menjadi penghalang terjadinya hubungan harmonis antaragama dan kebudayaan.
Pradana juga tergabung dalam jaringan International KAICIID Fellow Network.
"Isu-isu sensitif lain juga tidak lepas dari perbincangan, seperti soal konflik Palestina-Israel, atau isu tentang pembantaian ras di Myanmar. Namun, karena tujuan utama adalah mencari jalan keluar dan mengampanyekan perdamaian, munculnya isu-isu sensitif itu tidak sampai mengganggu jalannya dialog," kata Pradana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019