Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas terus medorong petani buah naga beralih ke sistem tanam semiorganik, karena harga buah naga jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan cara tanam pada umumnya.

Dalam keterangan tertulis diterima ANTARA di Banyuwangi, Senin, Anas berkunjung ke petani buah naga di Kecamatan Bangorejo, yang merupakan tempat para petani buah naga berinovasi mengembangkan budi daya dengan sistem semiorganik.

Saat menemui petani buah naga di Kecamatan Bangorejo, Anas berharap inovasi semiorganik tersebut terus dikembangkan.

"Saya telah meminta Dinas Pertanian memperkuat pendampingan. Ayo beralihnya ke semiorganik dan organik, karena harganya pasti akan jauh lebih mahal dibanding yang biasa," ujar Anas.

Para petani buah naga di Kecamatan Bangorejo, saat ini tengah tersenyum bahagia, karena selama Ramadhan dan libur Lebaran, produksi buah naga mereka cukup melimpah dengan harga yang tinggi.

Tarmijan, salah seorang petani yang meraup hasil panen buah naga di lahan seluas 2 hektare, mengembangkan buah naga semiorganik dengan kandungan kimia tergolong minim.

"Setiap panen buah naga kami langsung kirim ke Jakarta, juga ke supermarket dan toko-toko buah di Surabaya. Berapa pun yang kita kirim pasti akan dibeli mereka, karena buah naga saya semiorganik," katanya.

Bahkan dalam setahun, Tarmijan menangguk hasil yang lumayan besar dan dalam satu hektare bisa menghasilkan 24.000 kg.

"Kalau diambil rata-rata harga buah naga Rp15.000 per kilogram, dalam satu hektare bisa memperoleh omzet Rp360 juta, sementara biaya produksinya sekitar Rp110 juta, jadi hasilnya lumayan," ujarnya.

Dengan asumsi harga buah naga sistem tanam biasa Rp15.000 per kilogram tersebut, Tarmijan untung Rp250 juta. Kentungan Tarmijan bisa dipastikan tambah baik karena harga buah naga semi-organiknya bisa mencapai Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram.

"Ini sebenarnya belum masuk masa panen. Tapi, ada pendekatan teknologi pertanian sederhana untuk bisa mempercepat hasil panen. Jadi sekarang kami masih bisa panen meskipun belum masuk panen raya," paparnya.

Pendekatan teknologi pertanian yang dimaksud Tarmijan, yakni dengan menggunakan lampu sebagaimana banyak dilakukan oleh petani buah naga lainnya, karena lampu itu berfungsi untuk mendorong proses pembuahan.

"Kalau pakai lampu itu bisa berbuah sepanjang tahun, tidak menunggu musim. Kalau musim kan biasanya dalam setahun hanya berbuah selama enam bulan, akan tetapi kalau pakai lampu,  sepanjang tahun terus berbuah," katanya.

Selain itu, menurut ia, untuk melakukan perawatan terhadap tanah, para petani buah naga lainnya memanfaatkan teknologi sederhana yang diberi nama SIPLO (sistem intensifikasi potensi lokal). Alat tersebut berfungsi untuk ionisasi pada tanah, sehingga unsur hara terserap maksimal oleh tanaman.

"Alatnya dialiri listrik, kemudian ujung kabel lainnya dimasukkan ke tanah yang basah," kata Koordinator dan Pemasaran SIPLO Hera Fatmawati.

Dengan teknologi itu, buah naga yang dihasilkan memiliki kandungan residu logam berat di bawah standard SNI yang sudah diuji di laboratorium Sucofindo.

"Ini baru saja kami gunakan, kualitas dan mutu buah naga yang dihasilkan meningkat," kata Fatmawati.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019