Puluhan pelaku seni tradisional Taman Hiburan Rakyat (THR) menggelar demonstrasi di gedung DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat, akibat dari tindakan dinas kebudayaan dan pariwisata setempat yang mengambil gamelan dan mengunci Gedung Kesenian Pringgondani di THR.
"Tindakan pengambilan gamelan ini sudah tidak bisa ditolelir lagi," kata Sekretaris Kesenian Irama Budaya Sinar Nusantara Meymura saat di gedung DPRD Surabaya.
Selain menyampaikan tuntutan, para peserta aksi dari kalangan ibu-ibu dan anak-anak menampilkan Tari Remo dan tembang mucopat di halaman depan gedung DPRD Surabaya. Tampak Ketua DPRD Surabaya menyambut kedatangan para seniman tersebut.
Meymura menjelaskan pada 9 Mei lalu ada oknum petugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya telah mengambil alat musik gamelan milik pekerja seni dengan alasan yang tidak jelas.
"Jujur kami menyesalkan kejadian itu. Apalagi pengambilan itu tidak ada berita acaranya," katanya.
Menurut Meimura, gamelan yang berada di ruang Pringgodani sudah lama digunakan para seniman. Untuk itu, meski gamelan itu milik Disbudpar Surabaya harus ada mekanismenya ketika hendak mengambil.
"Saya menilai pemerintah kota tidak memiliki solusi. Begitu juga soal pengosongan di THR," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap DPRD Surabaya bisa membantu para seniman THR terkait permasalahan ini. "Pemkot Surabaya sudah arogan dengan seniman," ujarnya.
Hal sama juga dikatakan penasehat Ludruk Gema Budaya THR, Bagong Sinukerto. Ia menuturkan pengembalian gamelan oleh Disbudpar Surabaya tidak dapat dibenarkan. "Kita tunggu akhirnya seperti apa. Jika buntu akan kita kaji rencana melayangkan gugatan," ujarnya.
Bagong menegaskan pengambil alat kesenian berupa gamelan di THR beberapa waktu lalu bisa dikategorikan pelanggaran pidana. Hal itu mengacu pada UU Nomor 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
"Sesuai pasal 55 ancamanya 5 tahun atau denda Rp10 miliar bagi pihak-pihak yang berusaha menghambat kemajuan kesenian," ujarnya.
Untuk itu, Bagong juga meminta Pemkot Surabaya tidak semena-mena dalam memperlakukan para seniman di Surabaya.
Salah satu seniman, Hartiyah menambahkan jika kepedulian pemerintah kota terhadap kesenian tradisional sangat rendah. Bahkan dirinya mengaku cemburu dengan perhatian Pemerintah DKI Jakarta, Solo dan Semarang pada kesenian tradisional yang ada di daerah tersebut.
"Di DKI Jakarta seniman dibuatkan tempat khusus. Sementara di sini kepedulian itu hampir tidak ada," katanya.
Menanggapi keluhan dari pada seniman, Ketua DPRD Surabaya, Armuji mengatakan pihaknya menyayangkan adanya mengambil alat musik gamelan milik pekerja seni di THR itu. "Semestinya perlu ada dialog. Jadi Disbudpar tidak bisa langsung main angkut," ujar Armuji.
Politikus PDIP ini juga menyoroti pengosongan tempat kesenian di THR yang orientasinya hanya untuk kepentingan bisnis semata. Oleh karena itu, Armuji berencana mengundang instansi terkait dalam pertemuan berikutnya. Termasuk dengan mengundang para seniman yang ada.
"Saya harap pada pertemuan berikutnya para seniman yang datang jumlah lebih banyak," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Tindakan pengambilan gamelan ini sudah tidak bisa ditolelir lagi," kata Sekretaris Kesenian Irama Budaya Sinar Nusantara Meymura saat di gedung DPRD Surabaya.
Selain menyampaikan tuntutan, para peserta aksi dari kalangan ibu-ibu dan anak-anak menampilkan Tari Remo dan tembang mucopat di halaman depan gedung DPRD Surabaya. Tampak Ketua DPRD Surabaya menyambut kedatangan para seniman tersebut.
Meymura menjelaskan pada 9 Mei lalu ada oknum petugas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya telah mengambil alat musik gamelan milik pekerja seni dengan alasan yang tidak jelas.
"Jujur kami menyesalkan kejadian itu. Apalagi pengambilan itu tidak ada berita acaranya," katanya.
Menurut Meimura, gamelan yang berada di ruang Pringgodani sudah lama digunakan para seniman. Untuk itu, meski gamelan itu milik Disbudpar Surabaya harus ada mekanismenya ketika hendak mengambil.
"Saya menilai pemerintah kota tidak memiliki solusi. Begitu juga soal pengosongan di THR," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap DPRD Surabaya bisa membantu para seniman THR terkait permasalahan ini. "Pemkot Surabaya sudah arogan dengan seniman," ujarnya.
Hal sama juga dikatakan penasehat Ludruk Gema Budaya THR, Bagong Sinukerto. Ia menuturkan pengembalian gamelan oleh Disbudpar Surabaya tidak dapat dibenarkan. "Kita tunggu akhirnya seperti apa. Jika buntu akan kita kaji rencana melayangkan gugatan," ujarnya.
Bagong menegaskan pengambil alat kesenian berupa gamelan di THR beberapa waktu lalu bisa dikategorikan pelanggaran pidana. Hal itu mengacu pada UU Nomor 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
"Sesuai pasal 55 ancamanya 5 tahun atau denda Rp10 miliar bagi pihak-pihak yang berusaha menghambat kemajuan kesenian," ujarnya.
Untuk itu, Bagong juga meminta Pemkot Surabaya tidak semena-mena dalam memperlakukan para seniman di Surabaya.
Salah satu seniman, Hartiyah menambahkan jika kepedulian pemerintah kota terhadap kesenian tradisional sangat rendah. Bahkan dirinya mengaku cemburu dengan perhatian Pemerintah DKI Jakarta, Solo dan Semarang pada kesenian tradisional yang ada di daerah tersebut.
"Di DKI Jakarta seniman dibuatkan tempat khusus. Sementara di sini kepedulian itu hampir tidak ada," katanya.
Menanggapi keluhan dari pada seniman, Ketua DPRD Surabaya, Armuji mengatakan pihaknya menyayangkan adanya mengambil alat musik gamelan milik pekerja seni di THR itu. "Semestinya perlu ada dialog. Jadi Disbudpar tidak bisa langsung main angkut," ujar Armuji.
Politikus PDIP ini juga menyoroti pengosongan tempat kesenian di THR yang orientasinya hanya untuk kepentingan bisnis semata. Oleh karena itu, Armuji berencana mengundang instansi terkait dalam pertemuan berikutnya. Termasuk dengan mengundang para seniman yang ada.
"Saya harap pada pertemuan berikutnya para seniman yang datang jumlah lebih banyak," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019