Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menggelar pelatihan manajemen kasus pelayanan anak berbasis masyarakat yang diikuti perwakilan warga dari 11 desa layak anak di daerah tersebut, Kamis (2/5) - Jumat (3/5).

Program pelatihan yang didukung UNICEF itu digelar di gedung PKK kompleks pendopo Kabupaten Tulungagung itu berlangsung interaktif.

Peserta dari unsur pendamping sosial (SLRT maupun PKH) maupun perwakilan Forum Anak Desa (FAD) dan perangkat desa yang turut serta dalam program pelatihan manajemen kasus pelayanan anak itu aktif bersinergi dalam memetakan kasus-kasus anak yang sudah terjadi, maupun rasio kerentanan sosial pada anak.

Tak berhenti di situ, peserta yang dibagi dalam tiga kelompok itu juga berdiskusi dan membuat skema solusi guna pemecahan masalah melalui simulasi yang terprogram berbasis masyarakat.

"Mereka sengaja kami kumpulkan dua hari di sini untuk berlatih bersinergi dalam menginisiasi PATBM (perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat)," kata Direktur LPA Kabupaten Tulungagung Winny Isnaini dikonfirmasi di sela pelatihan.

Bersama sejumlah penggiat ULT PSAI Tulungagung yang lain, Winny aktif memandu dan mengevaluasi jalannya pelatihan manajemen kasus pelayanan anak berbasis masyarakat desa itu.

Mulai dari identifikasi kasus yang sudah terjadi di lingkungan desa masing-masing, potensi kerentanan yang dihadapi anak, hingga pembelajaran penyusunan program pencegahan secara mandiri.
Peserta memaparkan identifikasi kasus dan langkah-langkah penanganan pertama yang bersifat pencegahan dan penanggulangan. (Destyan Handri Sujarwoko)


Kasus kerentanan anak yang muncul dalam forum pelatihan cukup beragam. Mulai dari masalah seks bebas anak di bawah umur yang berujung kehamilan, anak disabilitas, anak punk, anak TKI yang tidak mendapat pengasuhan dari orang tua, dan masih banyak kasus kekerasan anak lainnya.

"Warga desa sendiri yang mengurai permasalahan yang ada di desanya dan menyusun rencana aksi yang bisa dilakukan. Ini kan ajang untuk mengawinkan antara pilar kessos (kesejahteraan sosial) dengan masyarakat agar mereka tidak jalan sendiri-sendiri," papar Winny.

Total ada 11 desa yang telah menyandang status desa layak anak dilibatkan dalam pelatihan tersebut.

Dua desa di antaranya, yakni Desa Kesambi (Kecamatan Bandung) dan Bathokan (Kecamatan Ngantru) merupakan desa percontohan, dimana sistem PATBM dan forum anak desanya sudah berjalan efektif dan berkelanjutan.

Kini, lanjut Winny, penguatan kapasitas masyarakat desa untuk terlibat dalam PATBM dikembangkan ke sembilan desa lain yang telah memiliki forum anak desa dan efektif.

Sembilan desa itu adalah Desa Kendalbulur Kecamatan Boyolangu, Desa Banaran Kecamatan Kauman, Desa Sumberingin Kidul Kecamatan Ngunut, Desa Bandung Kecamatan Bandung, Desa Pulerejo Kecamatan Ngantru, Desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol, Desa Plandaan Kecamatan Kedungwaru, Desa Siyotobagus Kecamatan Besuki dan Kelurahan Botoran Kecamatan Tulungagung.

LPA dan ULT PSAI mengistilahkan sembilan desa baru yang sedang pembentukan PATBM itu sebagai desa replikasi. 
 
Peserta secara berkelompok merumuskan identifikasi kasus dan langkah-langkah penanganan pertama yang bersifat pencegahan dan penanggulangan. (Destyan Handri Sujarwoko)

Format PATBM di sembilan desa ini akan mencontoh sistem PATBM di Desa Bathokan Kecamatan Ngantru dan Desa Kesambi Kecamatan Bandung yang sudah lebih dulu berjalan.

"Semua kasus yang diangkat dalam pelatihan dua hari terakhir oleh masing-masing desa yang kami dalam tiga kelompok ini semuanya riil. Semua permalasahan diurai dan akan ditindaklanjuti secara nyata dan terpadu oleh FAD dibantu para pendamping kessos di lapangan dan supervisi dari kami (ULT PSAI)," katanya.

Dalam skema perencanaan yang disusun dan disepakati hari kedua, semua kasus anak yang muncul dan terurai dalam pelatihan dijadwalkan untuk mulai dilakukan aksi pencegahan dan penanggulangan mulai pertengahan Mei atau saat ibadah puasa di bulan Ramadan berlangsung.

Mereka dalam prosesnya  akan didorong untuk membangun sistem PATBM yang mengusung dua fungsi utama, yakni melakukan program perlindungan anak dan menangani kasus.

Menurut Winny, segala upaya itu bermuara pada terkonsolidasinya gerakan preventif secara terpadu di basis masyarakat desa.

Misalnya tentang apa dan bagaimana memahami desa masing-masing.

Perilaku sosial apa yg ada di benak masyarakat tetapi masih merugikan. 

"Semua diidentifikasi untuk kemudian dilakukan gerakan-gerakan yang sifatnya membuat masyarakat ikut melindungi anak. Ini sifatnya preventif, pencegahan, melalui langkah-langkah intervensi yang terkoordinasi," ujarnya. 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019