Pimpinan DPRD Kota Surabaya mengusulkan kepada pemerintah kota setempat agar membuat polling atau jajak pendapat di kalangan masyarakat terkait perlu tidaknya transportasi massal cepat berbasil jalan rel di Kota Pahlawan, Jatim menyusul Jakarta kini menerapkan Mass Rapit Transit (MRT).
"Polling itu perlu untuk mengetahui keinginannya warga Surabaya seperti apa," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, selama ini Pemkot Surabaya dalam menerapkan kebijakannya selalu menggunakan pendekatan atas ke bawah, bukan bawah ke atas. Tentunya dengan adanya jajak pendapat ini, lanjut dia, ada perubahan paradigma kebijakan pemkot diambil dari aspirasi langsung di kalangan masyarakat bawah.
Apalagi, lanjut dia, transportasi massal ini berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga pendapat mayoritas warga Surabaya dibutuhkan untuk memutuskan langkah atau kebijakan terbaik yang diambil Pemkot Surabaya.
Masduki mengatakan sejak 2010, Pemkot Surabaya merencanakan adanya Angkutan Massal Cepat (AMC) berupa trem dan monorel. Bahkan, lanjut dia, semua persiapan baik teknis maupun penunjang serta perencanaan anggaran sudah dilalui dengan matang.
Hanya saja, menurut Masduki, semua itu tidak ada gunanya karena Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tidak bisa mewujudkannya karena tidak mendapat dukungan politik anggaran dari pemerintah pusat.
"Sebetulnya (trem) sudah dianggarkan. Tapi selama ini dana itu bolak-balik hanya untuk DED (Detail Engineering Design)," katanya.
Untuk itu, kata dia, dengan adanya hasil polling, nantinya akan ada pembahasan antara Pemkot Surabaya dan DPRD Surabaya serta pihak-pihak lain untuk merumuskan transportasi massal berbasis jalan rel di Surabaya. Sehingga, menurut Masduki, tidak harus trem, melainkan bisa saja MRT, LRT atau monorel.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad mengatakan sebenarnya sudah MoU atau kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Pemkot Surabaya dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) terkait reaktivasi jalur kereta api dalam Kota Surabaya pada 2015.
"Sampai saat ini kami masih komitmen dengan MoU itu. Kita tetap menjalankan yang domain kita, seperti membangun park and ride, trotoar, halte, trunk, feeder dan subsidi tarif," katanya.
Saat ditanya mengenei komitmen kedua belah pihak lainnya, Irvan enggan mengatakanya. Ia menyarakankan agar tanya langsung kepada Ditjen Perkeretaapian atau PT KAI.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan menyerah untuk merealisasikan proyek angkutan massal cepat, trem, yang sudah digagas sejak awal menjabat pada 2010. Risma mengatakan saat ini untuk bisa merealisasikan proyek trem yang sudah lama direncanakan, susah. Terlebih waktu jabatannya hanya tersisa dua tahun ke depan.
Sedangkan sampai saat ini, kata dia, kejelasan proyek trem terutama masalah pendanaan fisik dan infrastruktur juga belum jelas. Hal tersebut menjadi kendala utama yang akhirnya harus menyerah pada kenyataan untuk tidak mengejar realisasi proyek trem.
"Tidak bisa terealisasi, karena saya tinggal dua tahun. Sedangkan konstruksi angkutan massal itu butuh dua tahun, jadi tidak mungkin," kata Risma. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Polling itu perlu untuk mengetahui keinginannya warga Surabaya seperti apa," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, selama ini Pemkot Surabaya dalam menerapkan kebijakannya selalu menggunakan pendekatan atas ke bawah, bukan bawah ke atas. Tentunya dengan adanya jajak pendapat ini, lanjut dia, ada perubahan paradigma kebijakan pemkot diambil dari aspirasi langsung di kalangan masyarakat bawah.
Apalagi, lanjut dia, transportasi massal ini berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga pendapat mayoritas warga Surabaya dibutuhkan untuk memutuskan langkah atau kebijakan terbaik yang diambil Pemkot Surabaya.
Masduki mengatakan sejak 2010, Pemkot Surabaya merencanakan adanya Angkutan Massal Cepat (AMC) berupa trem dan monorel. Bahkan, lanjut dia, semua persiapan baik teknis maupun penunjang serta perencanaan anggaran sudah dilalui dengan matang.
Hanya saja, menurut Masduki, semua itu tidak ada gunanya karena Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tidak bisa mewujudkannya karena tidak mendapat dukungan politik anggaran dari pemerintah pusat.
"Sebetulnya (trem) sudah dianggarkan. Tapi selama ini dana itu bolak-balik hanya untuk DED (Detail Engineering Design)," katanya.
Untuk itu, kata dia, dengan adanya hasil polling, nantinya akan ada pembahasan antara Pemkot Surabaya dan DPRD Surabaya serta pihak-pihak lain untuk merumuskan transportasi massal berbasis jalan rel di Surabaya. Sehingga, menurut Masduki, tidak harus trem, melainkan bisa saja MRT, LRT atau monorel.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad mengatakan sebenarnya sudah MoU atau kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Pemkot Surabaya dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) terkait reaktivasi jalur kereta api dalam Kota Surabaya pada 2015.
"Sampai saat ini kami masih komitmen dengan MoU itu. Kita tetap menjalankan yang domain kita, seperti membangun park and ride, trotoar, halte, trunk, feeder dan subsidi tarif," katanya.
Saat ditanya mengenei komitmen kedua belah pihak lainnya, Irvan enggan mengatakanya. Ia menyarakankan agar tanya langsung kepada Ditjen Perkeretaapian atau PT KAI.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan menyerah untuk merealisasikan proyek angkutan massal cepat, trem, yang sudah digagas sejak awal menjabat pada 2010. Risma mengatakan saat ini untuk bisa merealisasikan proyek trem yang sudah lama direncanakan, susah. Terlebih waktu jabatannya hanya tersisa dua tahun ke depan.
Sedangkan sampai saat ini, kata dia, kejelasan proyek trem terutama masalah pendanaan fisik dan infrastruktur juga belum jelas. Hal tersebut menjadi kendala utama yang akhirnya harus menyerah pada kenyataan untuk tidak mengejar realisasi proyek trem.
"Tidak bisa terealisasi, karena saya tinggal dua tahun. Sedangkan konstruksi angkutan massal itu butuh dua tahun, jadi tidak mungkin," kata Risma. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019