Sebanyak 60 orang mahasiswa asing dari 21 negara mengikuti lomba membaca berita berbahasa Indonesia yang diselenggarakan Pusat Bahasa Ubaya (ULC) bekerja sama dengan Direktorat Kerja sama Kelembagaan Ubaya di Surabaya, Kamis.

Direktur Pusat Bahasa Ubaya Devi Rachmasari mengatakan, peserta lomba merupakan mahasiswa asing yang tergabung dalam program Darmasiswa Republik Indonesia 2018/2019 dari 20 universitas yang mengirimkan perwakilan.

"Salah satu tujuan diadakannya lomba adalah memperkenalkan program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) yang ada di pusat lembaga bahasa Ubaya. Selain itu, kita dapat mengakrabkan hubungan antara pengelola dan universitas yang tergabung dalam Darmasiswa," katanya.

Peserta dapat memilih membaca berita melalui teks atau layar dari topik dan naskah berita yang telah disediakan panitia penyelenggara. Durasi perlombaan untuk masing-masing peserta diberikan waktu selama 90 detik.

Indikator penilaian dari juri berdasarkan pada kelancaran membaca, di mana peserta dapat membaca berita sesuai dengan tanda baca, intonasi yang tepat, pelafalan kata-kata bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta penampilan.

"Selain itu, gaya berpakaian, postur tubuh, kontak mata, dan bahasa tubuh ketika menyampaikan berita merupakan poin lebih dalam penilaian penampilan," kata Devi.

Dari 60 peserta nantinya dipilih 10 finalis untuk berlomba memperebutkan juara, peringkat kedua dan ketiga. Pemenang lomba akan membawa pulang sertifikat dan hadiah uang.

Devi berharap melalui acara ini bisa membuat mahasiswa asing menjadi cinta terhadap bahasa dan budaya Indonesia sesuai dengan harapan program Darmasiswa, yakni menginternasionalisasikan bahasa Indonesia.

"Setelah adanya kegiatan ini diharapkan ketika pulang ke negara masing-masing, mahasiswa dapat mengajarkan bahasa Indonesia kepada teman-temannya," ujarnya.

Mahasiswa asal Jerman, Kamila Barbara, mengaku membaca berita berbahasa Indonesia sangat susah, karena banyak kalimat yang harus dipahami.

Meski begitu, tidak ada persiapan khusus yang dilakukan Kamila. Dia hanya belajar selama dua minggu di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

"Orang Indonesia berbicara secara cepat, menurut saya sulit untuk dimengerti. Tapi, nanti saya akan belajar terus bahasa Indonesia, karena juga kerja di kedutaan di Berlin," ucapnya.

Senada dengan Karmila, mahasiswa asal Tiongkok, Liu Tianhui, juga mengalami kesulitan yang disebabkan pengucapan nama Indonesia susah bagi warga Tiongkok.

"Karena dari huruf, kata dengan kalimat sangat berbeda dengan bahasa Tiongkok. Tapi, kebanyakan bisa dipahami kalimatnya, asal kamu paham kapan berhenti," ucapnya.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019