Puluhan warga Medokan Semampir didampingi Lembaga Anti Korupsi East Java Corruption And Judicial Watch Organization mempertanyakan alih fungsi lahan seluas 6,1 hektare di wilayahnya untuk makam dengan mendatangi Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu.

Ketua Umum Lembaga Anti Korupsi East Java Corruption And Judicial Watch Organization (ECJWO) Miko Saleh mengatakan, lahan tersebut sebelumnya merupakan tanah kas desa yang beralih menjadi hak milik perorangan dan akhirnya kembali dibeli oleh Pemkot Surabaya.

"Kami menanyakan kepada pemkot keberadaan tanah kas desa yang dulu pernah di-ruislag, karena banyak menyalahi aturan," kata Miko Saleh.

Miko mengkritisi pembelian aset negara menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Surabaya itu. Ia mengatakan Pemkot Surabaya membeli tanah di Medokan Semampir untuk perluasan lahan makam di kawasan Surabaya Timur.

Namun, lanjut dia, tanah yang dipersoalkan warga, secara fisik berada di Medokan Semampir berbatasan dengan Keputih. Namun, dalam sertifikatnya tertulis berada di Keputih.

"Padahal, lahan milik pemkot, namun dibeli seakan milik perseorangan," ujarnya.

Ia menyampaikan, warga Medokan Semampir menuntut pemerintah kota transparan soal proses tukar guling lahan yang berlangsung sekitar tahun 2002, terutama saat tanah tersebut tiba-tiba menjadi milik perseorangan.

Miko mengatakan, bahwa tanah ganjaran awalnya seluas 6,1 Hektare. Namun fakta di lapangan hanya tinggal kurang dari 4 hektare dan, terbagi menjadi tiga bagian.

"Yang jadi persoalan 2,2 hektare dari luas 6,1 hektare. Di situ berdiri nama seseorang," kata Caleg DPRD Jatim Dapil 5 Jember – Lumajang dari Partai Perindo ini.

Aksi unjuk rasa warga Medokan Semampir mendapat respons Pemerintah Kota Surabaya. Beberapa perwakilan bertemu dengan Kepala Dinas Pengelolan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya, Maria Theresia Rahayu, dan beberapa pejabat lainnya.

Pertemuan tersebut berlangsung singkat karena pemerintah kota akan mengundang warga dan beberapa pihak terkait untuk menuntaskannya. Usai menemui warga, Maria Theresia mengatakan, bahwa pihaknya tak bisa merespon langsung tuntutan warga, karena harus mengklarifikasi terlebih dahulu datanya.

"Jika masalah tanah gak ada datanya khawatir keliru," katanya.

Perempuan yang akrab disapa Yayuk ini mengungkapkan, pihaknya akan mengkroscek data lahan yang dipersoalkan warga ke kelurahan setempat. Apalagi, menurutnya kasus tersebut juga berlangsung cukup lama. "Harapan kita ada solusi terbaik," katanya.

Ia menyebut data yang diperlukan adalah berkaitan dengan kapan "ruislag" dilakukan, lokasinya dimana, siapa yang melakukan, kemudian prosedurnya bagaimana.

"Kalau belum menemukan data itu, saya ngomong bisa keliru," katanya.

Maria Theresia menyampaikan, pertemuan dengan warga Medokan Semampir direncanakan, Rabu (20/3). Dalam petrtemuan tersebut, selain warga, juga akan diikuti perwakilan kelurahan, kecamatan, Dinas Tanah dan Bangunan, Kejaksaan dan Kepolisian. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019