Perajin tunggak jati  atau gembol di sejumlah desa di Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur, mulai kesulitan memperoleh bahan di kawasan hutan karena stok semakin menipis sejak beberapa tahun terakhir.

Seorang perajin tunggak jati atau akar jati di Desa Geneng, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro Sulisno, di kediamannya Kamis, menjelaskan  bahan tunggak jati yang tersedia di kawasan hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Padangan, yang dekat dengan lokasi perajin semakin sulit diperoleh sejak beberapa tahun terakhir. 

Tapi, lanjut dia dibenarkan perajin tunggak jati di desa setempat Nyono, perajin tunggak jati di desa setempat juga Desa Meduri, juga di Kecamatan Margomulyo, masih bisa memperoleh bahan tunggak jati dari KPH Nganjuk, Caruban, Madiun dan KPH di Blora, Jateng.

Tunggak jati di kawasan hutan Ngawi, lanjut Sulisno, ditampung para perajin tunggak di sejumlah desa di  Ngawi.

" Di Ngawi cukup banyak perajin tunggak jati," ujarnya.

Di lain pihak, menurut dia, tunggak jati di kawasan KPH Bojonegoro, kata Sulisno,  untuk tunggak jati yang diperoleh perajin kualitasnya tidak bagus.

Ia nenyebutkan di Desa Geneng, Kecamatan Margomulyo, ada 64 perajin tunggak jati belum termasuk desa lainnya.

"Kami memang mencegah tunggak jati di bawa keluar, sebab kalau dibiarkan bisa merusak kawasan hutan, " kata Manajer Bisnis KPH Bojonegoro Ahmad Yani menambahkan.

Selama ini para perajin tunggak jati, mempola tunggak jati menjadi berbagai kerajinan mulai mebel, kursi, rak, hiasan selendang akar jati, mangkuk, juga bentuk kerajinan lainnya. Pembelinya, kata Sulisno, tidak hanya konsumen dalam negeri tapi juga dari berbagai negara di luar negeri, seperti Amerika Serikat, Italia, Jepang juga negara lainnya.

" Tapi pembeli luar negeri yang datang kesini untuk proses pengiriman ditangani pedagang dari Bali atau Yogyakarta, " kata dia menjelaskan.

Ia mencontohkan dirinya memperoleh pesanan puluhan kerajinan selendang akar jati juga pesanan pembeli luar negeri yang dibeli pedagang asal Bali."Kalau kerajinan selendang akar jati ini pesanan. Sebab harganya Rp850 ribu per kerajinan," ucapnya seraya menambahkan bawa onzet kotor kerajinan tunggak jati di tempatnya mencapai Rp30 juta/bulan.

Namun, untuk harga kerajinan tunggak jati para perajin membuat secara rutin, sepeti mangkuk, asbak, juga meja dan kursi dengan harga mulai Rp50.000 sampai  Rp2,5 juta per unit.

Kepala Puslitbang LPPM UPNV Yogyakarta Dr. Sri Suryaningsum, berpendapat bahwa harus ada usaha mempertahankan perajin tunggak jati di Bojonegoro tidak berhenti berproduksi karena kehabisan bahan.

Salah satu cara menjadikan lokasi setempat menjadi objek wisata dengan produksi kerajinan tunggak jati tapi dengan pola tertentu yang prinsipnya  menghemat bahan.

"Pengunjung yang datang pulangnya membeli kerajinan sebagai oleh-oleh bukan produksi kerajinan setempat dibeli pedagang dari luar kemudian dikirim ke luar negeri dengan jumlah banyak," katanya. (*)





 

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019