Probolinggo (Antaranews Jatim) - Nelayan Kabupaten Probolinggo tetap melaut dengan alat tangkap bubu yang ramah lingkungan pada saat musim angin barat yang terjadi di perairan pantai utara Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
     
Fenomena angin barat yang terjadi di perairan pantura Probolinggo sejak Januari hingga kini berdampak pada kehidupan sebagian besar nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring dan pancing yang menghentikan aktivitasnya melaut, namun  untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu tetap bisa mencari ikan.
     
"Saya tetap bisa melaut dengan menggunakan alat tangkap bubu yakni alat tangkap gabungan bambu dan jaring yang desainnya dibuat agar ikan bisa masuk, tetapi tidak bisa keluar," kata nelayan Johan Okta Riyanto di Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Selasa.
     
Menurutnya umpan berupa ikan kecil dipasang di dalam bubu dan jaring bubu juga dibuat hanya untuk ikan besar saja, sedangkan ikan kecil yang terjebak di dalam bubu tetap busa keluar dari jaring-jaring.
     
"Alat tangkap bubu dipasang di tempat adanya rumpon atau rumah ikan karena disana tempat berkumpulnya ikan dengan ikan sasaran tangkapan mulai dari ikan kerapu, ikan kakap, ikan baronang hingga ikan putihan," tuturnya.
     
Setelah bubu dipasang, lanjut dia, nelayan lalu pulang dan selang beberapa jam, nelayan kembali lagi melihat hasil jebakan ikannya dan nelayan bisa memasang 1-3 kali bubu setiap harinya, namun tergantung ketersediaan umpan yang ada.
     
"Angin barat itu hanya berdampak pada nelayan yang mencari ikan menyisir ke tengah laut, sedangkan kami menangkap ikan dari rumah ikan. Namun, tidak semua nelayan di perairan pantai utara sukses dengan metode tangkap bubu," katanya.
   
 Ia mengatakan menangkap ikan dengan cara tersebut menjamin ekosistem ikan masih aman, sehingga perairan itu terbebas dari racun dan penggunaan alat tangkap pukat harimau.
     
"Sebelum pakai bubu, rumah ikan dan rumpon harus dibuat dulu. Kalau sudah sebulan, biasanya sudah banyak ikan yang ada disana dan baru bisa menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap bubu," uajrnya.
     
Untuk membuat rumpon dan rumah ikan, lanjut dia, dibutuhkan biaya sekitar Rp3 juta dan jika dibuat dari limbah kayu dan bambu, maka nelayan bisa menghemat biaya dan biaya pembuatan alat tangkap bubu per unit sekitar Rp650 ribu, sehingga rata-rata nelayan punya 4-8 bubu.
   
 "Saat ini, rata-rata nelayan Pantai Binor bisa menangkap ikan kerapu, ikan kakap dan ikan baronang sekitar 20-40 kilogram per hari, sedangkan ikan putihan bisa mencapai 50 kilogram per hari," katanya.
     
Johan mengatakan harga jual ikan kerapu Rp65 ribu per kilogram, ikan kakap dan baronang Rp53 ribu per kilogram, sedangkan ikan putihan Rp35 ribu per kilogram yang dijual kepada pengepul yang punya pasar ke restoran Bali, sehingga hasil tangkapan nelayan pasti terbeli karena permintaan dari restoran Bali cukup banyak.
     
Sementara Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo Wahid Noor Aziz mengimbau nelayan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan seperti  jaring insang, trammel net, bubu lipat ikan, bubu rajungan, pancing ulur, rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, serta pole and line. 
   
"Kami berharap nelayan ikut menjaga ekosistem laut dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan," katanya.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019