Probolinggo (Antaranews Jatim) - Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo Wahid Noor Aziz mengatakan, nelayan di daerah setempat mulai tertarik untuk menggunakan alat tangkap jaring milenium yang ramah lingkungan untuk mendapatkan ikan.
"Inovasi kemaritiman bidang perikanan tangkap di Kabupaten Probolinggo terus dikembangkan dan salah satunya dengan penggunaan alat tangkap jaring milenium. Alat itu mulai diminati nelayan setempat," kata Wahid Noor di Probolinggo, Senin.
Menurut ia, alat tangkap ikan di Kabupaten Probolinggo beragam dan setiap desa atau kecamatan terkadang berbeda, seperti nelayan di Kecamatan Tongas yang mayoritas menggunakan alat tangkap jaring rajungan dan bubu rajungan, kemudian nelayan Banjarsari menggunakan bubu rajungan.
"Nelayan Giliketapang, Dringu, Kalibuntu biasanya menggunakan purse seine, nelayan Asembakor menggunakan tramel net, nelayan Paiton rata-rata pakai jaring, dan nelayan Binor hanya menggunakan pancing dan bubu ikan karena memang potensi ikan melimpah di sana," tuturnya.
Ia mengatakan, alat tangkap itu sudah digunakan nelayan Probolinggo dari zaman dulu dan turun-temurun, sehingga Dinas Perikanan mulai memperkenalkan alat tangkap berupa jaring milenium yang mulai diminati nelayan di Kecamatan Tongas, Dringu dan Sumberasih.
"Hasil tangkapan yang didapat cukup optimal, namun kelemahannya adalah harganya cukup mahal, sehingga kami berupaya melakukan pelatihan penggunaan alat tersebut mulai wilayah barat sampai timur," katanya.
Menurut Wahid, jaring milenium itu merupakan modifikasi dari jaring insang yang terbuat dari nylon multifilament dengan keunggulan bisa memantulkan cahaya di dalam air dan berwarna blink atau mengkilat, sehingga menjadi daya tarik ikan untuk mendekatinya.
"Hanya saja, harganya cukup mahal karena satu piece mencapai Rp4,5 juta dan nilai itu cukup mahal bagi nelayan kecil, meskipun sebenarnya sangat cepat kembali modal dari hasil tangkapannya," ujarnya.
Wahid menjelaskan, angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan nelayan untuk mendapatkan jaring konvensional, yakni kisaran Rp500 ribu hingga Rp600 ribu per piece. Kendati mahal, jumlah nelayan yang telah menggunakan jaring milenium sudah mencapai ratusan orang.
"Jaring milenium itu bisa menghasilkan Rp1,2 juta hingga Rp2,5 juta sekali tangkap dengan tangkapan mencapai 50 kilogram dan harganya kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram," katanya.
Jika menggunakan jaring konvensional, pendapatan nelayan kisaran Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per tangkapan dengan rata-rata jumlah tangkapan 30 kilogram dan nilai jual tangkapan antara Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram.
"Perbedaan harga itu karena jaring milenium memiliki ukuran 4 inchi, sehingga banyak dapat ikan besar yang dihargai lebih mahal. Tahun kemarin, kami berikan pelatihan jaring milenium dan tahun ini kami akan beri bantuan kepada tiga kelompok nelayan," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Inovasi kemaritiman bidang perikanan tangkap di Kabupaten Probolinggo terus dikembangkan dan salah satunya dengan penggunaan alat tangkap jaring milenium. Alat itu mulai diminati nelayan setempat," kata Wahid Noor di Probolinggo, Senin.
Menurut ia, alat tangkap ikan di Kabupaten Probolinggo beragam dan setiap desa atau kecamatan terkadang berbeda, seperti nelayan di Kecamatan Tongas yang mayoritas menggunakan alat tangkap jaring rajungan dan bubu rajungan, kemudian nelayan Banjarsari menggunakan bubu rajungan.
"Nelayan Giliketapang, Dringu, Kalibuntu biasanya menggunakan purse seine, nelayan Asembakor menggunakan tramel net, nelayan Paiton rata-rata pakai jaring, dan nelayan Binor hanya menggunakan pancing dan bubu ikan karena memang potensi ikan melimpah di sana," tuturnya.
Ia mengatakan, alat tangkap itu sudah digunakan nelayan Probolinggo dari zaman dulu dan turun-temurun, sehingga Dinas Perikanan mulai memperkenalkan alat tangkap berupa jaring milenium yang mulai diminati nelayan di Kecamatan Tongas, Dringu dan Sumberasih.
"Hasil tangkapan yang didapat cukup optimal, namun kelemahannya adalah harganya cukup mahal, sehingga kami berupaya melakukan pelatihan penggunaan alat tersebut mulai wilayah barat sampai timur," katanya.
Menurut Wahid, jaring milenium itu merupakan modifikasi dari jaring insang yang terbuat dari nylon multifilament dengan keunggulan bisa memantulkan cahaya di dalam air dan berwarna blink atau mengkilat, sehingga menjadi daya tarik ikan untuk mendekatinya.
"Hanya saja, harganya cukup mahal karena satu piece mencapai Rp4,5 juta dan nilai itu cukup mahal bagi nelayan kecil, meskipun sebenarnya sangat cepat kembali modal dari hasil tangkapannya," ujarnya.
Wahid menjelaskan, angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan nelayan untuk mendapatkan jaring konvensional, yakni kisaran Rp500 ribu hingga Rp600 ribu per piece. Kendati mahal, jumlah nelayan yang telah menggunakan jaring milenium sudah mencapai ratusan orang.
"Jaring milenium itu bisa menghasilkan Rp1,2 juta hingga Rp2,5 juta sekali tangkap dengan tangkapan mencapai 50 kilogram dan harganya kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram," katanya.
Jika menggunakan jaring konvensional, pendapatan nelayan kisaran Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per tangkapan dengan rata-rata jumlah tangkapan 30 kilogram dan nilai jual tangkapan antara Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram.
"Perbedaan harga itu karena jaring milenium memiliki ukuran 4 inchi, sehingga banyak dapat ikan besar yang dihargai lebih mahal. Tahun kemarin, kami berikan pelatihan jaring milenium dan tahun ini kami akan beri bantuan kepada tiga kelompok nelayan," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019