Malang (Antaranews Jatim) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengharap calon presiden dan calon wakil presiden yang tengah berkontestasi pada Pemilihan Umum 2019, untuk mengedepankan isu-isu terkait kelompok rentan  yang  berpotensi menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Direktur LBH Surabaya Abdul Wachid Habibullah mengatakan bahwa, seharusnya, kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tersebut memiliki perhatian terkait dengan bagaimana menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, termasuk mengakomodir kelompok rentan tersebut.

"Dari para calon yang berkontestasi, sangat minim menyinggung masalah penegakan HAM khususnya yang melibatkan kelompok rentan," kata Wachid, dalam diskusi Konsolidasi Jurnalis dan Akademisi untuk Advokasi Pelanggaran HAM di Jawa Timur, di Kota Malang, Rabu.

Pada pemilihan presiden 2019, memnuculkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Presiden Joko Widodo akan berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidennya. Sementara Prabowo Subianto memilih pengusaha, Sandiaga Uno.

Wachid menambahkan, diharapkan dalam visi misi yang dimiliki kedua pasangan calon tersebut, mempunyai perhatian terhadap kelompok-kelompok rentan yang ada. Kelompok rentan adalah setiap individu yang mengalami hambatan atau keterbatasan akses, atau mudah terlanggar Hak Asasi Manusianya.

Menurut Wachid, hingga saat ini belum ada definisi yang jelas terkait kelompok rentan tersebut. Namun, menurut LBH Surabaya, yang termasuk dalam kelompok rentan adalah minoritas agama, minoritas seksual, masyarakat adat, perempuan, buruh, petani, nelayan, dan lainnya.

"Banyak yang mengambil kebijakan populis, dan itu berdasarkan mayoritas, tanpa mengedepankan kelompok rentan atau minoritas. Padahal kelompok ini, seharusnya negara atau pemerintah dalam visi misinya harus mengakomodir," kata Wachid.

Berdasarkan catatan LBH Surabaya, ada sebanyak 436 kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Jawa Timur, dimana laporan kasus paling banyak terkait dengan isu perburuhan, kekerasan terhadap perempuan, dan kriminalisasi terhadap kelompok rentan.

Kasus pelanggaran HAM paling banyak terjadi di Kota Surabaya dengan 327 kasus, dan diikuti Sidoarjo sebanyak 31 kasus. Jumlah kasus pada 2018 tersebut tercatat naik jika dibandingkan dengan tahun 2017, yang tercatat sebanyak 422 kasus.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kasus pelanggaran HAM di Jawa Timur cenderung mengalami kenaikan, dimana pada 2013 tercatat ada 318 kasus, naik menjadi 335 kasus pada 2014, 388 kasus pada 2015, dan paling tinggi pada 2016 yakni mencapai 483 kasus.(*)

Pewarta: Vicki Febrianto

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019