Sidoarjo (Antaranews Jatim) - Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa (MKP) divonis delapan tahun penjara karena terbukti korupsi menerima gratifikasi atau suap terkait pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang dan izin mendirikan bangunan (IMB) menara telekomunikasi tahun 2015.

"Menghukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa pidana penjara selama delapan tahun, denda 500 juta rupiah dan sesuai ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan empat bulan," kata Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin.

Dalam amar putusan tersebut, MKP juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,25 miliar yang merupakan hasil suap yang diterima MKP dari Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya dan Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) Ockyanto.

"Apabila uang pengganti tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun," katanya.

Dalam persidangan itu, hakim juga mencabut hak politik MKP selama lima tahun setelah hukuman pokok dijalankan.

"Mencabut hak politik terdakwa selama lima tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ucapnya.

Dalam pertimbangan amar putusan yang dibacakan hakim anggota Andriano, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghapus perbuatan MKP.

Sikap berbelit-belit juga menjadi pertimbangan memberatkan vonis MKP dan pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa MKP belum pernah dihukum

MKP dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 12 huruf a dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

"Selaku bupati, terdakwa Mustofa Kamal Pasha tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.

Tak hanya itu, majelis hakim juga tidak sependapat dengan pembelaan tim penasihat hukum terdakwa MKP dan menerima sepenuhnya surat dakwaan Jaksa KPK.

"Oleh karenanya terdakwa haruslah dihukum setimpal atas perbuatannya," ujarnya.

Baca juga: KPK Sita Aset dan Dokumen Kasus TPPU Bupati Mojokerto Nonaktif

Atas vonis hakim ini, terdakwa MKP melalui tim penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan sikap jaksa KPK, Mukti Nur Irawan.

Vonis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang dibacakan pada sidang sebelumnya. Kala itu, Jaksa KPK meminta agar, MKP dihukum 12 tahun penjara.

Kasus ini bermula dari penyidikan yang dilakukan KPK atas gratifikasi atau suap terkait pengeluaran izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi tower telekomunikasi yang sudah berdiri di Kabupaten Mojokerto.

Uang suap tersebut didapat dari dua orang pemberi, yakni Ockyanto, Permit And Regulatory Devision Head PT Tower bersama Infrastructury atau tower bersama grup (TBG) dan Onggo Wijaya, Direktur Operasional PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang diberikan melalui sejumlah perantara.

Ockyanto memberikan suap senilai Rp2,2 milliar. Ia memiliki kepentingan agar 11 tower telekomunikasi yang sudah beroperasi dibawah naungannya segera dikeluarkan izin IPPR dan IMB. Sedangkan Onggo Wijaya memberi suap senilai Rp550 juta. Onggo juga memiliki kepentingan yang sama agar sebanyak 11 tower yang disegel karena tidak memiliki izin itu segera dikeluarkan izinnya.

Selanjutnya, MKP memerintahkan Kepala ‎Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto Bambang Wahyudi dan selanjutnya menginstruksikan jika ada pengurusan izin dikenakan fee yang diminta terdakwa sebesar Rp200 juta untuk setiap towernya.

Penyerahan uang suap tersebut diserahkan pemberi suap ke Bambang Wahyudi dan selanjutnya diserahkan ke ajudan MKP bernama Lutfi Arif Mutaqin.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019