Madiun (Antaranews Jatim) - BPJS Kesehatan Cabang Madiun melakukan sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang membawa angin segar atau pembaruan bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Madiun Tarmuji, mengatakan, tak hanya menyatukan sejumlah regulasi yang awalnya diterbitkan masing-masing instansi. Perpres Nomor 82 tahun 2018 ini menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek.

"Sehingga Perpres tersebut juga menyempurnakan aturan sebelumnya," ujar Tarmuji saat menggelar jumpa pers di kantornya, Rabu.

Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat terkait implementasi perpres tersebut. Antara lain, terkait pedaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta yang keluar negeri, dan aturan suami istri yang sama-sama bekerja.

"Perpres Nomor 82 tahun 2018 juga mengatur ulang tentang tunggakan iuran dan denda layanan dari jaminan kesehatan, serta aturan JKN-KIS terkait PHK," kata dia.

Adapun untuk pendaftaran bayi baru lahir, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 disebutkan bahwa bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini mulai berlaku tiga bulan sejak Perpres tersebut diundangkan.

Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.

"Untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, iurannya baru bisa dibayarkan," kata dia.

Terkait status kepesertaan bagi perangkat desa, perpres tersebut mengatur kepesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas. Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.

Terkait status peserta yang keluar negeri, perpres tersebut mengatur bahwa seorang WNI yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama enam bulan berturut-turut, maka dapat menghentikan kepesertannya sementara. Selama masa penghentian sementara itu, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan.

"Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat sebulan sejak kembali ke Indonesia. Jika sudah lapor, ia pun berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan. Aturan ini dikecualikan bagi peserta dari segmen PPU yang masih mendapatkan gaji di Indonesia," katanya.

Kemudian aturan suami istri sama-sama bekerja. Jika ada pasangan suami istri yang masing-masing merupakan pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta.

Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika ia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan.

"Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018," katanya.

Terkait denda layanan akan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran. Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBG?s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.

"Program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. Melalui Perpres Nomor 82 Tahun 2018 akan mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya mengelola pelaksanaan JKN-KIS menjadi lebih optimal," kata Tarmuji. (*)

Pewarta: Louis Rika Stevani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018