Situbondo (Antaranews Jatim) - Penyair asal Madura KH D Zawawi Imron mengemukakan ujaran kebencian yang kini cenderung marak di masyarakat tidak akan keluar dari mulut para penyair.
"Yang ada pada posisi itu adalah amar makruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan melarang hal yang mungkar)," katanya sebelum membaca puisi pada piadato kebudayaan oleh KH Mustofa Bisri di arena Muktamar Sastra Nusantara di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Rabu.
Penyair yang dikenal dengan Si Celurit Emas itu bercerita pada suatu ketika bertemu dengan Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, di Surabaya. Zawawi ditanya oleh Buya Syafii apa enaknya menjadi penyair.
"Saya jawab, senangnya jadi penyair itu selalu merasa tersesat di jalan yang benar. Sebaliknya ada yang merasa benar di jalan yang sesat," kata tokoh yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari Presiden Jokowi itu.
Sementara itu KH Mustofa Bisri atau Gus Mus pada pidatonya menyampaikan bahwa Kitab suci Alquran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW merupakan mukjizat Sastrawi yang sangat indah hingga tiada tandingannya.
Sastra, katanya, merupakan puncak peradaban tertinggi manusia karena prosesnya melibatkan akal atau pikiran dan hati atau rasa.
Namun, kata Gus Mus, Islam yang panduan dasarnya berupa kelembutan, kini berubah menjadi lain karena orang mengira bahwa kitab suci Alquran itu seperti fiqih yang hanya berisi aturan hitam putih.
Kata Gus Mus, dulu banyak orang masuk Islam karena tertarik dengan akhlak Rasulullah yang jujur dan lemah lembut sikapnya.
"Namun ada juga yang masuk Islam karena tertarik dengan keindahan bahasa Al-Qur'an," katanya.
Muktamar Sastra yang digagas Kiai Azaim dan didukung oleh LTNU Jatim dan TV9 Nusantara ini digelar dengan menghadirkan sejumlah sastrawan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sejumlah sastrawan besar yang akan mengisi kegiatan itu antara lain, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, D Zawawi Imron , Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Sosiawan Leak.
Para akdemikus sastra juga dihadirkan, seperti Prof Dr Abdul Hadi WM, Maman S Mahayana, Prof Dr Setyo Yuwono Dudukan, Dr Tengsoe Tjahyono, Dr Sutejo dan lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Yang ada pada posisi itu adalah amar makruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan melarang hal yang mungkar)," katanya sebelum membaca puisi pada piadato kebudayaan oleh KH Mustofa Bisri di arena Muktamar Sastra Nusantara di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Rabu.
Penyair yang dikenal dengan Si Celurit Emas itu bercerita pada suatu ketika bertemu dengan Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, di Surabaya. Zawawi ditanya oleh Buya Syafii apa enaknya menjadi penyair.
"Saya jawab, senangnya jadi penyair itu selalu merasa tersesat di jalan yang benar. Sebaliknya ada yang merasa benar di jalan yang sesat," kata tokoh yang baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari Presiden Jokowi itu.
Sementara itu KH Mustofa Bisri atau Gus Mus pada pidatonya menyampaikan bahwa Kitab suci Alquran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW merupakan mukjizat Sastrawi yang sangat indah hingga tiada tandingannya.
Sastra, katanya, merupakan puncak peradaban tertinggi manusia karena prosesnya melibatkan akal atau pikiran dan hati atau rasa.
Namun, kata Gus Mus, Islam yang panduan dasarnya berupa kelembutan, kini berubah menjadi lain karena orang mengira bahwa kitab suci Alquran itu seperti fiqih yang hanya berisi aturan hitam putih.
Kata Gus Mus, dulu banyak orang masuk Islam karena tertarik dengan akhlak Rasulullah yang jujur dan lemah lembut sikapnya.
"Namun ada juga yang masuk Islam karena tertarik dengan keindahan bahasa Al-Qur'an," katanya.
Muktamar Sastra yang digagas Kiai Azaim dan didukung oleh LTNU Jatim dan TV9 Nusantara ini digelar dengan menghadirkan sejumlah sastrawan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sejumlah sastrawan besar yang akan mengisi kegiatan itu antara lain, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, D Zawawi Imron , Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Sosiawan Leak.
Para akdemikus sastra juga dihadirkan, seperti Prof Dr Abdul Hadi WM, Maman S Mahayana, Prof Dr Setyo Yuwono Dudukan, Dr Tengsoe Tjahyono, Dr Sutejo dan lainnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018