Jember (Antaranews Jatim) - Kasus korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos) Kabupaten Jember, Jawa Timur pada 2015 telah menyeret sejumlah nama.
Mereka yang terseret kasus itu, yakni Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni yang kini sudah divonis dua tahun penjara majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 30 Oktober 2018 dan kini mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Tidak hanya dua pejabat negara tersebut, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Ita Puri Andayani juga menjadi terdakwa dalam kasus korupsi dana hibah dan bansos Jember, serta sejumlah kelompok penerima dana hibah yang salah satu di antaranya adalah mantan anggota DPRD Jember juga sudah divonis satu tahun penjara majelis hakim.
Penyimpangan dana hibah dan bansos tersebut bermula dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Jember pada tahun 2015 menyebutkan belanja hibah dan bansos pada sembilan organisasi perangkat daerah (OPD) belum sesuai dengan ketentuan.
Misalnya bantuan hibah yang diberikan melalui Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jember kepada kelompok masyarakat yang diusulkan anggota DPRD Jember, bahkan pada LHP BPK tersebut tercatat sebanyak 158 kelompok ternak belum menyampaikan bukti pertanggungjawaban.
Pada 2015, Pemerintah Kabupaten Jember menganggarkan belanja hibah Rp226.931.921.000 dan belanja bansos Rp52.135.656.000, namun telah direalisasikan Rp201.201.681.180 atau 88,6 persen untuk belanja hibah, sedangkan realisasi belanja bansos Rp44.493.752.075 atau 85,35 persen.
? ? "Anggota DPRD Jember bersama orang kepercayaannya membuat kelompok penerima fiktif, bahkan tidak jarang setelah dana hibah dan bansos tersebut cair, maka dipotong anggota dewan melalui orang kepercayaannya," kata Ketua LSM Government Coruption Watch Andi Sungkono.
Masing-masing anggota DPRD Jember mendapatkan dana hibah dalam APBD 2015 dan perubahan APBD 2015 totalnya Rp950 juta, sedangkan empat orang pimpinan dewan masing-masing mendapat Rp1,4 miliar yang sebagian besar dana bantuan tersebut disalurkan tidak tepat sasaran karena sebagian kelompok penerima tersebut masih ada hubungan keluarga dengan anggota DPRD Jember.
Ia mengatakan skenario besar penyimpangan dalam penyaluran dana hibah dan bansos tersebut sudah dilakukan sejak perencanaan dan kebetulan pada 2015 merupakan tahun politik di Kabupaten Jember, yakni digelar pemilihan kepala daerah, sehingga hibah dan bansos tersebut sarat dengan kepentingan politik.
Bahkan terungkap dalam persidangan, mekanisme pencairan dana hibah dan bansos tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Jember Nomor 46 tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Hibah dan Bansos.
Prosedur dan mekanisme pemberian dana hibah dan bansos sesuai aturan tidak dilakukan, bahkan untuk dana hibah dan bansos yang diusulkan DPRD Jember menggunakan jalur "potong kompas", sehingga APBD Jember 2015 sudah disahkan pada Desember 2014, namun pengajuan proposal penerima hibah yang diusulkan kelompok masyarakat melalui anggota dewan baru dibuat pada Januari 2015.
Andi menjelaskan skenario besar untuk melakukan penyimpangan anggaran sudah dirancang secara sistematis legislatif yang mendapat dukungan dari eksekutif, sehingga peluang untuk melakukan korupsi atas bantuan hibah dan bansos yang tidak prosedural itu terbuka lebar yang melibatkan banyak pihak.
Nama kelompok penerima bantuan tersebut dibuat hanya untuk menerima bantuan hibah dan ada sebagian kelompok penerima itu kerabat keluarganya, bahkan proposal bantuan hibah itu tidak dibuat kelompok ternak, namun dibuat orang kepercayaan dewan, sehingga dana itu disalurkan tidak tepat sasaran.
Kepala Kejaksaan Negeri Jember Ponco Hartanto mengatakan skenario besar penyimpangan dalam penyaluran dana hibah dan bansos sudah dilakukan sejak perencanaan karena dana sudah dianggarkan lebih dahulu melalui APBD, baru mencari kelompok penerima dana hibah dan bansos, sehingga tidak sesuai prosedur yang benar.
"Korupsi hibah bansos Jember itu terkesan by design (dirancang) sejak awal, yakni mulai perencanaan, pengusulan, hingga meminta ke pengguna anggaran Pemkab Jember, agar diberi dana hibah dan bansos totalnya untuk 50 anggota dewan senilai Rp38 miliar," katanya.
Berdasarkan penyelidikan Kejari Jember, modus penyimpangan hibah dan bansos di lapangan dimulai dari pembentukan kelompok penerima yang sebagian disinyalir fiktif, pengajuan proposal yang tidak sesuai dengan prosedur Surat Edaran Mendagri tentang Hibah dan Bansos, penyimpangan pelaksanaannya di lapangan yang tidak sesuai dengan proposal pengajuannya, dan tidak adanya pertanggungjawaban dalam penggunaan anggaran bantuan hibah dan bansos.?
Penyidik juga menduga rekayasa surat usulan hibah dan bansos berlanjut pada verifikasi proposal yang fiktif karena OPD tidak pernah dilibatkan dan baru melakukan verifikasi saat pencairan bantuan yang masuk dalam kategori anggaran belanja tidak langsung tersebut, namun tidak ada verifikasi usulan proposal sesuai dengan mekanisme berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD.
Dugaan penyidik terbukti dalam persidangan terdakwa Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni saat menghadirkan saksi mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto yang notabene sebagai Ketua Tim Anggaran Pemkab Jember.
Pusaran korupsi hibah dan bansos Jember pada 2015 melibatkan banyak pihak, yakni legislatif, eksekutif, dan masyarakat, sehingga sudah ada lima orang yang diproses hukum, yakni dua ketua kelompok ternak penerima hibah Kusnadi dan Wahid Zaini (mantan anggota dewan) yang divonis satu tahun penjara majelis hakim karena terbukti bersalah menggunakan dana tersebut tidak sesuai dengan proposal bantuan hibah.
Selain itu, Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni divonis dua tahun penjara dan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan, serta uang pengganti Rp90 juta yang kini inkrah karena jaksa penuntut umum dan pengacara menerima putusan itu, sehingga tidak mengajukan banding.
Thoif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dakwaan subsider karena terdakwa mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi dan menyalahgunakan jabatannya sebagai ketua DPRD Jember.
Kini giliran mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto dan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan ?dan Aset Daerah Ita Puri Andayani ditetapkan sebagai tersangka korupsi bansos hibah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena kasus tersebut dilimpahkan Kejari Jember ke Kejati Jatim, keduanya masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Bancakan
Dana hibah dan bansos Jember pada 2015 menjadi "bancakan" pihak legislatif, eksekutif, dan sebagian masyarakat, namun tidak semua pelaku penyelewengan uang rakyat tersebut diproses hukum aparat penegak hukum,? hanya ketua DPRD Jember yang diproses hingga vonis, padahal 50 anggota DPRD Jember juga menerima dana hibah dan bansos.
Dalam surat dakwaan Thoif Zamroni yang dibuat jaksa penuntut umum menyebutkan ketua DPRD Jember itu secara bersama-sama dengan wakil ketua DPRD Jember yakni Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini, dan Yuli Priyanto selaku badan anggaran melakukan penekanan kepada eksekutif terhadap pengusulan dana hibah yang tidak sesuai aturan.
Thoif juga mengakui menerima uang Rp60 juta dari staf Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jember Indra Prasetya yang menjadi verifikator kelompok ternak.
Hal tersebut disampaikan dalam persidangan dan juga disampaikan Indra saat menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya.
Kendati demikian, Thoif mengatakan pihak legislatif hanya sebagai pengusul penerima dana hibah dan bansos karena yang memiliki kewenangan untuk meloloskan bantuan tersebut pihak eksekutif yang melakukan verifikasi di lapangan.
Namun, sejauh ini pihak eksekutif masih menjadi saksi-saksi saja dalam persidangan.
Terkait dengan penambahan tersangka kasus korupsi dana hibah bansos Jember, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Richard Marpaung mengatakan tim penyidik terus melakukan pengembangan penanganan kasus korupsi tersebut dan tidak berhenti pada Sekda Pemkab Jember dan mantan kepala BPKAD yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti dan apabila ditemukan bukti yang mengarah pada keterlibatan lainnya maka bisa kemungkinan tersangka korupsi hibah dan bansos Jember bertambah," katanya.
Pusaran korupsi berjamaah dalam dana hibah dan bansos Jember pada 2015 perlahan-lahan terkuak dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Hal itu membutuhkan keseriusan aparat penegak hukum untuk tidak melakukan tebang pilih dalam mengusut tuntas kasus itu karena seluruh anggota DPRD Jember mendapatkan dana bantuan, sedangkan pihak eksekutif serta kelompok masyarakat juga menikmati dana yang seharusnya diberikan kepada yang berhak tersebut.
Momentum peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember menjadi refleksi semua pihak untuk sadar bahwa korupsi dapat berdampak terhadap kemiskinan yang merajalela dan terpuruknya bangsa.
Oleh karena itu, semua elemen harus bergandengan tangan, bersama-sama berperang melawan korupsi. Agar Indonesia bebas dari korupsi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Mereka yang terseret kasus itu, yakni Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni yang kini sudah divonis dua tahun penjara majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 30 Oktober 2018 dan kini mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Tidak hanya dua pejabat negara tersebut, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Ita Puri Andayani juga menjadi terdakwa dalam kasus korupsi dana hibah dan bansos Jember, serta sejumlah kelompok penerima dana hibah yang salah satu di antaranya adalah mantan anggota DPRD Jember juga sudah divonis satu tahun penjara majelis hakim.
Penyimpangan dana hibah dan bansos tersebut bermula dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Jember pada tahun 2015 menyebutkan belanja hibah dan bansos pada sembilan organisasi perangkat daerah (OPD) belum sesuai dengan ketentuan.
Misalnya bantuan hibah yang diberikan melalui Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jember kepada kelompok masyarakat yang diusulkan anggota DPRD Jember, bahkan pada LHP BPK tersebut tercatat sebanyak 158 kelompok ternak belum menyampaikan bukti pertanggungjawaban.
Pada 2015, Pemerintah Kabupaten Jember menganggarkan belanja hibah Rp226.931.921.000 dan belanja bansos Rp52.135.656.000, namun telah direalisasikan Rp201.201.681.180 atau 88,6 persen untuk belanja hibah, sedangkan realisasi belanja bansos Rp44.493.752.075 atau 85,35 persen.
? ? "Anggota DPRD Jember bersama orang kepercayaannya membuat kelompok penerima fiktif, bahkan tidak jarang setelah dana hibah dan bansos tersebut cair, maka dipotong anggota dewan melalui orang kepercayaannya," kata Ketua LSM Government Coruption Watch Andi Sungkono.
Masing-masing anggota DPRD Jember mendapatkan dana hibah dalam APBD 2015 dan perubahan APBD 2015 totalnya Rp950 juta, sedangkan empat orang pimpinan dewan masing-masing mendapat Rp1,4 miliar yang sebagian besar dana bantuan tersebut disalurkan tidak tepat sasaran karena sebagian kelompok penerima tersebut masih ada hubungan keluarga dengan anggota DPRD Jember.
Ia mengatakan skenario besar penyimpangan dalam penyaluran dana hibah dan bansos tersebut sudah dilakukan sejak perencanaan dan kebetulan pada 2015 merupakan tahun politik di Kabupaten Jember, yakni digelar pemilihan kepala daerah, sehingga hibah dan bansos tersebut sarat dengan kepentingan politik.
Bahkan terungkap dalam persidangan, mekanisme pencairan dana hibah dan bansos tersebut tidak sesuai dengan prosedur dan tidak sesuai dengan Peraturan Bupati Jember Nomor 46 tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Hibah dan Bansos.
Prosedur dan mekanisme pemberian dana hibah dan bansos sesuai aturan tidak dilakukan, bahkan untuk dana hibah dan bansos yang diusulkan DPRD Jember menggunakan jalur "potong kompas", sehingga APBD Jember 2015 sudah disahkan pada Desember 2014, namun pengajuan proposal penerima hibah yang diusulkan kelompok masyarakat melalui anggota dewan baru dibuat pada Januari 2015.
Andi menjelaskan skenario besar untuk melakukan penyimpangan anggaran sudah dirancang secara sistematis legislatif yang mendapat dukungan dari eksekutif, sehingga peluang untuk melakukan korupsi atas bantuan hibah dan bansos yang tidak prosedural itu terbuka lebar yang melibatkan banyak pihak.
Nama kelompok penerima bantuan tersebut dibuat hanya untuk menerima bantuan hibah dan ada sebagian kelompok penerima itu kerabat keluarganya, bahkan proposal bantuan hibah itu tidak dibuat kelompok ternak, namun dibuat orang kepercayaan dewan, sehingga dana itu disalurkan tidak tepat sasaran.
Kepala Kejaksaan Negeri Jember Ponco Hartanto mengatakan skenario besar penyimpangan dalam penyaluran dana hibah dan bansos sudah dilakukan sejak perencanaan karena dana sudah dianggarkan lebih dahulu melalui APBD, baru mencari kelompok penerima dana hibah dan bansos, sehingga tidak sesuai prosedur yang benar.
"Korupsi hibah bansos Jember itu terkesan by design (dirancang) sejak awal, yakni mulai perencanaan, pengusulan, hingga meminta ke pengguna anggaran Pemkab Jember, agar diberi dana hibah dan bansos totalnya untuk 50 anggota dewan senilai Rp38 miliar," katanya.
Berdasarkan penyelidikan Kejari Jember, modus penyimpangan hibah dan bansos di lapangan dimulai dari pembentukan kelompok penerima yang sebagian disinyalir fiktif, pengajuan proposal yang tidak sesuai dengan prosedur Surat Edaran Mendagri tentang Hibah dan Bansos, penyimpangan pelaksanaannya di lapangan yang tidak sesuai dengan proposal pengajuannya, dan tidak adanya pertanggungjawaban dalam penggunaan anggaran bantuan hibah dan bansos.?
Penyidik juga menduga rekayasa surat usulan hibah dan bansos berlanjut pada verifikasi proposal yang fiktif karena OPD tidak pernah dilibatkan dan baru melakukan verifikasi saat pencairan bantuan yang masuk dalam kategori anggaran belanja tidak langsung tersebut, namun tidak ada verifikasi usulan proposal sesuai dengan mekanisme berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD.
Dugaan penyidik terbukti dalam persidangan terdakwa Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni saat menghadirkan saksi mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto yang notabene sebagai Ketua Tim Anggaran Pemkab Jember.
Pusaran korupsi hibah dan bansos Jember pada 2015 melibatkan banyak pihak, yakni legislatif, eksekutif, dan masyarakat, sehingga sudah ada lima orang yang diproses hukum, yakni dua ketua kelompok ternak penerima hibah Kusnadi dan Wahid Zaini (mantan anggota dewan) yang divonis satu tahun penjara majelis hakim karena terbukti bersalah menggunakan dana tersebut tidak sesuai dengan proposal bantuan hibah.
Selain itu, Ketua DPRD Jember Thoif Zamroni divonis dua tahun penjara dan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan, serta uang pengganti Rp90 juta yang kini inkrah karena jaksa penuntut umum dan pengacara menerima putusan itu, sehingga tidak mengajukan banding.
Thoif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dakwaan subsider karena terdakwa mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi dan menyalahgunakan jabatannya sebagai ketua DPRD Jember.
Kini giliran mantan Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto dan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan ?dan Aset Daerah Ita Puri Andayani ditetapkan sebagai tersangka korupsi bansos hibah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena kasus tersebut dilimpahkan Kejari Jember ke Kejati Jatim, keduanya masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Bancakan
Dana hibah dan bansos Jember pada 2015 menjadi "bancakan" pihak legislatif, eksekutif, dan sebagian masyarakat, namun tidak semua pelaku penyelewengan uang rakyat tersebut diproses hukum aparat penegak hukum,? hanya ketua DPRD Jember yang diproses hingga vonis, padahal 50 anggota DPRD Jember juga menerima dana hibah dan bansos.
Dalam surat dakwaan Thoif Zamroni yang dibuat jaksa penuntut umum menyebutkan ketua DPRD Jember itu secara bersama-sama dengan wakil ketua DPRD Jember yakni Ayub Junaidi, Ni Nyoman Putu Martini, dan Yuli Priyanto selaku badan anggaran melakukan penekanan kepada eksekutif terhadap pengusulan dana hibah yang tidak sesuai aturan.
Thoif juga mengakui menerima uang Rp60 juta dari staf Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jember Indra Prasetya yang menjadi verifikator kelompok ternak.
Hal tersebut disampaikan dalam persidangan dan juga disampaikan Indra saat menjadi saksi dalam persidangan sebelumnya.
Kendati demikian, Thoif mengatakan pihak legislatif hanya sebagai pengusul penerima dana hibah dan bansos karena yang memiliki kewenangan untuk meloloskan bantuan tersebut pihak eksekutif yang melakukan verifikasi di lapangan.
Namun, sejauh ini pihak eksekutif masih menjadi saksi-saksi saja dalam persidangan.
Terkait dengan penambahan tersangka kasus korupsi dana hibah bansos Jember, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Richard Marpaung mengatakan tim penyidik terus melakukan pengembangan penanganan kasus korupsi tersebut dan tidak berhenti pada Sekda Pemkab Jember dan mantan kepala BPKAD yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Penyidik masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti dan apabila ditemukan bukti yang mengarah pada keterlibatan lainnya maka bisa kemungkinan tersangka korupsi hibah dan bansos Jember bertambah," katanya.
Pusaran korupsi berjamaah dalam dana hibah dan bansos Jember pada 2015 perlahan-lahan terkuak dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Hal itu membutuhkan keseriusan aparat penegak hukum untuk tidak melakukan tebang pilih dalam mengusut tuntas kasus itu karena seluruh anggota DPRD Jember mendapatkan dana bantuan, sedangkan pihak eksekutif serta kelompok masyarakat juga menikmati dana yang seharusnya diberikan kepada yang berhak tersebut.
Momentum peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember menjadi refleksi semua pihak untuk sadar bahwa korupsi dapat berdampak terhadap kemiskinan yang merajalela dan terpuruknya bangsa.
Oleh karena itu, semua elemen harus bergandengan tangan, bersama-sama berperang melawan korupsi. Agar Indonesia bebas dari korupsi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018