Malang (Antaranews Jatim) - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengemukakan pertanian dengan memanfaatkan lahan rawa yang sangat luas di Tanah Air akan lebih banyak mengarah pada sistem organik, sehingga tidak menganggu ekosistem.
"Sistem pertanian yang diterapkan di lahan rawa itu nanti mengarah pada sistem organik, sehingga tidak akan merusak ekosistem yang ada di sekitarnya," kata Mentan Amran Sulaiman usai memaparkan capaian kinerja dalam rangka empat tahun Kementerian Pertanian di kampus Polbangtan Lawang, Malang, Jawa Timur, Kamis.
Indonesia punya kurang lebih 10 juta hektare lahan rawa yang bisa dimanfaatkan untuk lahan pangan. Jika dikelola dengan baik, nilainya cukup tinggi karena lahan pertanian rawa tersebut mampu menghasilkan gabah sekitar 6 ton per hektare dengan teknologi.
Amran mengatakan Kementan sudah melakukan uji coba sekaligus sebagai proyek percontohan di atas lahan rawa seluas 41 ribu hektare yang berlokasi di kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sumatera Selatan (Sumsel) dan berhasil, bahkan kesuksesan pertanian lahan rawa tersebut juga sudah ditunjukkan pada 41 negara.
Menurut dia, dengan lahan pertanian rawa seluas 10 juta hektare itu, bisa ditanami (panen) tiga kali, sehingga luas tanam mencapai 30 juta hektare. Artinya, lahan pertanian rawa tersebut cukup potensial, bahkan menjadi lumbung pangan masa depan.
Dengan produktivitas (panen) tiga kali dalam setahun, lanjunya, lahan tersebut mampu memcukupi kebutuhan pangan masyarakat sekitar 500 juta hingga satu miliar jiwa. "Sebelum ada uji coba, luas tanam hanya 1,8 kali dengan produktivitas tidak lebih dari 2 ton per hektare," tuturnya.
Namun, setelah adanya uji coba dengan rekayasa teknologi, luas tanam bisa mencapai 3 kali dan produktivitas meningkat menjadi 6 ton per hektare.
"Selama dua tahun uji coba, kami fokuskan pada pembenihan (pembibitan). Pembenihan menggunakan benih yang khusus untuk lahan rawa, yakni infari," ucapnya.
Menyinggung biaya produksi untuk pengolahan pertanian lahan rawa, mentan mengatakan relatif sama. "Tidak ada selisih yang mencolok karena biayanya hampir sama, bahkan ke depan akan dilakukan pertanian yang terintegrasi dengan peternakan dan hortikultura.
"Impian kami, petani dan peternak di Tanah Air bisa benar-benar sejahtera, bahkan mimpi kami, ketika para petani ini ke pasar hanya tinggal beli baju saja, karena kebutuhan pangannya, seperti karbohidrat dan protein sudah bisa dipenuhi dari lahan mereka," ucapnya.
Tujuan pembukaan lahan rawa untuk pertanian di Kalsel, Sumsel, Sulsel, Jambi, dan Lampung itu sebagai solusi permanen saat musim kemarau. Saat musim kemarau terjadi di wilayah lain, lahan rawa beberapa provinsi tersebut? tetap akan bisa panen. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Sistem pertanian yang diterapkan di lahan rawa itu nanti mengarah pada sistem organik, sehingga tidak akan merusak ekosistem yang ada di sekitarnya," kata Mentan Amran Sulaiman usai memaparkan capaian kinerja dalam rangka empat tahun Kementerian Pertanian di kampus Polbangtan Lawang, Malang, Jawa Timur, Kamis.
Indonesia punya kurang lebih 10 juta hektare lahan rawa yang bisa dimanfaatkan untuk lahan pangan. Jika dikelola dengan baik, nilainya cukup tinggi karena lahan pertanian rawa tersebut mampu menghasilkan gabah sekitar 6 ton per hektare dengan teknologi.
Amran mengatakan Kementan sudah melakukan uji coba sekaligus sebagai proyek percontohan di atas lahan rawa seluas 41 ribu hektare yang berlokasi di kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sumatera Selatan (Sumsel) dan berhasil, bahkan kesuksesan pertanian lahan rawa tersebut juga sudah ditunjukkan pada 41 negara.
Menurut dia, dengan lahan pertanian rawa seluas 10 juta hektare itu, bisa ditanami (panen) tiga kali, sehingga luas tanam mencapai 30 juta hektare. Artinya, lahan pertanian rawa tersebut cukup potensial, bahkan menjadi lumbung pangan masa depan.
Dengan produktivitas (panen) tiga kali dalam setahun, lanjunya, lahan tersebut mampu memcukupi kebutuhan pangan masyarakat sekitar 500 juta hingga satu miliar jiwa. "Sebelum ada uji coba, luas tanam hanya 1,8 kali dengan produktivitas tidak lebih dari 2 ton per hektare," tuturnya.
Namun, setelah adanya uji coba dengan rekayasa teknologi, luas tanam bisa mencapai 3 kali dan produktivitas meningkat menjadi 6 ton per hektare.
"Selama dua tahun uji coba, kami fokuskan pada pembenihan (pembibitan). Pembenihan menggunakan benih yang khusus untuk lahan rawa, yakni infari," ucapnya.
Menyinggung biaya produksi untuk pengolahan pertanian lahan rawa, mentan mengatakan relatif sama. "Tidak ada selisih yang mencolok karena biayanya hampir sama, bahkan ke depan akan dilakukan pertanian yang terintegrasi dengan peternakan dan hortikultura.
"Impian kami, petani dan peternak di Tanah Air bisa benar-benar sejahtera, bahkan mimpi kami, ketika para petani ini ke pasar hanya tinggal beli baju saja, karena kebutuhan pangannya, seperti karbohidrat dan protein sudah bisa dipenuhi dari lahan mereka," ucapnya.
Tujuan pembukaan lahan rawa untuk pertanian di Kalsel, Sumsel, Sulsel, Jambi, dan Lampung itu sebagai solusi permanen saat musim kemarau. Saat musim kemarau terjadi di wilayah lain, lahan rawa beberapa provinsi tersebut? tetap akan bisa panen. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018