Tulungagung (Antaranews Jatim) - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menargetkan sertifikasi untuk 36.000 bidang tanah yang telah memenuhi persyaratan administratif dan yuridis untuk dilegalkan kepemilikan lahannya melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Itu estimasi capaian 90 persen dari total target periode tahun ini yang dipatok 40 ribu bidang tanah dalam skema PTSL," kata Kepala BPN Tulungagung Eko Jauhari di Tulungagung, Kamis.
Hingga kini, lanjut dia, tanah milik yang telah disertifikat BPN melalui program PSTL mencapai 28.000 bidang atau sekitar 70 persen.
Capaian itu belum optimal, karena banyak pemilik tanah yang tidak ada di tempat atau pindah tanpa diketahui alamat barunya.
Selain itu, masih adanya keraguan masyarakat terhadap program PTSL, termasuk ragu BPN mampu memberikan pelayanan maksimal hingga keluarnya sertifikat. Dampaknya, pelaksanaan program PSTL tidak bisa 100 persen efektif.
Selain itu, banyak juga temuan pemilik tanah yang tidak berada di tempat atau pindah ke desa lain tanpa memberitahukannya kepada pihak desa. Imbasnya, keberadaan mereka sulit ditemukan saat membutuhkan tanda tangan atau tanda kepemilikan lainnya.
Selain itu, tambah Eko, masih ada juga bukti kepemilikan tanah oleh masyarakat yang tidak bisa ditunjukkan dengan bukti yang mampu dipercayai.
Oleh sebab itu, pada tahun 2019, BPN Tulungagung telah menandatangani kerja sama dengan sejumlah instansi penegak hukum untuk memperluas cakupan program PTSL.
Eko berharap dengan melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas di setiap desa, dapat memudahkan pengumpulan data yuridis satu bidang tertentu sehingga prosesnya bisa berjalan dengan cepat.
"Kami libatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk mengumpulkan data yuridis misalnya atau memudahkan proses pengukuran dan lain lain," katanya.
Selain itu, Eko juga meminta Pemkab Tulungagung segera membuat regulasi yang mengatur nilai atau nominal yang perlu dilunasi pemohon untuk mempermudah proses PTSL.
Eko menegaskan, pembuatan regulasi itu bukan berarti akan menguntungkan BPN, karena adanya nominal yang dikeluarkan oleh pemohon.
Namun, untuk mempermudah pemilik tanah mengikuti PTSL, karena anggaran yang dimaksud untuk mempersiapkan berkas-berkas yang telah disiapkan oleh kelompok masyarakat yang dibentuk.
"Kabupaten Ponorogo sudah menerbitkan perbup, di dalamnya tercantum nominal maksimal Rp350.000 per pemohon, itu untuk penggandaan dokumen, beli materai, beli patok batas, serta sebagai pengganti uang lelah pokmas, bukan untuk BPN," katanya.
Program PTSL merupakan salah satu program pemerintah Joko Widodo yag berlaku sejak kurun tiga tahun terakhir. Program yang dulu dikenal dengan nama prona tersebut sudah dilaksanakan hingga ke tingkat daerah, termasuk Kabupaten Tulungagung. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Itu estimasi capaian 90 persen dari total target periode tahun ini yang dipatok 40 ribu bidang tanah dalam skema PTSL," kata Kepala BPN Tulungagung Eko Jauhari di Tulungagung, Kamis.
Hingga kini, lanjut dia, tanah milik yang telah disertifikat BPN melalui program PSTL mencapai 28.000 bidang atau sekitar 70 persen.
Capaian itu belum optimal, karena banyak pemilik tanah yang tidak ada di tempat atau pindah tanpa diketahui alamat barunya.
Selain itu, masih adanya keraguan masyarakat terhadap program PTSL, termasuk ragu BPN mampu memberikan pelayanan maksimal hingga keluarnya sertifikat. Dampaknya, pelaksanaan program PSTL tidak bisa 100 persen efektif.
Selain itu, banyak juga temuan pemilik tanah yang tidak berada di tempat atau pindah ke desa lain tanpa memberitahukannya kepada pihak desa. Imbasnya, keberadaan mereka sulit ditemukan saat membutuhkan tanda tangan atau tanda kepemilikan lainnya.
Selain itu, tambah Eko, masih ada juga bukti kepemilikan tanah oleh masyarakat yang tidak bisa ditunjukkan dengan bukti yang mampu dipercayai.
Oleh sebab itu, pada tahun 2019, BPN Tulungagung telah menandatangani kerja sama dengan sejumlah instansi penegak hukum untuk memperluas cakupan program PTSL.
Eko berharap dengan melibatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas di setiap desa, dapat memudahkan pengumpulan data yuridis satu bidang tertentu sehingga prosesnya bisa berjalan dengan cepat.
"Kami libatkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk mengumpulkan data yuridis misalnya atau memudahkan proses pengukuran dan lain lain," katanya.
Selain itu, Eko juga meminta Pemkab Tulungagung segera membuat regulasi yang mengatur nilai atau nominal yang perlu dilunasi pemohon untuk mempermudah proses PTSL.
Eko menegaskan, pembuatan regulasi itu bukan berarti akan menguntungkan BPN, karena adanya nominal yang dikeluarkan oleh pemohon.
Namun, untuk mempermudah pemilik tanah mengikuti PTSL, karena anggaran yang dimaksud untuk mempersiapkan berkas-berkas yang telah disiapkan oleh kelompok masyarakat yang dibentuk.
"Kabupaten Ponorogo sudah menerbitkan perbup, di dalamnya tercantum nominal maksimal Rp350.000 per pemohon, itu untuk penggandaan dokumen, beli materai, beli patok batas, serta sebagai pengganti uang lelah pokmas, bukan untuk BPN," katanya.
Program PTSL merupakan salah satu program pemerintah Joko Widodo yag berlaku sejak kurun tiga tahun terakhir. Program yang dulu dikenal dengan nama prona tersebut sudah dilaksanakan hingga ke tingkat daerah, termasuk Kabupaten Tulungagung. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018