Kediri (Antaranews Jatim) - Presiden Joko Widodo telah membuat kebijakan yang berpihak pada pemberdayaan masyarakat desa. Dari tahun ke tahun alokasi untuk dana desa juga naik dan berimbas positif pada anggaran untuk desa yang tentunya juga bertambah.
Salah satu desa yang kini berdaya dan terbantu dengan dana desa adalah Desa Jambu, sebuah desa di Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Desa ini awalnya memang tidak terlalu terkenal, namun kini selalu dibicarakan setelah menahbiskan menjadi desa wisata edukasi, serta mampu memberdayakan berbagai macam potensi setempat.
Secara geografis, desa ini berjarak kurang lebih delapan kilometer dari pusat Kabupaten Kediri, di utara kantor pemerintah daerah, berbatasan dengan Kecamatan Kecamatan Pare. Di desa ini terdapat enam dusun, yakni Semut, Semanding, Jambu, Kedungcangkring, Suren dan Sumberjo.
Sektor pertanian menjadi andalan desa. Otomatis padi serta tanaman palawija menjadi sumber penghasilan utama bagi warganya. Kemudahan akses air ikut mendorong warga untuk mengolah tanaman di sawah.
Namun, secara ekonomi pendapatan petani masih belum maksimal. Banyak lahan yang harusnya bisa mendapatkan pendapatan lebih tidak dikelola dengan baik. Pun demikian dengan berbagai sarana di tempat ini. Fasilitas umum seperti sungai juga tidak dirawat dengan baik, sehingga terlihat kotor.
Pekerjaan rumah yang cukup bejibun membuat Agus Joko Susilo, kepala desa di tempat ini harus memutar otak. Dilantik pada 2014, ia ingin agar di desa ini masyarakat lebih berdaya dan sejahtera secara ekonomi.
Ia sadar, pemerintah telah memberikan banyak anggaran untuk desa. Namun, tidak semua anggaran bisa dimanfaatkan untuk sektor yang ia ingin kembangkan. Sesuai dengan aturan, anggaran untuk desa baik dari dana desa maupun anggaran dana desa terdapat prioritas salah satunya infrastruktur.
Di awal kepemimpinannya, Agus mencoba menata manajemen di desanya. Pria yang suka bercocok tanam ini mengajak warga untuk menanam buah kelengkeng. Perawatan yang relatif mudah serta harga jual buahnya yang dinilai cukup bagus menjadi alasan pilihan pada tanaman tersebut. Dalam rentang 2-3 tahun, pohon sudah bisa berbuah.
Pada awal tanaman kelengkeng ini, pohon yang dikembangkan sekitar 2.000 batang. Uji coba berhasil dan warga mendapatkan hasil berlimpahpada saat panen buah . Kini, ada kurang lebih 8.400 batang kelengkeng yang ada di desa tersebut.
Dengan harga buah jual yang relatif stabil sekitar Rp20 ribu per kilogram, petani mendapat keuntungan..
Pola yang diterapkan adalah dengan metode tumpang sari. Warga bisa memanfaatkan tanah kebun mereka untuk tanaman kelengkeng. Sambil menunggu tanaman berbuah, mereka masih dapat penghasilan dengan tanaman cabai atau kacang tanah di sekitar tanaman.
Tidak sia-sia, buah usahanya juga diganjar manis dengan mendapatkan penghargaan dari pemerintah lima tahun lalu sebagai lumbung buah lokal. Desa ini merupakan salah satu desa penghasil buah kelengkeng terbanyak di Kabupaten Kediri.
Manfaatkan dana desa
Agus ditemui akhir pekan lalu mengaku terus ingin mengembangkan desanya ini. Sektor geografis yang menjadi andalan rupanya berkah tersendiri. Bukan hanya tanaman kelengkeng yang menghasilkan, kini desa ini disulap jadi tujuan wisata nan apik.
Di Desa Jambu ini, pada 2017 total pendapatan yang diterima hingga Rp1,88 miliar, yakni dari PAD kurang lebih Rp397 juta, dari dana desa adalah Rp877 juta, pajak dan retribusi hingga Rp48 juta, ADD 457 juta, BKD Kabupaten Rp100 juta, dan silpa tahun lalu adalah Rp4,5 juta.
Sedangkan, total belanja untuk penyelenggaraan pemerintah Rp1,87 miliar untuk penyelenggaraan pemerintahan Rp789 juta, pelaksanaan pembangunan Rp880 juta, pembinaan masyarakat dan berbagai program lainnya.
Untuk anggaran dan pendapatan desa, APBdes 2018, total pendapatan adalah Rp1,6 miliar dari berbagai pendapatan baik dari PAD, dana desa, pajak dan pendapatan lainnya.
Total belanja yang direncanakan di 2018 adalah Rp1,57 miliar, yakni untuk penyelenggaraan pemerintah Rp736 juta, pelaksanaan pembangunan Rp721 juta, pembinaan masyarakat desa Rp10 juta, maupun pemberdayaan masyarakat desa sekitar Rp102 juta, serta penyertaan modal Bumdes Desa Jambu sekitar Rp61 juta.
Menurut Agus, pihak desa memang baru pada 2018 ini menganggarkan untuk penyertaan modal. Rencananya, modal itu dipergunakan untuk wisata edukasi di tempat ini.
Menurut dia, anggaran memang tidak terlalu besar sebab pihaknya lebih ingin memberdayakan masyarakat desa. Gayung bersambut. Kendati anggaran terbatas, masyarakat justru termotivasi. Masyarakat gotong royong membersihkan sungai yang kemudian diisi dengan ikan dan dijadikan sebagai tempat wisata "sejuta ikan".
Begitu juga warga yang mempunyai ternak kambing, bersedia bekerjasama dengan desa untuk mengelola wisata "perah susu etawa".
Di desa ini, setidaknya telah dikembangkan sekitar 16 titik sebagai wisata edukasi. Seluruh titik dipermak menjadi lokasi wisata yang menarik, sehingga masyarakatdari tempat lain berduyun-duyun datang.
"Kebun bibit Kediri" dipilih sebagai lokasi masuk. Pendamping wisata akan senang hati mengantarkan berbagai tamu ke destinasi wisata yang diinginkan. Wisatawan juga bisa memilih paket kunjungan dengan harga yang relatif terjangkau.
Di kebun ini, bukan hanya banyak bibit pohon. Tempat ini dipermak menjadi lokasi destinasi yang apik. Fasilitas yang mendapat sentuhan tradisional untuk gazebo dengan bahan baku utama dari bambu, juga sentuhan modern untuk membangun pondokan berbentuk kerucut bisa ditemukan di tempat tersebut. Di dalamnya terdapat fasilitas lengkap misalnya kamar tidur, televisi, hingga pendingin ruangan.
Keunikan tempat ini mengundang orang untuk menjadikannya sebagai objek swafoto. Tidak jarang wisatawan dari Kediri maupun luar daerah jauh-jauh datang ini demi berburu objek swafoto.
Pengunjung juga dimanjakan dengan berbagai menu makanan dan minuman yang harganya relatif terjangkau.
Kebun bibit ini dikelola dengan lebih serius sekitar 1,5 tahun. Setiap hari tak kurang dari ratusan wisatawan yang hadir. Bahkan, saat akhir pekan sekitar 2.000 wisatawan berkunjung ke tempat ini.
Pihak desa juga kecipratan dana dari pengeloaan objek wisata yang ada di daerah ini. Bumdes yang baru dibentuk pun turut mendapatkan pemasukan. Di awal berdiri, satu bulan ini Bumdes Jambu sudah mendapatkan dana Rp11 juta dari penyertaan modal untuk wisata tersebut.
Jumlah ini memang masih bisa dikatakan relatif belum maksimal. Itu karena Bumdes masih baru dibentuk. Namun, dari pihak desa optimistis pemasukan untuk desa juga akan lebih besar dengan adanya Bumdes yang dikelola secara profesional.
Di sisi lain, selain desa yang mendapat pemasukan baru, para remaja yang tergabung di karang taruna maupun orang tua juga masih bisa mendapatkan penghasilan.
Para remaja dapat menjadi pemandu wisata ataupun bekerja di lokasi wisata menjadi juru parkir atau pelayan, sedangkan warga yang sudah tua, dapat menjadi pengarah misalnya edukasi cocok tanam.
Arip misalnya. Dulu, ia hanya mendapatkan uang dari hasil serabutan. Kini, ia dapat menerima uang dari sumber pasti setelah dirinya ikut terlibat sebagai karyawan di kebun bibit itu.
"Cukup membantu, kini saya dapat sumber yang rutin. Dulu serabutan," kata Arip.
Keterbukaan
Kepala Desa Jambu Agus menegaskan keterbukaan informasi publik menjadi komitmen tersendiri untuk pemerintahannya. Selain itu, pusat juga meminta agar pemerintah desa memberikan informasi seluasnya terkait dengan pemanfaatan dana di desa.
Salah satu upaya yang dilakukan sebagai bentuk komitmen akan keterbukaan pemerintahannya, Agus membuka segala informasi terkait dengan besarnya pendapatan, pemanfaatan hingga alokasi anggaran dalam papan besar yang dipasang di depan balai desa.
Masyarakat yang ingin tahu besarnya anggaran di desa bisa membaca informasi yang dibuat dalam baliho besar itu. Pun jika mereka ingin memberikan masukan positif demi kemajuan desa, bisa langsung menemui kepala desa.
"Clean government, keterbukaan, bersih anggaran termasuk pos kemana saja masyarakat bisa membaca," kata dia.
Ia kini terus berupaya agar desa ini semakin berkembang. Berbagai promosi gencar dilakukan baik di jejaring sosial seperti facebook, instagram, dan jaringan lainnya. Selain itu promosi baik di media televisi juga pernah dilakukannya demi menjadikan masyarakat di desa ini semakin maju.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kediri Krisna Setiawan mengatakan pemerintah kabupaten sangat mendukung dari kemajuan desa. Mereka telah disuport baik dari sisi anggaran maupun pemberian manajemen untuk pengembangan desa.
Di Kabupaten Kediri, kata dia, kini juga semakin banyak desa yang maju. Desa Jambu adalah salah satu yang cukup maju saat ini dengan mampu mengembangkan potensi di daerah mereka.
"Kami tentunya mendukung sepenuhnya potensi di desa. Kami ingin agar desa menjadi lebih berdaya," kata Krisna.
Anggaran untuk desa setiap tahun meningkat. Tahun 2018 ini pemerintah pusat menyediakan dana Rp60 triliun, Jawa Timur mendapat Rp6,3 triliun dan Kabupaten Kediri mendapat ebih dari Rp200 miliar.
Pemerintah kabupaten menilai dengan anggaran desa yang cukup besar, peran BPK juga sangat penting untuk pengawasan dan pengelolaan anggaran. Karenanya pemerintahan desa utamanya kepala desa harus bisa mengelola keuangan dengan baik dan transparan, tidak ceroboh dan bisa memanfaatkan sebaik mungkin.
"Keuangan desa harus bisa mencerminkan peruntukan arah pembangunan desa yang jelas dan terarah. Untuk itu pengelolaan juga harus benar. Pengarahan, bimbingan dan pembinaan terkait penggunaan dana desa harus tepat dan tidak boleh salah. Ini demi kemajuan desa," kata Bupati Kediri Haryanti Sutrisno saat sosialisasi peran, tugas dan fungsi BPK dalam pengawasan dan pengelolaan dana desa, Mei 2018. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Salah satu desa yang kini berdaya dan terbantu dengan dana desa adalah Desa Jambu, sebuah desa di Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Desa ini awalnya memang tidak terlalu terkenal, namun kini selalu dibicarakan setelah menahbiskan menjadi desa wisata edukasi, serta mampu memberdayakan berbagai macam potensi setempat.
Secara geografis, desa ini berjarak kurang lebih delapan kilometer dari pusat Kabupaten Kediri, di utara kantor pemerintah daerah, berbatasan dengan Kecamatan Kecamatan Pare. Di desa ini terdapat enam dusun, yakni Semut, Semanding, Jambu, Kedungcangkring, Suren dan Sumberjo.
Sektor pertanian menjadi andalan desa. Otomatis padi serta tanaman palawija menjadi sumber penghasilan utama bagi warganya. Kemudahan akses air ikut mendorong warga untuk mengolah tanaman di sawah.
Namun, secara ekonomi pendapatan petani masih belum maksimal. Banyak lahan yang harusnya bisa mendapatkan pendapatan lebih tidak dikelola dengan baik. Pun demikian dengan berbagai sarana di tempat ini. Fasilitas umum seperti sungai juga tidak dirawat dengan baik, sehingga terlihat kotor.
Pekerjaan rumah yang cukup bejibun membuat Agus Joko Susilo, kepala desa di tempat ini harus memutar otak. Dilantik pada 2014, ia ingin agar di desa ini masyarakat lebih berdaya dan sejahtera secara ekonomi.
Ia sadar, pemerintah telah memberikan banyak anggaran untuk desa. Namun, tidak semua anggaran bisa dimanfaatkan untuk sektor yang ia ingin kembangkan. Sesuai dengan aturan, anggaran untuk desa baik dari dana desa maupun anggaran dana desa terdapat prioritas salah satunya infrastruktur.
Di awal kepemimpinannya, Agus mencoba menata manajemen di desanya. Pria yang suka bercocok tanam ini mengajak warga untuk menanam buah kelengkeng. Perawatan yang relatif mudah serta harga jual buahnya yang dinilai cukup bagus menjadi alasan pilihan pada tanaman tersebut. Dalam rentang 2-3 tahun, pohon sudah bisa berbuah.
Pada awal tanaman kelengkeng ini, pohon yang dikembangkan sekitar 2.000 batang. Uji coba berhasil dan warga mendapatkan hasil berlimpahpada saat panen buah . Kini, ada kurang lebih 8.400 batang kelengkeng yang ada di desa tersebut.
Dengan harga buah jual yang relatif stabil sekitar Rp20 ribu per kilogram, petani mendapat keuntungan..
Pola yang diterapkan adalah dengan metode tumpang sari. Warga bisa memanfaatkan tanah kebun mereka untuk tanaman kelengkeng. Sambil menunggu tanaman berbuah, mereka masih dapat penghasilan dengan tanaman cabai atau kacang tanah di sekitar tanaman.
Tidak sia-sia, buah usahanya juga diganjar manis dengan mendapatkan penghargaan dari pemerintah lima tahun lalu sebagai lumbung buah lokal. Desa ini merupakan salah satu desa penghasil buah kelengkeng terbanyak di Kabupaten Kediri.
Manfaatkan dana desa
Agus ditemui akhir pekan lalu mengaku terus ingin mengembangkan desanya ini. Sektor geografis yang menjadi andalan rupanya berkah tersendiri. Bukan hanya tanaman kelengkeng yang menghasilkan, kini desa ini disulap jadi tujuan wisata nan apik.
Di Desa Jambu ini, pada 2017 total pendapatan yang diterima hingga Rp1,88 miliar, yakni dari PAD kurang lebih Rp397 juta, dari dana desa adalah Rp877 juta, pajak dan retribusi hingga Rp48 juta, ADD 457 juta, BKD Kabupaten Rp100 juta, dan silpa tahun lalu adalah Rp4,5 juta.
Sedangkan, total belanja untuk penyelenggaraan pemerintah Rp1,87 miliar untuk penyelenggaraan pemerintahan Rp789 juta, pelaksanaan pembangunan Rp880 juta, pembinaan masyarakat dan berbagai program lainnya.
Untuk anggaran dan pendapatan desa, APBdes 2018, total pendapatan adalah Rp1,6 miliar dari berbagai pendapatan baik dari PAD, dana desa, pajak dan pendapatan lainnya.
Total belanja yang direncanakan di 2018 adalah Rp1,57 miliar, yakni untuk penyelenggaraan pemerintah Rp736 juta, pelaksanaan pembangunan Rp721 juta, pembinaan masyarakat desa Rp10 juta, maupun pemberdayaan masyarakat desa sekitar Rp102 juta, serta penyertaan modal Bumdes Desa Jambu sekitar Rp61 juta.
Menurut Agus, pihak desa memang baru pada 2018 ini menganggarkan untuk penyertaan modal. Rencananya, modal itu dipergunakan untuk wisata edukasi di tempat ini.
Menurut dia, anggaran memang tidak terlalu besar sebab pihaknya lebih ingin memberdayakan masyarakat desa. Gayung bersambut. Kendati anggaran terbatas, masyarakat justru termotivasi. Masyarakat gotong royong membersihkan sungai yang kemudian diisi dengan ikan dan dijadikan sebagai tempat wisata "sejuta ikan".
Begitu juga warga yang mempunyai ternak kambing, bersedia bekerjasama dengan desa untuk mengelola wisata "perah susu etawa".
Di desa ini, setidaknya telah dikembangkan sekitar 16 titik sebagai wisata edukasi. Seluruh titik dipermak menjadi lokasi wisata yang menarik, sehingga masyarakatdari tempat lain berduyun-duyun datang.
"Kebun bibit Kediri" dipilih sebagai lokasi masuk. Pendamping wisata akan senang hati mengantarkan berbagai tamu ke destinasi wisata yang diinginkan. Wisatawan juga bisa memilih paket kunjungan dengan harga yang relatif terjangkau.
Di kebun ini, bukan hanya banyak bibit pohon. Tempat ini dipermak menjadi lokasi destinasi yang apik. Fasilitas yang mendapat sentuhan tradisional untuk gazebo dengan bahan baku utama dari bambu, juga sentuhan modern untuk membangun pondokan berbentuk kerucut bisa ditemukan di tempat tersebut. Di dalamnya terdapat fasilitas lengkap misalnya kamar tidur, televisi, hingga pendingin ruangan.
Keunikan tempat ini mengundang orang untuk menjadikannya sebagai objek swafoto. Tidak jarang wisatawan dari Kediri maupun luar daerah jauh-jauh datang ini demi berburu objek swafoto.
Pengunjung juga dimanjakan dengan berbagai menu makanan dan minuman yang harganya relatif terjangkau.
Kebun bibit ini dikelola dengan lebih serius sekitar 1,5 tahun. Setiap hari tak kurang dari ratusan wisatawan yang hadir. Bahkan, saat akhir pekan sekitar 2.000 wisatawan berkunjung ke tempat ini.
Pihak desa juga kecipratan dana dari pengeloaan objek wisata yang ada di daerah ini. Bumdes yang baru dibentuk pun turut mendapatkan pemasukan. Di awal berdiri, satu bulan ini Bumdes Jambu sudah mendapatkan dana Rp11 juta dari penyertaan modal untuk wisata tersebut.
Jumlah ini memang masih bisa dikatakan relatif belum maksimal. Itu karena Bumdes masih baru dibentuk. Namun, dari pihak desa optimistis pemasukan untuk desa juga akan lebih besar dengan adanya Bumdes yang dikelola secara profesional.
Di sisi lain, selain desa yang mendapat pemasukan baru, para remaja yang tergabung di karang taruna maupun orang tua juga masih bisa mendapatkan penghasilan.
Para remaja dapat menjadi pemandu wisata ataupun bekerja di lokasi wisata menjadi juru parkir atau pelayan, sedangkan warga yang sudah tua, dapat menjadi pengarah misalnya edukasi cocok tanam.
Arip misalnya. Dulu, ia hanya mendapatkan uang dari hasil serabutan. Kini, ia dapat menerima uang dari sumber pasti setelah dirinya ikut terlibat sebagai karyawan di kebun bibit itu.
"Cukup membantu, kini saya dapat sumber yang rutin. Dulu serabutan," kata Arip.
Keterbukaan
Kepala Desa Jambu Agus menegaskan keterbukaan informasi publik menjadi komitmen tersendiri untuk pemerintahannya. Selain itu, pusat juga meminta agar pemerintah desa memberikan informasi seluasnya terkait dengan pemanfaatan dana di desa.
Salah satu upaya yang dilakukan sebagai bentuk komitmen akan keterbukaan pemerintahannya, Agus membuka segala informasi terkait dengan besarnya pendapatan, pemanfaatan hingga alokasi anggaran dalam papan besar yang dipasang di depan balai desa.
Masyarakat yang ingin tahu besarnya anggaran di desa bisa membaca informasi yang dibuat dalam baliho besar itu. Pun jika mereka ingin memberikan masukan positif demi kemajuan desa, bisa langsung menemui kepala desa.
"Clean government, keterbukaan, bersih anggaran termasuk pos kemana saja masyarakat bisa membaca," kata dia.
Ia kini terus berupaya agar desa ini semakin berkembang. Berbagai promosi gencar dilakukan baik di jejaring sosial seperti facebook, instagram, dan jaringan lainnya. Selain itu promosi baik di media televisi juga pernah dilakukannya demi menjadikan masyarakat di desa ini semakin maju.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kediri Krisna Setiawan mengatakan pemerintah kabupaten sangat mendukung dari kemajuan desa. Mereka telah disuport baik dari sisi anggaran maupun pemberian manajemen untuk pengembangan desa.
Di Kabupaten Kediri, kata dia, kini juga semakin banyak desa yang maju. Desa Jambu adalah salah satu yang cukup maju saat ini dengan mampu mengembangkan potensi di daerah mereka.
"Kami tentunya mendukung sepenuhnya potensi di desa. Kami ingin agar desa menjadi lebih berdaya," kata Krisna.
Anggaran untuk desa setiap tahun meningkat. Tahun 2018 ini pemerintah pusat menyediakan dana Rp60 triliun, Jawa Timur mendapat Rp6,3 triliun dan Kabupaten Kediri mendapat ebih dari Rp200 miliar.
Pemerintah kabupaten menilai dengan anggaran desa yang cukup besar, peran BPK juga sangat penting untuk pengawasan dan pengelolaan anggaran. Karenanya pemerintahan desa utamanya kepala desa harus bisa mengelola keuangan dengan baik dan transparan, tidak ceroboh dan bisa memanfaatkan sebaik mungkin.
"Keuangan desa harus bisa mencerminkan peruntukan arah pembangunan desa yang jelas dan terarah. Untuk itu pengelolaan juga harus benar. Pengarahan, bimbingan dan pembinaan terkait penggunaan dana desa harus tepat dan tidak boleh salah. Ini demi kemajuan desa," kata Bupati Kediri Haryanti Sutrisno saat sosialisasi peran, tugas dan fungsi BPK dalam pengawasan dan pengelolaan dana desa, Mei 2018. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018