Surabaya (Antaranews Jatim) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena diduga melanggar UU 7/2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 565 ayat 1 dan ayat 2.
"Tidak hanya Bawaslu Jatim, tapi kami juga melaporkan Bawaslu RI," ujar salah seorang pengadu, Joko Rudi, kepada wartawan di Surabaya, Jumat.
Ia menjelaskan, Pasal 565 terkait proses seleksi Bawaslu Kabupaten/Kota menyebutkan hasil seleksi di Kabupaten/Kota yang dibentuk berdasarkan UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dapat ditetapkan menjadi anggota Bawaslu kabupaten/Kota sepanjang memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh UU.
"Persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Bawaslu 10/2018, dan kami merupakan Panwaslu kabupaten/kota yang dibentuk oleh UU 15/2011, yang dalam UU 7/2017 bisa ditetapkan kembali menjadi Bawaslu kab/kota, tetapi oleh Bawaslu RI atas masukan Bawaslu Jatim, hak-hak kami yang dijamin oleh UU tersebut dihilangkan," ucapnya.
Ia mengaku pengaduannya membawa amanah dari 38 orang yang merasa disingkirkan tanpa alasan jelas.
Selain itu, dalam pokok pengaduan juga disampaikan beberapa hal, antara lain Bawaslu dianggap tidak profesional, salah satunya mengadakan uji kepatutan dalam waktu kurang dari sejam.
"Padahal hasil uji kepatutan ini menjadi dasar Bawaslu RI untuk menetapkan komisioner di Kabupaten/Kota. Kami juga mencatat ada beberapa persoalan, termasuk dugaan tidak independennya komisioner lolos," katanya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi terpisah, komisioner Bawaslu Jatim Aang Kunaifi mengaku telah mendengar informasi pengaduan tersebut, dan pihaknya siap mengikuti proses yang berlaku.
"Seluruh warga negara berhak melaporkan tindak pidana Pemilu dan kami menghargainya. Tapi, dalam prosesnya kami mempunyai hak untuk menjawabnya," katanya.
Pihaknya juga mengaku telah menerima jadwal dilakukannya sidang etik oleh DKPP pada Selasa, 13 November 2018, melalui konferensi video di Kantor Bawaslu Jatim Jalan Tanggulangin Surabaya.
"Dari undangan yang kami terima seperti itu, bahwa yang Bawaslu Jatim dilakukan melalui konferensi video di Surabaya. Tapi, nanti tidak tahu lagi kalau ada perubahan sidang etik di Jakarta," kata Aang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Tidak hanya Bawaslu Jatim, tapi kami juga melaporkan Bawaslu RI," ujar salah seorang pengadu, Joko Rudi, kepada wartawan di Surabaya, Jumat.
Ia menjelaskan, Pasal 565 terkait proses seleksi Bawaslu Kabupaten/Kota menyebutkan hasil seleksi di Kabupaten/Kota yang dibentuk berdasarkan UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dapat ditetapkan menjadi anggota Bawaslu kabupaten/Kota sepanjang memenuhi persyaratan yang telah diatur oleh UU.
"Persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Bawaslu 10/2018, dan kami merupakan Panwaslu kabupaten/kota yang dibentuk oleh UU 15/2011, yang dalam UU 7/2017 bisa ditetapkan kembali menjadi Bawaslu kab/kota, tetapi oleh Bawaslu RI atas masukan Bawaslu Jatim, hak-hak kami yang dijamin oleh UU tersebut dihilangkan," ucapnya.
Ia mengaku pengaduannya membawa amanah dari 38 orang yang merasa disingkirkan tanpa alasan jelas.
Selain itu, dalam pokok pengaduan juga disampaikan beberapa hal, antara lain Bawaslu dianggap tidak profesional, salah satunya mengadakan uji kepatutan dalam waktu kurang dari sejam.
"Padahal hasil uji kepatutan ini menjadi dasar Bawaslu RI untuk menetapkan komisioner di Kabupaten/Kota. Kami juga mencatat ada beberapa persoalan, termasuk dugaan tidak independennya komisioner lolos," katanya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi terpisah, komisioner Bawaslu Jatim Aang Kunaifi mengaku telah mendengar informasi pengaduan tersebut, dan pihaknya siap mengikuti proses yang berlaku.
"Seluruh warga negara berhak melaporkan tindak pidana Pemilu dan kami menghargainya. Tapi, dalam prosesnya kami mempunyai hak untuk menjawabnya," katanya.
Pihaknya juga mengaku telah menerima jadwal dilakukannya sidang etik oleh DKPP pada Selasa, 13 November 2018, melalui konferensi video di Kantor Bawaslu Jatim Jalan Tanggulangin Surabaya.
"Dari undangan yang kami terima seperti itu, bahwa yang Bawaslu Jatim dilakukan melalui konferensi video di Surabaya. Tapi, nanti tidak tahu lagi kalau ada perubahan sidang etik di Jakarta," kata Aang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018