Jember (Antaranews Jatim) - Puluhan guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap di salah satu kecamatan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa, mogok mengajar dan kerja dengan berkumpul di bekas kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan yang berada di Desa Sumberpinang.
Sebanyak 59 GTT (guru tidak tetap) dan PTT (pegawai tidak tetap) yang berasal dari 16 sekolah dasar (SD) se-Kecamatan Pakusari itu mulai melakukan aksi mogok kerja sejak Senin (5/11) hingga Jumat (9/11) dengan memasang sebuah spanduk tuntutan tenaga honorer di bekas UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pakusari itu.
"Kalau kemarin terdapat GTT-PTT di empat kecamatan yang mogok kerja, yakni Kecamatan Pakusari, Mayang, Kalisat, dan Jelbuk yang jumlahnya mencapai ratusan, namun kalau hari ini sepertinya hanya Pakusari yang terus mogok mengajar," kata koordinator aksi Ali Jamil di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pakusari.
Menurutnya, mogok mengajar GTT dan PTT di Kecamatan Pakusari berdasarkan kesepakatan semua GTT dan PTT, sehingga guru honorer tersebut juga mendapatkan izin dari kepala sekolah masing-masing untuk tidak mengajar.
"Kami menuntut perbaikan kebijakan dari Pemkab Jember dan pemerintah pusat, sehingga tuntutan kami sama dengan saat berunjuk rasa di gedung DPRD Jember sepekan lalu," katanya.
Ia menjelaskan, GTT dan PTT Jember menuntut surat penugasan (SP) yang diberikan Bupati Jember Faida diganti dengan surat keputusan (SK) yang terbit setahun sekali dengan penyesuaian lokasi kerja berdasarkan SP.
"Honor GTT Jember sekarang berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu dengan penempatan yang jauh dari rumah, bahkan honor itu dirapel karena membayarnya memakai dana bantuan operasional sekolah, sehingga seharusnya honor untuk GTT dan PTT dianggarkan di APBD," ujarnya.
Tuntutan yang lain, yakni kebijakan batasan usia rekrutmen CPNS dari tenaga honorer dengan batas maksimal berusia 35 tahun yang bisa mengikuti tes CPNS 2018, padahal banyak GTT yang sudah puluhan tahun mengabdi menjadi guru di sekolah.
Dalam banner yang dipasang oleh GTT dan PTT tercatat delapan tuntutan yang disampaikan, yakni penghapusan syarat umur untuk seleksi CPNS tanpa syarat dan masa ijazah, menjadi PNS hanya melalui seleksi berkas karena sudah siap jadi guru, atlet bisa jadi PNS tanpa tes, kenapa GTT dan PTT tidak bisa?, dan Cabut SP dan terbitkan SK.
Selain itu, penuhi rasa keadilan tanpa membedakan masa kerja ijazah dan usia, harus libatkan seluruh stakeholder pendidikan untuk penerbitan SK bupati, penataan SK menjadi wewenang Dinas Pendidikan, dan honor GTT/PTT dianggarkan dalam APBD setiap tahun dengan patokan UMK.
Sementara itu, pantauan di lapangan ratusan siswa SD di Kecamatan Pakusari tidak mendapatkan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya, sehingga sejumlah siswa memilih bermain seadanya.
"Hari ini tidak ada pelajaran karena gurunya tidak ada, sehingga kami bermain hingga jam pelajaran selesai," kata Via, salah seorang siswa SDN Sumberpinang 2.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Sebanyak 59 GTT (guru tidak tetap) dan PTT (pegawai tidak tetap) yang berasal dari 16 sekolah dasar (SD) se-Kecamatan Pakusari itu mulai melakukan aksi mogok kerja sejak Senin (5/11) hingga Jumat (9/11) dengan memasang sebuah spanduk tuntutan tenaga honorer di bekas UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pakusari itu.
"Kalau kemarin terdapat GTT-PTT di empat kecamatan yang mogok kerja, yakni Kecamatan Pakusari, Mayang, Kalisat, dan Jelbuk yang jumlahnya mencapai ratusan, namun kalau hari ini sepertinya hanya Pakusari yang terus mogok mengajar," kata koordinator aksi Ali Jamil di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pakusari.
Menurutnya, mogok mengajar GTT dan PTT di Kecamatan Pakusari berdasarkan kesepakatan semua GTT dan PTT, sehingga guru honorer tersebut juga mendapatkan izin dari kepala sekolah masing-masing untuk tidak mengajar.
"Kami menuntut perbaikan kebijakan dari Pemkab Jember dan pemerintah pusat, sehingga tuntutan kami sama dengan saat berunjuk rasa di gedung DPRD Jember sepekan lalu," katanya.
Ia menjelaskan, GTT dan PTT Jember menuntut surat penugasan (SP) yang diberikan Bupati Jember Faida diganti dengan surat keputusan (SK) yang terbit setahun sekali dengan penyesuaian lokasi kerja berdasarkan SP.
"Honor GTT Jember sekarang berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu dengan penempatan yang jauh dari rumah, bahkan honor itu dirapel karena membayarnya memakai dana bantuan operasional sekolah, sehingga seharusnya honor untuk GTT dan PTT dianggarkan di APBD," ujarnya.
Tuntutan yang lain, yakni kebijakan batasan usia rekrutmen CPNS dari tenaga honorer dengan batas maksimal berusia 35 tahun yang bisa mengikuti tes CPNS 2018, padahal banyak GTT yang sudah puluhan tahun mengabdi menjadi guru di sekolah.
Dalam banner yang dipasang oleh GTT dan PTT tercatat delapan tuntutan yang disampaikan, yakni penghapusan syarat umur untuk seleksi CPNS tanpa syarat dan masa ijazah, menjadi PNS hanya melalui seleksi berkas karena sudah siap jadi guru, atlet bisa jadi PNS tanpa tes, kenapa GTT dan PTT tidak bisa?, dan Cabut SP dan terbitkan SK.
Selain itu, penuhi rasa keadilan tanpa membedakan masa kerja ijazah dan usia, harus libatkan seluruh stakeholder pendidikan untuk penerbitan SK bupati, penataan SK menjadi wewenang Dinas Pendidikan, dan honor GTT/PTT dianggarkan dalam APBD setiap tahun dengan patokan UMK.
Sementara itu, pantauan di lapangan ratusan siswa SD di Kecamatan Pakusari tidak mendapatkan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya, sehingga sejumlah siswa memilih bermain seadanya.
"Hari ini tidak ada pelajaran karena gurunya tidak ada, sehingga kami bermain hingga jam pelajaran selesai," kata Via, salah seorang siswa SDN Sumberpinang 2.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018