Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Sejumlah perajin batik di Kabupaten Banyuwangi mengaku omzet hasil kerajinan meraka naik hingga ratusan persen sebagai dampak dari digelarnya beragam festival yang kemudian dihadiri para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Firman Sauqi, pemilik galeri Godho Batik, di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa bercerita, saat memulai merintis bisnis batik pada 2011, dalam sebulan dia hanya mampu menjual sekitar 25 lembar kain. Tahun 2011 adalah awal dari penyelenggaraan Banyuwangi Festival yang tiap tahunnya berisi puluhan atraksi wisata seni-budaya dan wisata olahraga berbasis alam.
Dari tahun ke tahun, kata dia, penjualan Godho Batik yang berada di Kecamatan Giri dengan melibatkan puluhan perajin desa itu terus meningkat. Dalam dua tahun terakhir, tiap bulannya, Firman bisa menjual hingga 200 lembar kain, atau melonjak sekitar 700 persen dibanding saat memulai usaha pada 2011.
Pada 2011, kata dia, dalam sebulan hanya mampu mengantongi omzet Rp5 juta hingga Rp10 juta. Kini, omzetnya naik Rp50 juta hingga Rp250 juta, dengan harga kain batiknya mulai Rp100.000 sampai Rp1,3 juta per lembar.
"Alhamdulillah, festival di Banyuwangi ini menjadi berkah buat kami. Hal ini juga dirasakan perajin batik dan UMKM lainnya. Batik saya juga sudah merambah ke Jakarta, Surabaya, Malang, Lampung, Palembang, hingga Papua, dengan penjualan online," ujarnya.
Firman mengatakan, saat ada Banyuwangi Batik Festival (BBF), penjualannya bahkan mencapai 500 hingga 700 lembar per bulan. Kondisi itu bertahan terus hingga lima bulan setelah BBF usai.
"Kami merasakan bahwa BBF itu berperan penting dalam mempromosikan batik Banyuwangi. Kami ikut merasakan berkahnya,” katanya sebagaimana dikutip tertulis Pemkab Banyuwangi.
Pemkab Banyuwangiu sendiri bakal menggelar kembali Banyuwangi Batik Festival yang rutin digelar sejak 2013 itu pada 17 November 2018.
"Selain menjadi panggung atas karya kreatif para perajin dan desainer batik Banyuwangi, BBF ini juga membawa berkah terhadap usaha para perajin," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat mengunjungi sejumlah perajin batik.
Susiyati, pemilik galeri batik Gondo Arum dan memulai bisnis pada 2012, juga mengaku terdongkrak penjualannya seiring geliat ekonomi dan pariwisata Banyuwangi.
"Sebelum saya merintis, saya mendapat pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi. Kebetulan pelatihan digelar di rumah saya. Tetangga-tetangga saya juga ikut. Jadi saat memulai bisnis ini saya langsung bisa mengajak tetangga-tetangga desa di rumah," kata perempuan yang mengembangkan workshop batik di Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat, ini.
Di awal bisnisnya, Susiyati mengaku hanya bisa menjual 50 lembar batik per bulan. Namun, kini dia bisa menjual hingga 300 lembar batik per bulan, dengan harga Rp125.000 sampai Rp1,6 juta per lembar.
"Harapan kami para pelaku usaha kecil ini, semoga Banyuwangi bisa terus kreatif meningkatkan ekonomi perajin batik, seperti lewat festival, karena kami sangat merasakan manfaatnya," kata dia.
Bupati Anas mengaku bersyukur bahwa Banyuwangi Festival telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Festival bukan sekedar ajang untuk bersenang-senang atau mendatangkan wisatawan. Lebih dari itu, festival juga menjadi alat menggerakkan roda perekonomian warga kecil," kata Anas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Firman Sauqi, pemilik galeri Godho Batik, di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa bercerita, saat memulai merintis bisnis batik pada 2011, dalam sebulan dia hanya mampu menjual sekitar 25 lembar kain. Tahun 2011 adalah awal dari penyelenggaraan Banyuwangi Festival yang tiap tahunnya berisi puluhan atraksi wisata seni-budaya dan wisata olahraga berbasis alam.
Dari tahun ke tahun, kata dia, penjualan Godho Batik yang berada di Kecamatan Giri dengan melibatkan puluhan perajin desa itu terus meningkat. Dalam dua tahun terakhir, tiap bulannya, Firman bisa menjual hingga 200 lembar kain, atau melonjak sekitar 700 persen dibanding saat memulai usaha pada 2011.
Pada 2011, kata dia, dalam sebulan hanya mampu mengantongi omzet Rp5 juta hingga Rp10 juta. Kini, omzetnya naik Rp50 juta hingga Rp250 juta, dengan harga kain batiknya mulai Rp100.000 sampai Rp1,3 juta per lembar.
"Alhamdulillah, festival di Banyuwangi ini menjadi berkah buat kami. Hal ini juga dirasakan perajin batik dan UMKM lainnya. Batik saya juga sudah merambah ke Jakarta, Surabaya, Malang, Lampung, Palembang, hingga Papua, dengan penjualan online," ujarnya.
Firman mengatakan, saat ada Banyuwangi Batik Festival (BBF), penjualannya bahkan mencapai 500 hingga 700 lembar per bulan. Kondisi itu bertahan terus hingga lima bulan setelah BBF usai.
"Kami merasakan bahwa BBF itu berperan penting dalam mempromosikan batik Banyuwangi. Kami ikut merasakan berkahnya,” katanya sebagaimana dikutip tertulis Pemkab Banyuwangi.
Pemkab Banyuwangiu sendiri bakal menggelar kembali Banyuwangi Batik Festival yang rutin digelar sejak 2013 itu pada 17 November 2018.
"Selain menjadi panggung atas karya kreatif para perajin dan desainer batik Banyuwangi, BBF ini juga membawa berkah terhadap usaha para perajin," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat mengunjungi sejumlah perajin batik.
Susiyati, pemilik galeri batik Gondo Arum dan memulai bisnis pada 2012, juga mengaku terdongkrak penjualannya seiring geliat ekonomi dan pariwisata Banyuwangi.
"Sebelum saya merintis, saya mendapat pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi. Kebetulan pelatihan digelar di rumah saya. Tetangga-tetangga saya juga ikut. Jadi saat memulai bisnis ini saya langsung bisa mengajak tetangga-tetangga desa di rumah," kata perempuan yang mengembangkan workshop batik di Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat, ini.
Di awal bisnisnya, Susiyati mengaku hanya bisa menjual 50 lembar batik per bulan. Namun, kini dia bisa menjual hingga 300 lembar batik per bulan, dengan harga Rp125.000 sampai Rp1,6 juta per lembar.
"Harapan kami para pelaku usaha kecil ini, semoga Banyuwangi bisa terus kreatif meningkatkan ekonomi perajin batik, seperti lewat festival, karena kami sangat merasakan manfaatnya," kata dia.
Bupati Anas mengaku bersyukur bahwa Banyuwangi Festival telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Festival bukan sekedar ajang untuk bersenang-senang atau mendatangkan wisatawan. Lebih dari itu, festival juga menjadi alat menggerakkan roda perekonomian warga kecil," kata Anas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018