Sidoarjo (Antaranews Jatim) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya memvonis Wali Kota Mojokerto nonaktif Masud Yunus selama 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider kurungan 2 bulan serta pencabutan hak politik selama 3 tahun.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 KUHP Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP," kata Dede Suryaman selaku ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis.
Putusan hakim ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 4 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.
Menanggapi vonis tersebut, kuasa hukum Masud Yunus, Mahfud, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim tersebut.
Ia membandingkan putusan Kadis PUPR Wiwiet Febryanto selama 2 tahun penjara.
"Yang pasti putusannya (hakim) `jomplang` karena yang memiliki niat menyuap Wiwiet. Adapun Wiwiet mendapat hukuman yang lebih ringan daripada klien kami," ucap Mahfud selepas sidang.
Mahfud juga mempertanyakan putusan hakim terkait dengan keterangan Wiwiet soal "fee" (hadiah dalam bentuk uang) jasmas di dalam putusan hakim.
Padahal, menurut Mahfud, di dalam persidangan tidak pernah sekalipun Wiwiet menyinggung masalah "fee" itu.
Sebelumnya, Masud Yunus dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (9-4-2018). Dia diperkarakan dalam kaitan kasus suap untuk melancarkan APBD Kota Mojokerto kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto.
Masud diduga memberi janji atau hadiah kepada pimpinan DPRD Mojokerto. Pemberian janji atau hadiah tersebut terkait dengan pembahasan perubahan APBD.
Dalam kasus ini, KPK terlebih dahulu menetapkan Wakil Ketua DPRD Umar Faruq sebagai salah satu tersangka. Politikus dari Partai Amanat Nasional ini terkena OTT KPK saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.
KPK juga menangkap Kadis PUPR Wiwiet Febryanto, mantan Ketua DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Purnomo, dan mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani.
KPK pun menyita uang sebesar Rp470 juta yang diduga digunakan Wiwiet untuk menyuap ketiga pimpinan dewan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 KUHP Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP," kata Dede Suryaman selaku ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis.
Putusan hakim ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 4 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.
Menanggapi vonis tersebut, kuasa hukum Masud Yunus, Mahfud, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim tersebut.
Ia membandingkan putusan Kadis PUPR Wiwiet Febryanto selama 2 tahun penjara.
"Yang pasti putusannya (hakim) `jomplang` karena yang memiliki niat menyuap Wiwiet. Adapun Wiwiet mendapat hukuman yang lebih ringan daripada klien kami," ucap Mahfud selepas sidang.
Mahfud juga mempertanyakan putusan hakim terkait dengan keterangan Wiwiet soal "fee" (hadiah dalam bentuk uang) jasmas di dalam putusan hakim.
Padahal, menurut Mahfud, di dalam persidangan tidak pernah sekalipun Wiwiet menyinggung masalah "fee" itu.
Sebelumnya, Masud Yunus dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (9-4-2018). Dia diperkarakan dalam kaitan kasus suap untuk melancarkan APBD Kota Mojokerto kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto.
Masud diduga memberi janji atau hadiah kepada pimpinan DPRD Mojokerto. Pemberian janji atau hadiah tersebut terkait dengan pembahasan perubahan APBD.
Dalam kasus ini, KPK terlebih dahulu menetapkan Wakil Ketua DPRD Umar Faruq sebagai salah satu tersangka. Politikus dari Partai Amanat Nasional ini terkena OTT KPK saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.
KPK juga menangkap Kadis PUPR Wiwiet Febryanto, mantan Ketua DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Purnomo, dan mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani.
KPK pun menyita uang sebesar Rp470 juta yang diduga digunakan Wiwiet untuk menyuap ketiga pimpinan dewan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018