Surabaya (Antaranews Jatim) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan menerima penghargaan tertinggi "Scroll of Honour Award" dari United Nations Human Settlement Programme atau UN Habitat di markas UN Habitat di Kota Nairobi, Kenya, pada 1 Oktober 2018.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya M. Fikser, di Surabaya, Sabtu, mengatakan pemberian penghargaan itu diberikan bertepatan dengan perayaan "World Habitat Day" (Hari Habitat Dunia) 2018 yang jatuh pada 1 Oktober.
"Scroll of Honour Award merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh UN Habitat kepada negara, kota, organisasi maupun individu yang dianggap berjasa dan memiliki kontribusi dalam mewujudkan kota yang humanis dan berkelanjutan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya M. Fikser, di Surabaya, Sabtu, mengatakan pemberian penghargaan itu diberikan bertepatan dengan perayaan "World Habitat Day" (Hari Habitat Dunia) 2018 yang jatuh pada 1 Oktober.
"Scroll of Honour Award merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh UN Habitat kepada negara, kota, organisasi maupun individu yang dianggap berjasa dan memiliki kontribusi dalam mewujudkan kota yang humanis dan berkelanjutan," katanya.
Fikser mengatakan berdasarkan data yang didapatkan dari UN Habitat, "Scroll of Honour Award" ini diinisiasi sejak 1989. "Penghargaan itu sudah diberikan kepada lima tokoh atau instansi di Indonesia. Bu wali kota Surabaya ini merupakan yang keenam," katanya.
Adapun lima tokoh atau instansi itu adalah Bank Tabungan Negara (BTN) yang diterima pada 1994, Menteri Pekerjaan Umum Radinal Moocthar pada 1997, Prof. Johan Silas atas dedikasi penelitian, penanganan dan penyediaan rumah terjangkau untuk masyarakat miskin yang didapatkan pada 2005.
"Prof Johan Silas itu adalah dosen bu wali kota saat kuliah di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) dulu. Jadi, ceritanya ini guru dan murid sama-sama mendapatkan penghargaan tertinggi dari UN Habitat," katanya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas perbaikan permukiman kumuh dan penyediaan infrastruktur baru untuk menjadikan kota kosmopolitan yang inklusif yang diterima pada 2005, dan Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin (Anumerta) atas penanganan gempa dan tsunami di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara.
Menurut dia, penghargaan yang diberikan UN Habitat kepada wali kota Surabaya atas penilaian terhadap pengelolaan sampah perkotaan di Kota Surabaya yang mampu menjadi pelopor sekaligus barometer perubahan, terutama bagaimana pengelolaan sampah perkotaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat.
Salah satunya adalah program "Surabaya Green and Clean" yang telah dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Program yang telah berjalan selama 13 tahun tanpa terputus itu merupakan salah satu unsur yang mendapat perhatian hingga akhirnya Kota Surabaya dianggap mampu melakukan pengelolaan sampah dengan baik.
"Sebenarnya, konsep dasar program 'Surabaya Green and Clean' ini sangat sederhana, yaitu mengajak masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah di rumahnya masing-masing. Pemilihan ini untuk mengajak masyarakat sadar bahwa sampah itu tidak hanya bagian dari tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab semua warga Kota Surabaya," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Kota Surabaya juga memiliki program "Merdeka Dari Sampah" atau lebih dikenal dengan MDS yang telah dimulai pada 2006. Sekilas program ini tampak serupa, namun jika dilihat lebih dekat lagi, ternyata tidak sama.
"Dua program ini juga mampun menggandeng sektor swasta, sehingga persoalan pengelolaan sampah di Kota Surabaya merupakan tanggung jawab seluruh elemen yang ada di Kota Surabaya," ujarnya.
Adapun lima tokoh atau instansi itu adalah Bank Tabungan Negara (BTN) yang diterima pada 1994, Menteri Pekerjaan Umum Radinal Moocthar pada 1997, Prof. Johan Silas atas dedikasi penelitian, penanganan dan penyediaan rumah terjangkau untuk masyarakat miskin yang didapatkan pada 2005.
"Prof Johan Silas itu adalah dosen bu wali kota saat kuliah di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) dulu. Jadi, ceritanya ini guru dan murid sama-sama mendapatkan penghargaan tertinggi dari UN Habitat," katanya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas perbaikan permukiman kumuh dan penyediaan infrastruktur baru untuk menjadikan kota kosmopolitan yang inklusif yang diterima pada 2005, dan Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin (Anumerta) atas penanganan gempa dan tsunami di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara.
Menurut dia, penghargaan yang diberikan UN Habitat kepada wali kota Surabaya atas penilaian terhadap pengelolaan sampah perkotaan di Kota Surabaya yang mampu menjadi pelopor sekaligus barometer perubahan, terutama bagaimana pengelolaan sampah perkotaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat.
Salah satunya adalah program "Surabaya Green and Clean" yang telah dimulai sejak 2005 hingga saat ini. Program yang telah berjalan selama 13 tahun tanpa terputus itu merupakan salah satu unsur yang mendapat perhatian hingga akhirnya Kota Surabaya dianggap mampu melakukan pengelolaan sampah dengan baik.
"Sebenarnya, konsep dasar program 'Surabaya Green and Clean' ini sangat sederhana, yaitu mengajak masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah di rumahnya masing-masing. Pemilihan ini untuk mengajak masyarakat sadar bahwa sampah itu tidak hanya bagian dari tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab semua warga Kota Surabaya," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Kota Surabaya juga memiliki program "Merdeka Dari Sampah" atau lebih dikenal dengan MDS yang telah dimulai pada 2006. Sekilas program ini tampak serupa, namun jika dilihat lebih dekat lagi, ternyata tidak sama.
"Dua program ini juga mampun menggandeng sektor swasta, sehingga persoalan pengelolaan sampah di Kota Surabaya merupakan tanggung jawab seluruh elemen yang ada di Kota Surabaya," ujarnya.
Tidak hanya dua program itu, lanjut dia, Kota Surabaya juga telah memulai memanfaatkan sampah sebagai sumber energi listrik atau yang lebih dikenal dengan "Waste to Energy" di Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Benowo dan saat ini telah mampu menghasilkan listrik sebesar 2 MW dari target 9 MW.
"Hal ini yang kemudian menginspirasi kebijakan nasional agar pengelolaan sampah dan mengubahnya menjadi energi listrik dapat dilakukan di kota-kota lainnya di Indonesia," katanya.
Bahkan, sejak 2015, Kota Surabaya telah melakukan pengembangan eks TPA Keputih menjadi ruang publik terbesar di wilayah Surabaya Timur. Pengembangan ini juga bertujuan untuk mengembalikan kondisi lahan agar dapat kembali dimanfaatkan oleh warga Kota Surabaya.
"Dalam pengembangan eks TPA Keputih ini, Pemkot Surabaya juga didukung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," kata Fikser.
Sementara di lingkungan yang sama sebagai bagian dari pengembangan eks TPA Keputih, Pemkot Surabaya juga sedang mengembangkan Ruang Publik Kreatif eks Incinerator Keputih.
"Kalau yang ini mendapatkan dukungan dari UN Habitat dan United Cities and Local Government Asia-Pacific (UCLG ASPAC). Yang mana bu wali kota juga menjadi Presiden UCLG periode 2018-2020," ujarnya. (*)
"Hal ini yang kemudian menginspirasi kebijakan nasional agar pengelolaan sampah dan mengubahnya menjadi energi listrik dapat dilakukan di kota-kota lainnya di Indonesia," katanya.
Bahkan, sejak 2015, Kota Surabaya telah melakukan pengembangan eks TPA Keputih menjadi ruang publik terbesar di wilayah Surabaya Timur. Pengembangan ini juga bertujuan untuk mengembalikan kondisi lahan agar dapat kembali dimanfaatkan oleh warga Kota Surabaya.
"Dalam pengembangan eks TPA Keputih ini, Pemkot Surabaya juga didukung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," kata Fikser.
Sementara di lingkungan yang sama sebagai bagian dari pengembangan eks TPA Keputih, Pemkot Surabaya juga sedang mengembangkan Ruang Publik Kreatif eks Incinerator Keputih.
"Kalau yang ini mendapatkan dukungan dari UN Habitat dan United Cities and Local Government Asia-Pacific (UCLG ASPAC). Yang mana bu wali kota juga menjadi Presiden UCLG periode 2018-2020," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018