Meski tidak semeriah tahun baru Masehi, tahun baru hiriyah sebetulnya memiliki makna yang besar di kalangan umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat yang hidup dengan budaya Jawa. 

Tahun baru Hijriah yang dimulai sejak hijrah atau pindahnya Nabi Muhammda SAW dan pengikutnya dari Kota Mekkah ke Kota Madinah itu, bahkan menjadi seolah-olah juga merupakan pergantian tahun Jawa. Maka dikenallah dengan 1 Syuro untuk peringatahn 1 Muharram dalam kalender Hijriah.

Di kalangan masyarakat dengan budaya Jawa dikenal dengan istilah tirakatan di malam 1 Syuro, atau jamasan (memandikan) keris pusaka dan di kalangan keraton ada kirab pusaka. 

Kalau di masyarakat Jawa malam tahun baru Islam itu banyak dimaknai mistis, di Islam sendiri, pergantian tahun baru memiliki makna bahwa Umat Islam harus selalu bergerak untuk memperbaiki diri dan keadaan. Karena itu dalam ummul kitab AlQuran, yakni di surat Alfatihah ada ayat yang selalu dibaca diulang-ulang saat shalat, yakni "Ihdinash shiroothol mustaqiimm" (Tunjukkanlah kami ke jalan lurus).

Cendekiawan Muslim Emha Ainun Nadjib dalam beberapa kesempatan pengajiannya membahas soal makna ayat kelima dari Surat Alfatihah itu. 

Emha yang akrab dipanggil Cak Nun itu mengatakan, bahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW pun juga membaca ayat yang berarti doa agar ditunjukkan jalan yang lurus itu. 

Ayat itu mengandung nilai bahwa setiap umat Islam harus selalu menempatkan diri dalam posisi merasa belum ada apa-apanya dalam menjalankan peran sebagai wakil Allah di muka bumi. Karena itu manusia selalu meminta agar diposisikan berada dalam bimbingan atau petunjuk Allah di jalan yang lurus tadi. Di sinilah makna semangat hijrah selalu ditekankan dalam Islam.

Artinya, upaya untuk menjadi "sebaik-baik insan" itu harus selalu diupayakan oleh setiap individu Muslim. Makanya Kanjeng Nabi Muhammad lewat sebuah hadits mengingatkan Umat Muslim agar memanfaatkan waktu untuk kebaikan. Kata Kanjeng Nabi, barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia tergolong orang yang beruntung. sebaliknya, barang siapa yang hari ini lebih jelek dari kemarin, maka ia tergolong orang yang merugi.

Hijrah menjadi penting, sebagai upaya terus menerus umat Islam untuk menjadi pribadi yang baik dan banyak menebar manfaat di muka bumi. Meskipun demikian, kita tidak perlu terjebak dengan istilah hijrah yang banyak didaku oleh mereka yang merasa Islamnya sudah paling ideal, bahkan merasa paling beriman dibanding yang lain.(*) 
 

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018