Surabaya (Antaranews Jatim) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menginginkan moratorium pengangkatan guru sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2005 dicabut oleh Presiden Joko Widodo.

"Kami berjuang moratorium pengakatan guru itu diberhentikan. Moratorium PP No 48 tahun 2005 di mana pemerintah daerah tidak boleh mengangkat guru itu harus dicabut," kata Ketua PGRI Unifah Rosyidi usai pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI oleh Presiden Joko Widodo di Universitas PGRI Adibuana (Unipa) Surabaya, Kamis.

Uni mengatakan, pihaknya pernah berbincang dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait hal itu dan sebenarnya Pemda mau mengangkat asal sesuai dengan kemampuan.

Selain Risma, Presiden Jokowi juga telah berkomitmen untuk mengangkat guru honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara bertahap. Hal itu, kata Uni, disampaikan presiden saat HUT Guru tahun 2017.

"Presiden berkomitmen tapi letaknya sekarang bukan lagi di presiden tapi bagaiaman menteri menindaklanjuti seperti Kemenpan-RB. Kemendikbud sangat responsif terhadap pengakatan guru dan seharusnya diberikan kepada K2 yang memenuhi syarat," katanya.

Pencabutan PP itu, kata Uni, karena posisi non-PNS saat ini lebiih banyak dibanding guru negeri dan berimbas pada kurangnya guru yang mengajar di kelas.

"Perbandingannya non-PNS 1,6 juta sementara guru PNS sebanyak 1,4 juta. Itu artinya beda 52-53 persen," ujarnya.

Terkait kekurangan guru itu, PGRi telah berkonsultasi ke berbagai pihak seperti ke DPR RI, Kemenpan-RB dan juga ke presiden dan wakil presiden.

"Hasilnya, dua bulan lalu dalam disuksi di PGRI, wapres menyatakan akan mengangkat 100 ribu guru. Kita berharap itu diangkat K2," ujarnya.(*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018