Manila (Antara/Reuters) - Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dalam pidato kenegaraan tahunan pada Senin, mengaku akan meneruskan momentum kebijakan perang narkoba berdarah yang "menakutkan" sebagaimana sudah dilakukan sepanjang dua tahun terakhir.

Di depan para anggota Kongres, Duterte mengatakan bahwa perang terhadap narkoba -- yang telah menewaskan ribuan orang sehingga dikecam dunia internasional -- "masih jauh dari kata usai."
"Perang terhadap obat-obatan terlarang tidak akan dikesampingkan. Kami akan melakukannya dengan tegas dan menakutkan sebagaimana pertama kali dijalankan," kata Duterte, yang kebijakannya kini tengah diselidiki oleh Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).

"Jika perhatian kalian tertuju pada hak asasi manusia, maka perhatian saya adalah kehidupan manusia," kata dia sambil menambahkan bahwa perang narkoba bertujuan untuk menghentikan obat-obatan yang telah menghancurkan keluarga Filipina.

Sejak kebijakan perang narkoba dimulai, polisi di negara Asia Tenggara itu telah menewaskan lebih dari 4.500 orang yang diduga menjadi pengedar dan menolak ditangkap.

Para aktivis HAM mengaku prihatin atas pertumpahan darah tersebut, dan mengatakan bahwa ribuan orang telah dibunuh dalam upaya sistematis untuk membersihkan para pengguna narkoba dari kelompok masyarakat miskin.

Duterte membacakan pidatonya selama 50 menit, di antaranya untuk meminta Kongres agar mengesahkan undang-undang larangan kontrak kerja jangka pendek. Dia juga berjanji untuk semakin agresif dalam upaya melindungi lingkungan hidup.

Selain itu, dia berjanji akan segera menandatangani undang-undang otonomi bagi kawasan Muslim untuk mencegah penyebaran pengaruh kelompok bersenjata ISIS.

Dalam hubungannya dengan China, Duterte menegaskan bahwa dirinya tidak akan mengkompromikan keutuhan wilayah dan kepentingan Filipina dalam kaitannya dengan sengketa wilayah Laut China Selatan.

Di bawah kepemimpinan Duterte, hubungan antara Filipina dan China terus membaik. Beijing akan memberikan pinjaman, hibah, dan investasi untuk mendukung program pembangunan infrastruktur dari Duterte yang akan memakan biaya sebesar 180 miyar dolar AS.

Sementara itu di luar gedung Kongres, ribuan pengunjuk rasa dari kelompok gereja, perempuan, dan serikat kerja mengecam kebijakan Duterte yang dianggap anti terhadap kelompok masyarakat miskin. Mereka bahkan sempat membakar boneka sang presiden.

Unjuk rasa tandingan dari pendukung Duterte juga digelar tidak jauh darinya.

Para pengkritik Duterte mengatakan bahwa kebijakan perang narkoba dari sang presiden telah gagal. Sementara itu Senator Risa Hontiveros mengaku seperti "melihat dan mendengar siaran ulang film buruk" saat Duterte berpidato. (*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018