Surabaya (Antaranews Jatim) - Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Siti Zuhro menyatakan kekuatan negara harus ditopang dalam tiga hal yakni kemajemukan, pembangunan demokrasi dan penegakan supremasi hukum.
Siti Zuhro, di Surabaya, Minggu, mengatakan kemajemukan adalah kekuatan yang harus dikelola dengan baik. "Kemajukan bukan negatif tapi harus positif. Itu "given" (diberikan) kepada warga negara Indonesia yakni rasa memiliki sebagai warga negara, bangga beraneka. Ini yang tidak perlu dinafikkan," katanya.
Hal ini juga disampaikan Siti Zuhro pada saat memberikan sambutan di acara peresmian Graha KAHMI Jatim di Jalan Gayungsari Timur 10 KAV 22 A Kota Surabaya, Sabtu (21/7) malam.
Kedua adalah pembangunan demokrasi yang sehat dan beradab yang tidak sekedar dilaksanakan dalam mekanisme prosedural, tapi jauh lebih berkepentingan membangun demokrasi yang substansif.
"Pada Pilkada serentak 2018 di 171 daerah, saya sampaikan di kantor BIN (Badan Intelejen Negara) cukup melegakan karena tidak ada kerusuahan yang sungguh menghentakkan," kata Siti Zuhro yang juga peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut dia, demorkasi yang beradab tidak memberikan peluang terhadap munculnya konflik yang bernuansa kekerasan. "Ini yang mejadi kajian kami
mengapa demorkasi di Indoensia agak tertatih-tatih dalam membangun demokrasi substantif?" ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap KAHMI tidak hanya berfikir di dataran yang mudah dan sepeleh, tapi lebih maju kedepan dengan memberikan soroton kritis terhadap kesenjangan sosial yang cukup serius di negara ini, sehingga jumlah kemiskinan atau indek ketidakbahagian itu tinggi.
"Ini yang harus diberikan solusi dan kita memberikan solusi. Saya sebagai intelektual dan peneliti memberikan solusi dalam bentuk laporan penelitian dan dalam bentuk kontribusi kepada kementerian terkait tanpa diminta. Tapi saat ini seringnya diminta," ujarnya.
Terakhir kekuatan negara adalah ditopang penegakan supremasi hukum. Ia mengatakan demokrasi harus dilandasi penegakan hukum yang kuat dan reformasi birokrasi. Tanpa itu, lanjut dia, demokratisasi jadi batal semuanya karena seenaknya atau semaunya saja.
"Kita sudah senang pilkada 2018 mememaksa parpol menjagokan calonnya yang berkualitas. Jawa Timur yang semula diprediksi akan terjadi kekacauan karena suhu dari NU (Nahdatul Ulama) saling beradapan, tapi saya katakan tidak. Begitu juga di Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Saya mengatakan itu jauh sebelum pilkada berlangsung," katanya.
Siti Zuhro berani mengatakan seperti itu karena dirinya adalah peniliti, bukan pengamat. "Kalau peniliti berani bicara dengan data sehingga untuk memahami seperti itu mudah," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Siti Zuhro, di Surabaya, Minggu, mengatakan kemajemukan adalah kekuatan yang harus dikelola dengan baik. "Kemajukan bukan negatif tapi harus positif. Itu "given" (diberikan) kepada warga negara Indonesia yakni rasa memiliki sebagai warga negara, bangga beraneka. Ini yang tidak perlu dinafikkan," katanya.
Hal ini juga disampaikan Siti Zuhro pada saat memberikan sambutan di acara peresmian Graha KAHMI Jatim di Jalan Gayungsari Timur 10 KAV 22 A Kota Surabaya, Sabtu (21/7) malam.
Kedua adalah pembangunan demokrasi yang sehat dan beradab yang tidak sekedar dilaksanakan dalam mekanisme prosedural, tapi jauh lebih berkepentingan membangun demokrasi yang substansif.
"Pada Pilkada serentak 2018 di 171 daerah, saya sampaikan di kantor BIN (Badan Intelejen Negara) cukup melegakan karena tidak ada kerusuahan yang sungguh menghentakkan," kata Siti Zuhro yang juga peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut dia, demorkasi yang beradab tidak memberikan peluang terhadap munculnya konflik yang bernuansa kekerasan. "Ini yang mejadi kajian kami
mengapa demorkasi di Indoensia agak tertatih-tatih dalam membangun demokrasi substantif?" ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap KAHMI tidak hanya berfikir di dataran yang mudah dan sepeleh, tapi lebih maju kedepan dengan memberikan soroton kritis terhadap kesenjangan sosial yang cukup serius di negara ini, sehingga jumlah kemiskinan atau indek ketidakbahagian itu tinggi.
"Ini yang harus diberikan solusi dan kita memberikan solusi. Saya sebagai intelektual dan peneliti memberikan solusi dalam bentuk laporan penelitian dan dalam bentuk kontribusi kepada kementerian terkait tanpa diminta. Tapi saat ini seringnya diminta," ujarnya.
Terakhir kekuatan negara adalah ditopang penegakan supremasi hukum. Ia mengatakan demokrasi harus dilandasi penegakan hukum yang kuat dan reformasi birokrasi. Tanpa itu, lanjut dia, demokratisasi jadi batal semuanya karena seenaknya atau semaunya saja.
"Kita sudah senang pilkada 2018 mememaksa parpol menjagokan calonnya yang berkualitas. Jawa Timur yang semula diprediksi akan terjadi kekacauan karena suhu dari NU (Nahdatul Ulama) saling beradapan, tapi saya katakan tidak. Begitu juga di Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Saya mengatakan itu jauh sebelum pilkada berlangsung," katanya.
Siti Zuhro berani mengatakan seperti itu karena dirinya adalah peniliti, bukan pengamat. "Kalau peniliti berani bicara dengan data sehingga untuk memahami seperti itu mudah," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018