Surabaya (Antaranews Jatim) - Mahasiswa Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Pradena Bhesari Fitrah Laharto, Aristin Putri Kusuma Anggraini, dan Umirul Solichah Fauzany menciptakan material pemurni biogas dengan memanfaatkan limbah batubara.
Pengarah untuk karya ini Randy Yusuf Kurniawan di Surabaya, Jumat mengatakan selama ini bottom ash atau abu dasar kerap menjadi limbah utama bagi tiap industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun hasil pembakaran batubara ini biasanya ditimbun di suatu area industri PLTU dan tidak dimanfaatkan secara maksimal.
"Apalagi abu dasar termasuk limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), yang tentunya menimbulkan bahaya yang serius bagi lingkungan," kata dia.
Biogas mengandung gas metana murni, sementara gas metana di alam bercampur dengan gas pengotor. Untuk memperoleh gas murni tersebut dari alam, dilakukanlah teknik pemurnian gas alam.
"Biasanya teknik pemurnian tersebut sangat mahal karena membutuhkan larutan-larutan kimia yang harganya juga relatif mahal, berbeda dengan penelitian kami yang menggunakan limbah," tutur Randy.
Randy menuturkan bahwa limbah abu dasar atau bottom ash yang diperoleh memiliki komponen penyusun utama, yakni silika. Silika tersebut dibentuk menjadi mesopori dan diteliti memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi gas metana dari pengotor seperti karbondioksida dan asam sulfida.
"Mesopori merupakan material padatan berpori yang memiliki ukuran meso, yakni 2 sampai 50 nanometer," ujar Randy lebih lanjut.
Ketua tim, Pradena Bhesari Fitrah Laharto menambahkan, silika mesopori masih belum cukup untuk meningkatkan daya adsorpsi gas metana. Perlu penambahan zat kimia polietilen glikol (PEG) 4000. Angka 4000 menunjukkan massa molekul PEG yang memiliki sifat kekentalan yang rendah, sehingga ketika diimpregnasi dengan mesopori, maka porinya tidak tertutup.
"Jika pori tersebut terbuka, maka adsorpsi gas metana menjadi lebih mudah dan molekul gas lain akan tertahan, sehingga didapatkan metana murni," tuturnya.
Mahasiswa yang akrab disapa Fira itu, juga menjelaskan bahwa impregnasi merupakan teknik menambahkan suatu material seperti polietilen glikol ke dalam bagian pori (Silika Mesopori).
Dalam melakukan penelitiannya, tim mengambil sampel limbah abu dasar sebanyak lima gram dengan kandungan berat 1,15 gram silika di dalamnya.
"Kandungan silika tersebut sangat sedikit, sehingga kami perlu meningkatkan kandungan silika dari 1,15 gram menjadi 2,165 gram dengan pemisahan besi dan kalsium agar bagus hasilnya," ujar mahasiswa semester VII itu.
Anggota tim, Umirul Solichah Fauzany, juga menuturkan bahwa inovasi dari penelitian timnya ini berharap bisa dikembangkan dan digunakan oleh industri biogas sebagai material pemurni biogas yang ramah lingkungan. Sehingga biaya pembelian biogas oleh masyarakat tidak begitu mahal.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Pengarah untuk karya ini Randy Yusuf Kurniawan di Surabaya, Jumat mengatakan selama ini bottom ash atau abu dasar kerap menjadi limbah utama bagi tiap industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun hasil pembakaran batubara ini biasanya ditimbun di suatu area industri PLTU dan tidak dimanfaatkan secara maksimal.
"Apalagi abu dasar termasuk limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), yang tentunya menimbulkan bahaya yang serius bagi lingkungan," kata dia.
Biogas mengandung gas metana murni, sementara gas metana di alam bercampur dengan gas pengotor. Untuk memperoleh gas murni tersebut dari alam, dilakukanlah teknik pemurnian gas alam.
"Biasanya teknik pemurnian tersebut sangat mahal karena membutuhkan larutan-larutan kimia yang harganya juga relatif mahal, berbeda dengan penelitian kami yang menggunakan limbah," tutur Randy.
Randy menuturkan bahwa limbah abu dasar atau bottom ash yang diperoleh memiliki komponen penyusun utama, yakni silika. Silika tersebut dibentuk menjadi mesopori dan diteliti memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi gas metana dari pengotor seperti karbondioksida dan asam sulfida.
"Mesopori merupakan material padatan berpori yang memiliki ukuran meso, yakni 2 sampai 50 nanometer," ujar Randy lebih lanjut.
Ketua tim, Pradena Bhesari Fitrah Laharto menambahkan, silika mesopori masih belum cukup untuk meningkatkan daya adsorpsi gas metana. Perlu penambahan zat kimia polietilen glikol (PEG) 4000. Angka 4000 menunjukkan massa molekul PEG yang memiliki sifat kekentalan yang rendah, sehingga ketika diimpregnasi dengan mesopori, maka porinya tidak tertutup.
"Jika pori tersebut terbuka, maka adsorpsi gas metana menjadi lebih mudah dan molekul gas lain akan tertahan, sehingga didapatkan metana murni," tuturnya.
Mahasiswa yang akrab disapa Fira itu, juga menjelaskan bahwa impregnasi merupakan teknik menambahkan suatu material seperti polietilen glikol ke dalam bagian pori (Silika Mesopori).
Dalam melakukan penelitiannya, tim mengambil sampel limbah abu dasar sebanyak lima gram dengan kandungan berat 1,15 gram silika di dalamnya.
"Kandungan silika tersebut sangat sedikit, sehingga kami perlu meningkatkan kandungan silika dari 1,15 gram menjadi 2,165 gram dengan pemisahan besi dan kalsium agar bagus hasilnya," ujar mahasiswa semester VII itu.
Anggota tim, Umirul Solichah Fauzany, juga menuturkan bahwa inovasi dari penelitian timnya ini berharap bisa dikembangkan dan digunakan oleh industri biogas sebagai material pemurni biogas yang ramah lingkungan. Sehingga biaya pembelian biogas oleh masyarakat tidak begitu mahal.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018