Surabaya, 12/7 (Antara) - Musisi asal Amerika Serikat Hannah Standiford membentuk kelompok musik "Rumput Band" sejak empat tahun lalu yang hingga kini fokus menyuarakan langgam musik keroncong.
Seluruh personelnya adalah musisi asal Kota Richmond, Virginia, Amerka Serikat. Mereka adalah pemain gitar cuk Kyle Dosier, gitaris John Priestley, pemain selo Andy McGraw, basis Nat Quick, dan pemain biola Paul Wilson. Hannah sendiri bertindak sebagai vokalis, sekaligus memainkan gitar cak.
"Kami yang tergabung dalam Rumput Band sebenarnya sejak awal sudah sama-sama memiliki ketertarikan pada musik tradisional gamelan asal Indonesia," ujar perempuan berusia 29 tahun itu saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu.
Hingga pada suatu hari Hannah saat membuka media sosial "You Tube" menemukan rekaman video musik keroncong yang diinformasikan juga merupakan musik tradisional asal Indonesia.
"Di You Tube itu sebenarnya video yang saya saksikan `low quality`. Tidak terdengar begitu jelas. Tapi bisa saya rasakan alunan nadanya yang berbeda dengan musik barat," ucapnya.
Tahun 2014, Hannah mendapat Beasiswa Darmasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk belajar musik karawitan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah.
"Selama di ISI Surakarta itulah, ketika siang hari saya belajar karawitan, malam harinya saya lebih leluasa untuk mencari tahu dan mendalami musik keroncong yang dulunya hanya sebatas tahu dari You Tube," katanya.
Musik keroncong yang dipelajarinya kemudian dipraktekkan. "Setiap berlatih keroncong selalu saya rekam. Rekamannya saya kirim ke Andy McGrow, rekan musisi di Richmond, Amerika Serikat," ujarnya.
Andy McGrow adalah musisi yang juga dosen etnomusikologi di Universitas Richmond. Spesialisasinya adalah musik gamelan Bali.
Andy, menurut Hanah, selama ini sudah memiliki kelompok musik yang secara khusus memainkan musik gamelan Bali.
"Diam-diam dia bersama kelompoknya mempelajari musik keroncong dari setiap rekaman yang selalu saya kirim," katanya.
Maka ketika pulang ke Amerika Serikat setelah menyelesaikan studi dari Darmasiswa di ISI Surakarta pada tahun 2015, Hannah tinggal bergabung ke dalam kelompok musik asuhan Andy McGrow tersebut. Dari yang semula memainkan musik gamelan Bali, sejak itu kelompok ini lebih mendalami keroncong.
Rumput Band semula mempopulerkan musik keroncong di Amerika Serikat dengan menggelar pentas dari kafe ke kafe.
Kantong-kantong pendidikan juga mereka sasar untuk mengenalkan musik tradisional asal Indonesia itu. "Di antaranya kami kenalkan ke para mahasiswa dengan menggelar pentas di Cornell University dan Richmond University. Kami juga pernah bermain di Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat, " ucap Hannah.
Narasi Keroncong
Tahun ini, selama bulan Juli, Rumput Band menggelar "tour" atau pentas keliling di tujuh kota Pulau Jawa. Tour yang dijalankan tanpa terikat "sponsorship" itu dijadwalkan berlangsung di Jakarta, Semarang, Salatiga, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Surakarta atau Solo.
Dramawan Zainuri menyaksikan pentas mereka di Surabaya, yang berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair), pada Rabu malam, 11 Juli.
"Mereka tidak hanya menyanyikan musik keroncong tapi telah menarasikannya dengan baik," ujarnya, mengomentari pertunjukan tersebut.
Seluruh personel Rumput Band dalam pementasan itu duduk bersila atau lesehan di atas panggung yang tidak berjarak dengan penonton. Hannah bernyanyi mengenakan busana kebaya khas Jawa.
Mereka memang tidak hanya melantunkan musik keroncong yang mendayu-dayu tetapi juga menyelipkannya dengan kolaborasi pertunjukan wayang kulit di atas panggung.
"Narasinya kuat sekali. Sepertinya mereka paham betul dengan karakter budaya Jawa yang selama ini lebih melekat dengan bahasa tutur dalam kesehariannya," ucap Zainuri.
Sutradara Teater Bengkel Muda Surabaya itu merasakan musik keroncong yang langgam dalam olahan para musisi Rumput Band menjadi lebih dinamis.
Musik keroncong, menurut Hannah, adalah tentang komunitas daripada notasinya itu sendiri.
"Ada rasa yang berbeda di keroncong dibadingkan dengan musik diatonis. Mungkin itu terpengaruh dari tangga nada dari alat musik selo dan selendero dari gamelan yang juga dipakai di keroncong. Itu sangat eksotis dan enak didengar. Dibanding musik klasik barat, keroncong lebih santai. Tidak resmi. Karena keroncong lebih tentang komunitas daripada notasinya," ujarnya.
Karenanya Rumput Band di setiap pementasannya lebih suka menyuarakan musik keroncong dengan bermain sambil duduk lesehan di atas panggung yang tidak berjarak dengan penonton sehingga terasa lebih komunikatif.
"Kami suka bermain di tempat-tempat yang tanpa suara, tempat-tempat yang intim seperti di Kampus Unair ini. Kami menjadi puas. Membuat kami bersemangat dan ingin bermain lagi," kata Hannah, yang tahun ini mendapatkan beasiswa "Fullbright" dari Pemerintah Amerika Serikat untuk secara khusus meneliti lebih dalam tentang musik Keroncong.
Para penonton yang mayoritas mahasiswa Unair mengapersiasi pertunjukan tersebut.
"Keren banget. Apalagi mereka sudah bisa menyanyi pakai bahasa kita, musik dan lain-lainnya tentang budaya Jawa dan Indonesia juga mereka kuasai. Itu keren banget. Sebuah apresiasi buat budaya Indonesia dari para musisi Amerika Serikat," ucap Fia Arista Dewi, mahasiswi semester 8 jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Unair. (*)
Video Oleh Hanif Nasrullah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
Seluruh personelnya adalah musisi asal Kota Richmond, Virginia, Amerka Serikat. Mereka adalah pemain gitar cuk Kyle Dosier, gitaris John Priestley, pemain selo Andy McGraw, basis Nat Quick, dan pemain biola Paul Wilson. Hannah sendiri bertindak sebagai vokalis, sekaligus memainkan gitar cak.
"Kami yang tergabung dalam Rumput Band sebenarnya sejak awal sudah sama-sama memiliki ketertarikan pada musik tradisional gamelan asal Indonesia," ujar perempuan berusia 29 tahun itu saat dikonfirmasi di Surabaya, Rabu.
Hingga pada suatu hari Hannah saat membuka media sosial "You Tube" menemukan rekaman video musik keroncong yang diinformasikan juga merupakan musik tradisional asal Indonesia.
"Di You Tube itu sebenarnya video yang saya saksikan `low quality`. Tidak terdengar begitu jelas. Tapi bisa saya rasakan alunan nadanya yang berbeda dengan musik barat," ucapnya.
Tahun 2014, Hannah mendapat Beasiswa Darmasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk belajar musik karawitan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah.
"Selama di ISI Surakarta itulah, ketika siang hari saya belajar karawitan, malam harinya saya lebih leluasa untuk mencari tahu dan mendalami musik keroncong yang dulunya hanya sebatas tahu dari You Tube," katanya.
Musik keroncong yang dipelajarinya kemudian dipraktekkan. "Setiap berlatih keroncong selalu saya rekam. Rekamannya saya kirim ke Andy McGrow, rekan musisi di Richmond, Amerika Serikat," ujarnya.
Andy McGrow adalah musisi yang juga dosen etnomusikologi di Universitas Richmond. Spesialisasinya adalah musik gamelan Bali.
Andy, menurut Hanah, selama ini sudah memiliki kelompok musik yang secara khusus memainkan musik gamelan Bali.
"Diam-diam dia bersama kelompoknya mempelajari musik keroncong dari setiap rekaman yang selalu saya kirim," katanya.
Maka ketika pulang ke Amerika Serikat setelah menyelesaikan studi dari Darmasiswa di ISI Surakarta pada tahun 2015, Hannah tinggal bergabung ke dalam kelompok musik asuhan Andy McGrow tersebut. Dari yang semula memainkan musik gamelan Bali, sejak itu kelompok ini lebih mendalami keroncong.
Rumput Band semula mempopulerkan musik keroncong di Amerika Serikat dengan menggelar pentas dari kafe ke kafe.
Kantong-kantong pendidikan juga mereka sasar untuk mengenalkan musik tradisional asal Indonesia itu. "Di antaranya kami kenalkan ke para mahasiswa dengan menggelar pentas di Cornell University dan Richmond University. Kami juga pernah bermain di Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat, " ucap Hannah.
Narasi Keroncong
Tahun ini, selama bulan Juli, Rumput Band menggelar "tour" atau pentas keliling di tujuh kota Pulau Jawa. Tour yang dijalankan tanpa terikat "sponsorship" itu dijadwalkan berlangsung di Jakarta, Semarang, Salatiga, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Surakarta atau Solo.
Dramawan Zainuri menyaksikan pentas mereka di Surabaya, yang berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair), pada Rabu malam, 11 Juli.
"Mereka tidak hanya menyanyikan musik keroncong tapi telah menarasikannya dengan baik," ujarnya, mengomentari pertunjukan tersebut.
Seluruh personel Rumput Band dalam pementasan itu duduk bersila atau lesehan di atas panggung yang tidak berjarak dengan penonton. Hannah bernyanyi mengenakan busana kebaya khas Jawa.
Mereka memang tidak hanya melantunkan musik keroncong yang mendayu-dayu tetapi juga menyelipkannya dengan kolaborasi pertunjukan wayang kulit di atas panggung.
"Narasinya kuat sekali. Sepertinya mereka paham betul dengan karakter budaya Jawa yang selama ini lebih melekat dengan bahasa tutur dalam kesehariannya," ucap Zainuri.
Sutradara Teater Bengkel Muda Surabaya itu merasakan musik keroncong yang langgam dalam olahan para musisi Rumput Band menjadi lebih dinamis.
Musik keroncong, menurut Hannah, adalah tentang komunitas daripada notasinya itu sendiri.
"Ada rasa yang berbeda di keroncong dibadingkan dengan musik diatonis. Mungkin itu terpengaruh dari tangga nada dari alat musik selo dan selendero dari gamelan yang juga dipakai di keroncong. Itu sangat eksotis dan enak didengar. Dibanding musik klasik barat, keroncong lebih santai. Tidak resmi. Karena keroncong lebih tentang komunitas daripada notasinya," ujarnya.
Karenanya Rumput Band di setiap pementasannya lebih suka menyuarakan musik keroncong dengan bermain sambil duduk lesehan di atas panggung yang tidak berjarak dengan penonton sehingga terasa lebih komunikatif.
"Kami suka bermain di tempat-tempat yang tanpa suara, tempat-tempat yang intim seperti di Kampus Unair ini. Kami menjadi puas. Membuat kami bersemangat dan ingin bermain lagi," kata Hannah, yang tahun ini mendapatkan beasiswa "Fullbright" dari Pemerintah Amerika Serikat untuk secara khusus meneliti lebih dalam tentang musik Keroncong.
Para penonton yang mayoritas mahasiswa Unair mengapersiasi pertunjukan tersebut.
"Keren banget. Apalagi mereka sudah bisa menyanyi pakai bahasa kita, musik dan lain-lainnya tentang budaya Jawa dan Indonesia juga mereka kuasai. Itu keren banget. Sebuah apresiasi buat budaya Indonesia dari para musisi Amerika Serikat," ucap Fia Arista Dewi, mahasiswi semester 8 jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Unair. (*)
Video Oleh Hanif Nasrullah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018