Surabaya (Antaranews Jatim) - Salah satu organisasi pemuda Perkumpulan Putera Surabaya (Pusura) menekankan perlunya wawasan berkehidupan dalam bernegara menjadi warga negara yang baik bagi warga yang tinggal di Kota Pahlawan.
     
Ketua Pemuda Pusura Hoslih Abdullah, di Surabaya, Kamis, mengatakan penekanan ini disampaikan terkait aparat gabungan dari Polsek Tambaksari Surabaya, TNI dan Satpol PP yang melakukan pembubaran diskusi dan nonton bareng film 20 Tahun Biak Berdarah oleh Aliansi Mahasiswa Papua di Surabaya, Jumat (6/7) malam.
     
"Saya ditelepon salah satu tokoh Papua. Katanya kegiatan yang dinilai kurang baik (mengandung unsur kekerasan) itu tidak mewakili masyarakat Papua di Surabaya," kata Hoslih Abdullah yang kerap dipanggil Cak Dullah ini.
     
Menurut Ketua Komite Olahraga Nasional (KONI) Surabaya ini, hal semacam inilah yang harus diwaspadai bersama-sama agar jangan sampai terjadi bentrokan antar-warga di lingkungan setempat. 
     
Selain berkomunikasi dengan para tokoh Papua, lanjut dia, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan beberapa pihak di antaranya Kapolrestabes Surabaya, Ketua Kampung Lawas, Ketua Paguyupan Warga NTT dan lainnya. 
     
"Kami menyampaikan apabila ada kegiatan-kegiatan di Kota Surabaya yang diduga bertentangan dengan hukum serta berpotensi meresahkan masyarakat agar aparat penegak hukum segera bertindak tegas," kata .
     
Cak Dullah berharap perilaku maupun SDM warga masyarakat perlu ada perbaikan dengan diberikan tentang wawasan berkehidupan dalam bernegara menjadi warga negara yang baik dan benar serta taat pada UU dan hukum yang berlaku di Indonesia.
     
"Ini sangat perlu ada perbaikan perilaku maupun SDM warga masyarakat agar tidak melanggar atau melawan hukum yang berlaku," katanya.
     
Diketahui aparat gabungan dari Polsek Tambaksari Surabaya, TNI dan Satpol PP sebelumnya melakukan operasi yustisi di asrama mahasiswa asal Papua di Jalan Kalasan Surabaya pada Jumat (6/7) malam.
     
Kapolsek Tambaksari Kompol Prayitno sebelumnya mengatakan operasi yustisi yang sedianya dilakukan tadi malam digelar menindaklanjuti laporan dari warga sekitar yang merasa curiga dengan aktivitas para mahasiswa di dalam rumah tersebut.
     
Sempat terjadi ketegangan antara mahasiswa yang menolak operasi yustisi dengan aparat gabungan. Salah seorang mahasiswa asal Papua Anindya Shabrina menolak dilakukan operasi yustisi karena petugas tidak dapat menunjukkan surat penugasannya.
     
Meski demikian, pihak aparat gabungan tetap membubarkan diskusi dan nonton bareng film 20 Tahun Biak Berdarah yang dinilai menangadung kekerasan itu. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018