Pamekasan (Antaranews Jatim) - Kepala Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Bambang Prayogi meminta agar masyarakat tidak memotong sapi betina yang masih produktif untuk kebutuhan Lebaran.
"Ini dimaksudkan agar produksi sapi kita tidak terganggu. Kalau bisa potong sapi yang sudah tidak produktif atau bukan sapi betina," katanya di Pamekasan, Kamis.
Bambang mengemukakan hal ini, karena berdasarkan kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, tingkat konsumsi daging menjelang dan saat Lebaran meningkat.
Sebagian masyarakat juga biasa memotong sapi sendiri untuk memenuhi kebutuhan daging saat Lebaran, terutama masyarakat di pedesaan dengan cara patungan.
"Selama ini, masih ada sebagian masyarakat yang menyembelih sapi betina yang masih usia produktif dengan alasan rasa dagingnya lebih enak," ujar Bambang.
Padahal, sambung dia, menyembelih sapi yang masih usia produktif, apalagi sapi betina, akan menganggu pada kelancaran proses produksi sapi.
"Saran ini juga perlu kami sampaikan, karena Pemkab Pamekasan juga berupaya mendukung program Pemprov Jatim menyukseskan peningkatan populasi sapi Madura di Pamekasan," ujar Bambang.
Menurut Bambang, sebenarnya larangan memotong sapi betina produktif itu, bukan kali ini saja, akan tetapi sudah diberlakukan sejak dulu.
Mendekati Hari Raya Idul Fitri ini, disnak memandang perlu untuk mengingatkan kembali terkait larangan itu, karena biasanya masyarakat Pamekasan banyak yang memotong sapi untuk kebutuhan Lebaran dengan cara patungan.
Dasar hukum tentang larangan memotong sapi betina produktif ini, adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ketentuannya tertuang dalam Pasal 18 ayat (2) yang menyebutkan bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik.
"Yang menjadi pengecualian dalam ketentuan itu apabila digunakan untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan," katanya, menjelaskan.
Ketentuan larangan ini tidak berlaku, apabila sapi betina itu telah berumur lebih dari 8 tahun atau sudah beranak lebih dari 5 (lima) kali, atau tidak produktif lagi yang dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten kontrol teknik reproduksi di bawah penyeliaan dokter hewan.
"Atau sapi betina itu mengalami kecelakaan yang berat, cacat tubuh yang bersifat genetis yang dapat menurun pada keturunananya sehingga tidak baik untuk ternak bibit," ujarnya.
Selain itu, yang juga masuk dalam pengecualian sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ialah menderita penyakit menular yang menurut dokter hewan pemerintah harus dibunuh/dipotong bersyarat guna memberantas dan mencegah penyebaran penyakitnya, menderita penyakit yang mengancam jiwanya.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ini, tidak hanya mengatur tentang larangan memotong sapi betina produktif, akan tetapi juga sanksi bagi yang melanggar.
Menurut Bambang, pada 18 ayat 2 dijelaskan bahwa warga yang tidak mengindahkan larangan tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp1 juta dan paling banyak Rp5 juta.
"Sedangkan sanksi bagi pemotong ternak ruminansia besar betina produktif, terancam pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan atau denda paling sedkit Rp5 juta hingga Rp25 juta," katanya.
"Kalau pelakunya jagal, maka izin usahanya bisa dicabut, sebagai bentuk sanksi apabila terbukti melanggar larangan ini," ujar Bambang, menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Ini dimaksudkan agar produksi sapi kita tidak terganggu. Kalau bisa potong sapi yang sudah tidak produktif atau bukan sapi betina," katanya di Pamekasan, Kamis.
Bambang mengemukakan hal ini, karena berdasarkan kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, tingkat konsumsi daging menjelang dan saat Lebaran meningkat.
Sebagian masyarakat juga biasa memotong sapi sendiri untuk memenuhi kebutuhan daging saat Lebaran, terutama masyarakat di pedesaan dengan cara patungan.
"Selama ini, masih ada sebagian masyarakat yang menyembelih sapi betina yang masih usia produktif dengan alasan rasa dagingnya lebih enak," ujar Bambang.
Padahal, sambung dia, menyembelih sapi yang masih usia produktif, apalagi sapi betina, akan menganggu pada kelancaran proses produksi sapi.
"Saran ini juga perlu kami sampaikan, karena Pemkab Pamekasan juga berupaya mendukung program Pemprov Jatim menyukseskan peningkatan populasi sapi Madura di Pamekasan," ujar Bambang.
Menurut Bambang, sebenarnya larangan memotong sapi betina produktif itu, bukan kali ini saja, akan tetapi sudah diberlakukan sejak dulu.
Mendekati Hari Raya Idul Fitri ini, disnak memandang perlu untuk mengingatkan kembali terkait larangan itu, karena biasanya masyarakat Pamekasan banyak yang memotong sapi untuk kebutuhan Lebaran dengan cara patungan.
Dasar hukum tentang larangan memotong sapi betina produktif ini, adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ketentuannya tertuang dalam Pasal 18 ayat (2) yang menyebutkan bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik.
"Yang menjadi pengecualian dalam ketentuan itu apabila digunakan untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan," katanya, menjelaskan.
Ketentuan larangan ini tidak berlaku, apabila sapi betina itu telah berumur lebih dari 8 tahun atau sudah beranak lebih dari 5 (lima) kali, atau tidak produktif lagi yang dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten kontrol teknik reproduksi di bawah penyeliaan dokter hewan.
"Atau sapi betina itu mengalami kecelakaan yang berat, cacat tubuh yang bersifat genetis yang dapat menurun pada keturunananya sehingga tidak baik untuk ternak bibit," ujarnya.
Selain itu, yang juga masuk dalam pengecualian sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ialah menderita penyakit menular yang menurut dokter hewan pemerintah harus dibunuh/dipotong bersyarat guna memberantas dan mencegah penyebaran penyakitnya, menderita penyakit yang mengancam jiwanya.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 ini, tidak hanya mengatur tentang larangan memotong sapi betina produktif, akan tetapi juga sanksi bagi yang melanggar.
Menurut Bambang, pada 18 ayat 2 dijelaskan bahwa warga yang tidak mengindahkan larangan tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp1 juta dan paling banyak Rp5 juta.
"Sedangkan sanksi bagi pemotong ternak ruminansia besar betina produktif, terancam pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan atau denda paling sedkit Rp5 juta hingga Rp25 juta," katanya.
"Kalau pelakunya jagal, maka izin usahanya bisa dicabut, sebagai bentuk sanksi apabila terbukti melanggar larangan ini," ujar Bambang, menambahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018