Beijing, (Antara) - Konsulat Jenderal RI di Shanghai membantu memulangkan seorang tenaga kerja Indonesia ilegal yang mengalami sakit parah ke kampung halamannya di Madiun, Jawa Timur.
"Waktu datang ke sini kondisinya memang kurang sehat. Atas berbagai pertimbangan kemanusiaan, kami membantunya menguruskan segara proses pemulangan," kata Pelaksana Fungsi Protokoler dan Kekonsuleran KJRI Shanghai Braviono Adilaksono kepada Antara di Beijing, Selasa.
Menurut dia, saat mendatangi KJRI, TKI bernama Iswati (47) tersebut tidak membawa dokumen apa pun.
Iswati mengaku keberadaannya di Shanghai kurang dari satu tahun karena sebelumnya lama tinggal di Guangzhou, Provinsi Guangdong, untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Nama Iswati tidak terdata di KJRI Shanghai karena memasuki wilayah China dengan menggunakan dokumen ilegal.
"Kami bantu pengurusan 'exit permit' di Imigrasi Tiongkok. Pihak Imigrasi pun tidak menahannya atas pelanggaran izin tinggal karena kondisi kesehatannya yang semakin parah," ujar Braviono.
Saat hendak pulang ke Tanah Air, pesawat yang ditumpangi Iswati tersebut mengalami penundaan.
Namun, kondisi kesehatan Iswati makin parah sehingga pihak KJRI terpaksa membawanya ke rumah sakit. Keesokan harinya pada 28 Mei 2018, Iswati baru bisa terbang ke Indonesia.
"Kami minta suaminya yang berdomisili di Lampung untuk menjemput di Jakarta," ucapnya, menambahkan.
Sementara itu, Konsul Jenderal RI untuk Shanghai Siti Nugraha Mauludiah menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah China tidak memberikan izin kepada warga negara asing untuk bekerja di sektor informal.
"TKI 'undocumented' di Tiongkok sangat rentan, baik secara hukum maupun sosial. Perlu dilakukan pencegahan agar tidak ada lagi BMI (buruh migran Indonesia) datang ke Tiongkok untuk bekerja di sektor domestik," ujarnya, mengingatkan.
Indah Morgan dari Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI) mengapresiasi KJRI Shanghai yang merespons secara cepat kasus tersebut sehingga Iswati tidak sampai terkatung-katung dalam keadaan sakit parah.
"Untungnya KJRI dan beberapa WNI di sini memiliki kesadaran untuk membantu Iswati yang memerlukan biaya perawatan Rp140 juta. Di sini negara hadir membantu WNI yang bermasalah," ucapnya.
Ia mengingatkan agar WNI tidak coba-coba mengadu nasib di China dengan bekerja secara ilegal.
"Ketika menghadapi masalah, seperti sakit, ter-PHK, hamil di luar nikah, sulit beradaptasi, pelecehan seksual, dan lainnya pasti akan menghadapi kesulitan mencari perlindungan," ujarnya.
Menurut aktivis perempuan asal Malang, Jawa Timur, yang malang-melintang di berbagai negara itu, tidak selamanya bekerja di luar negeri membawa dampak positif bagi ekonomi keluarga.
"Sekarang mulai pikirkan lagi untuk kembali ke Indonesia agar bisa berkumpul dengan anak, suami, dan orang-orang tercinta. Bekerja di Indonesia pun bisa meraih pendapatan yang memadai bila dilakukan dengan tekun," kata perempuan yang tinggal bersama keluarganya itu di Ningbo, Provinsi Zhejiang.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Waktu datang ke sini kondisinya memang kurang sehat. Atas berbagai pertimbangan kemanusiaan, kami membantunya menguruskan segara proses pemulangan," kata Pelaksana Fungsi Protokoler dan Kekonsuleran KJRI Shanghai Braviono Adilaksono kepada Antara di Beijing, Selasa.
Menurut dia, saat mendatangi KJRI, TKI bernama Iswati (47) tersebut tidak membawa dokumen apa pun.
Iswati mengaku keberadaannya di Shanghai kurang dari satu tahun karena sebelumnya lama tinggal di Guangzhou, Provinsi Guangdong, untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Nama Iswati tidak terdata di KJRI Shanghai karena memasuki wilayah China dengan menggunakan dokumen ilegal.
"Kami bantu pengurusan 'exit permit' di Imigrasi Tiongkok. Pihak Imigrasi pun tidak menahannya atas pelanggaran izin tinggal karena kondisi kesehatannya yang semakin parah," ujar Braviono.
Saat hendak pulang ke Tanah Air, pesawat yang ditumpangi Iswati tersebut mengalami penundaan.
Namun, kondisi kesehatan Iswati makin parah sehingga pihak KJRI terpaksa membawanya ke rumah sakit. Keesokan harinya pada 28 Mei 2018, Iswati baru bisa terbang ke Indonesia.
"Kami minta suaminya yang berdomisili di Lampung untuk menjemput di Jakarta," ucapnya, menambahkan.
Sementara itu, Konsul Jenderal RI untuk Shanghai Siti Nugraha Mauludiah menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah China tidak memberikan izin kepada warga negara asing untuk bekerja di sektor informal.
"TKI 'undocumented' di Tiongkok sangat rentan, baik secara hukum maupun sosial. Perlu dilakukan pencegahan agar tidak ada lagi BMI (buruh migran Indonesia) datang ke Tiongkok untuk bekerja di sektor domestik," ujarnya, mengingatkan.
Indah Morgan dari Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI) mengapresiasi KJRI Shanghai yang merespons secara cepat kasus tersebut sehingga Iswati tidak sampai terkatung-katung dalam keadaan sakit parah.
"Untungnya KJRI dan beberapa WNI di sini memiliki kesadaran untuk membantu Iswati yang memerlukan biaya perawatan Rp140 juta. Di sini negara hadir membantu WNI yang bermasalah," ucapnya.
Ia mengingatkan agar WNI tidak coba-coba mengadu nasib di China dengan bekerja secara ilegal.
"Ketika menghadapi masalah, seperti sakit, ter-PHK, hamil di luar nikah, sulit beradaptasi, pelecehan seksual, dan lainnya pasti akan menghadapi kesulitan mencari perlindungan," ujarnya.
Menurut aktivis perempuan asal Malang, Jawa Timur, yang malang-melintang di berbagai negara itu, tidak selamanya bekerja di luar negeri membawa dampak positif bagi ekonomi keluarga.
"Sekarang mulai pikirkan lagi untuk kembali ke Indonesia agar bisa berkumpul dengan anak, suami, dan orang-orang tercinta. Bekerja di Indonesia pun bisa meraih pendapatan yang memadai bila dilakukan dengan tekun," kata perempuan yang tinggal bersama keluarganya itu di Ningbo, Provinsi Zhejiang.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018