Surabaya (Antaranews Jatim) - Pendeta dan sejumlah jemaat yang melakukan kegiatan agama mengaku memaklumi penjagaan ketat di gereja-gereja di Surabaya, terutama usai insiden ledakan bom di tiga gereja dan di Mapolrestabes Surabaya tepat sepekan lalu.

"Penjagaan yang ketat adalah demi kebaikan bersama dan tidak mempengaruhi kami dalam menjalankan kebaktian," ujar salah seorang jemaat, Ardana, ditemui di Gereja Katolik Santo Yakobus di kawasan Citra Land Surabaya, Minggu.

Menurut dia, dengan adanya pengamanan dari berbagai unsur, mampu memberikan rasa aman dan nyaman sehingga proses peribadatan berjalan lancar.

"Meski parkir kendaraan harus di luar dan jauh, tapi kami merasa aman. Kami percaya ke kepolisian bahwa mereka bisa menjaga keamanan," ucapnya.

Sementara itu, Romo Kepala Paroki Gereja Katolik Santo Yakobus, Aloysius Hans Kurniawan, juga mengaku tak mempermasalahkan pengamanan dari TNI, Polri maupun unsur keamanan lainnya.

Pihaknya juga mengimbau kepada seluruh jemaat untuk tetap melakukan kegiatan seperti biasa dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat terkait pengamanan.

"Hanya, kami meminta untuk tetap menjaga kewaspadaan dengan berusaha seminimal mungkin tidak membawa benda mencurigakan, serta mematuhi aturan yang ditetapkan demi kebaikan bersama," katanya.

Pengetatan pengamanan tidak lepas dari insiden ledakan bom yang terjadi di Jatim selama dua hari, 13-14 Mei 2018. Lima insiden ledakan terjadi, yakni pada Minggu (13/5) bom bunuh diri di tiga gereja berbeda, meliputi Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di wilayah Ngagel, GKI Wonokromo Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Raya Arjuno.

Kemudian, Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB bom meledak di Rusunawa Blok B lantai 5 Kelurahan Wonocolo, Kabupaten Sidoarjo, serta pada Senin (14/5) pagi pukul 08.50 WIB bom meledak di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018