Surabaya (Antaranews Jatim) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)?menyatakan jika Jawa Timur menyumbang sebesar 30 persen dari 800 ribu Barrel of Day (BoD) produksi nasional dan 10-12 persen khusus untuk pasokan gas di Indonesia.

Menurut Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Jabanusa Ali Masyhar, Kamis, saat ini di wilayah kerja SKK Migas Jabanusa ada 32 perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi dan 16 perusahaan KKKS yang sudah berproduksi.

"Produksi minyak maupun gas memang masih terus turun karena memang Migas bukan sumberdaya yang bisa diperbaharui. Namun SKK Migas Jabanusa dan K3S yang ada di Jabanusa terus berupaya menggenjot produksi terutama minyak mentah setiap harinya," katanya.

Ia mengemukakan, saat ini produksi tertinggi ada di Blok Cepu dan diupayakan terus bertambah, tetapi untuk menambah produksi dibutuhkan beberapa upaya. Dan hal itu juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan untuk gas tidak bisa langsung di eksploitasi karena harus menunggu pembeli dulu.

"Jenis lapangan atau blok Migas di wilayah Jatim lebih banyak gas, tetapi tidak semua temuan bisa langsung dieksploitasi karena gas harus menunggu pembelinya lebih dahulu," ujarnya.

Hal itu, kata dia, karena gas yang dihasilkan tidak bisa disimpan dalam tabung kecuali dengan pengelolaan teknis yang rumit, sehingga harus ada pembelinya baru bisa diproduksi.

"Khusus untuk produksi gas, Jatim masih menyimpan potensi besar dari lapangan lepas pantai yang dikelola Kangean Energi, Husky CNOOC Madura Limited (HCML) dan Petronas," katanya.

Sementara itu, Kepala Divisi Komersialitas Minyak dan gas Bumi SKK Migas Waras Budi Santoso, mengatakan, ada empat lapangan milik Husky yang siap berproduksi.

"Potensinya cukup besar. Ke depan, Husky akan menjadi backbone dalam penyediaan energi gas bumi bagi Jatim," katanya.

Masalahnya, kata dia, banyak faktor yang acap menghambat kegiatan eksplorasi dan eksplotasi hingga gas sampai ke tangan pembeli.

"Ketidaktepatan jadwal produksi ini yang membuat KKKS yang sudah berkomitmen memproduksi migas bisa dirugikan karena calon konsumen mengalihkan kebutuhanya ke sumber mineral lainnya, misalnya solar dan batubara," katanya.

Sebagai contoh, kata dia, produksi gas Husky CNOOC Madura Limited (HCML) yang sudah memproduksi gas di perairan Sampang Madura sejak 2017, namun hingga kini belum semua gasnya bisa terserap pasar.

"Masalah ini harus dicari solusinya. Termasuk bagaimana saat nanti empat lapangan baru HCML bisa segera memberi tambahan produksi. Pemerintah sudah berupaya melakukan deregulasi agar rantai perizinan dalam industri hulu migas tidak menjadi hambatan," katanya.(*)

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018