Padang (Antara) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah ada pelarangan cadar di IAIN Bukitinggi, Sumatera Barat dan yang terjadi selama ini adalah kesalahpahaman semata.
"Saya sudah tanya langsung kepada rektornya, kepala biro dan beberapa mahasiswa, jadi tidak ada pelarangan cadar," kata dia di Padang, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu usai membuka rapat kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumbar dihadiri Gubernur Setempat, Irwan Prayitno.
Menurut dia Fakultas Tarbiyah IAIN Bukittinggi mengeluarkan surat edaran ajakan kepada civitas akademika yang ada di sana menegakan kode etik dalam hal berbicara, menjaga kesopansantunan dalam kampus dan berbusana.
"Dalam berbusana itu ditekankan menjunjung tinggi kepatutan dan kepantasan," ujar dia.
Ia menyampaikan yang laki-laki tidak boleh pakai kaus oblong, sendal dan perempuan memakai pakaian yang longgar, tidak ketat, tidak transparan.
"Terkait dengan pakaian perempuan dalam surat edaran itu adalah tidak menutup seluruh muka yang ada, mengapa itu diberlakukan dalam rangka mempelancar proses belajar mengajar," jelas dia.
Ia menyampaikan hal ini juga dalam meningkatkan komunikasi dan pelayanan akademik jadi menggunakan cadar silahkan tidak ada larangan sama sekali.
Selain itu ia menyampaikan terkait adanya yang memandang cadar sebagai paham radikal ia mengatakan hal tersebut kurang pas.
"Paham radikal itu yang dihukum tindakannya, selama tindakan tersebut merugikan orang lain baru diberi sanksi," ujarnya.
Sebelumnya Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Ridha Ahida menyatakan pihaknya tetap berpegang pada kode etik berpakaian bagi dosen dan mahasiswa ketika beraktivitas di kampus.
"Sampai sekarang kami tetap mengimbau dosen dan mahasiswa agar komitmen menjalankan kode etik dalam berpakaian," tambahnya
Ia menerangkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang pengelolaan perguruan tinggi, perguruan tinggi punya otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi.
"Karena itu IAIN Bukittinggi punya statuta, pedoman akademik dan kode etik dosen dan mahasiswa gunanya agar aktivitas di kampus terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Berkaitan dengan teguran pada seorang dosen karena menggunakan cadar, ia menerangkan hal itu sudah dibahas bersama dengan dewan kehormatan kampus dan dosen bersangkutan pada 15 Januari 2018.
Sesuai hasil diskusi, keterangan dari dosen bersangkutan dan peraturan yang berlaku di kampus, dewan kehormatan menyatakan dosen harus berpakaian formal dan sesuai syariat Islam.
"Pakaian yang digunakan dosen bersangkutan tidak termasuk pakaian formal di IAIN Bukittinggi. Di samping itu dosen harus punya kemampuan pedagogis dan profesional," lanjutnya.
Dengan memakai cadar, dosen tersebut dinilai tidak maksimal ketika mengajar terlebih bidang ilmu yang diajarkan adalah bahasa yang membutuhkan ekspresi wajah dan intonasi jelas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya sudah tanya langsung kepada rektornya, kepala biro dan beberapa mahasiswa, jadi tidak ada pelarangan cadar," kata dia di Padang, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu usai membuka rapat kerja Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumbar dihadiri Gubernur Setempat, Irwan Prayitno.
Menurut dia Fakultas Tarbiyah IAIN Bukittinggi mengeluarkan surat edaran ajakan kepada civitas akademika yang ada di sana menegakan kode etik dalam hal berbicara, menjaga kesopansantunan dalam kampus dan berbusana.
"Dalam berbusana itu ditekankan menjunjung tinggi kepatutan dan kepantasan," ujar dia.
Ia menyampaikan yang laki-laki tidak boleh pakai kaus oblong, sendal dan perempuan memakai pakaian yang longgar, tidak ketat, tidak transparan.
"Terkait dengan pakaian perempuan dalam surat edaran itu adalah tidak menutup seluruh muka yang ada, mengapa itu diberlakukan dalam rangka mempelancar proses belajar mengajar," jelas dia.
Ia menyampaikan hal ini juga dalam meningkatkan komunikasi dan pelayanan akademik jadi menggunakan cadar silahkan tidak ada larangan sama sekali.
Selain itu ia menyampaikan terkait adanya yang memandang cadar sebagai paham radikal ia mengatakan hal tersebut kurang pas.
"Paham radikal itu yang dihukum tindakannya, selama tindakan tersebut merugikan orang lain baru diberi sanksi," ujarnya.
Sebelumnya Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Ridha Ahida menyatakan pihaknya tetap berpegang pada kode etik berpakaian bagi dosen dan mahasiswa ketika beraktivitas di kampus.
"Sampai sekarang kami tetap mengimbau dosen dan mahasiswa agar komitmen menjalankan kode etik dalam berpakaian," tambahnya
Ia menerangkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang pengelolaan perguruan tinggi, perguruan tinggi punya otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi.
"Karena itu IAIN Bukittinggi punya statuta, pedoman akademik dan kode etik dosen dan mahasiswa gunanya agar aktivitas di kampus terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Berkaitan dengan teguran pada seorang dosen karena menggunakan cadar, ia menerangkan hal itu sudah dibahas bersama dengan dewan kehormatan kampus dan dosen bersangkutan pada 15 Januari 2018.
Sesuai hasil diskusi, keterangan dari dosen bersangkutan dan peraturan yang berlaku di kampus, dewan kehormatan menyatakan dosen harus berpakaian formal dan sesuai syariat Islam.
"Pakaian yang digunakan dosen bersangkutan tidak termasuk pakaian formal di IAIN Bukittinggi. Di samping itu dosen harus punya kemampuan pedagogis dan profesional," lanjutnya.
Dengan memakai cadar, dosen tersebut dinilai tidak maksimal ketika mengajar terlebih bidang ilmu yang diajarkan adalah bahasa yang membutuhkan ekspresi wajah dan intonasi jelas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018