Surabaya (Antaranews Jatim) - Beras impor yang dipasok pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) bagi masyarakat tidak laku di pasar, menurut hasil inspeksi Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

"Pedagang banyak yang mengeluh karena beras Bulog yang dijualnya kurang diminati masyarakat," ujar anggota Komisi VI DPR RI Bambang Harjo Soekartono, di sela inspeksi di Pasar Wonokromo Surabaya, Senin.

Supri, salah seorang pedagang di Pasar Wonokromo Surabaya, mengungkapkan justru beras premium dari petani lokal lebih banyak diminati masyarakat.

"Harga beras premium sekarang sudah berangsur turun sejak beberapa pekan terakhir, berkisar antara Rp11 ribu hingga 13 ribu per kilogram. Justru beras premium ini yang paling banyak dibeli masyarakat," ungkapnya.

Sedangkan beras Bulog, meski para pedagang telah menjualnya dengan harga terendah, yaitu Rp9 ribu per kilogram, menurut Supri, masyarakat tetap tidak mau membelinya.

"Kami ambil dari Bulog seharga Rp8.200 per kilogram. Oleh Bulog diminta untuk menjual dengan harga tertinggi Rp9.300. Karena tidak laku, rata-rata pedagang di sini menurunkan harganya menjadi Rp9 ribu. Tetap saja tidak laku," ucapnya.

Supri mengatakan, beras Bulog hanya dibeli oleh masyarakat yang keseharianya berdagang nasi goreng dan lontong.

"Kalau masyarakat umum mana mau mengonsumsi beras Bulog. Dari segi warnanya saja sudah jauh berbeda dengan beras premium. Selain itu, rasanya juga tidak enak," ujarnya.

Bambang Harjo menggelar inspeksi untuk meninjau ketersediaan stok kebutuhan pokok bagi masyarakat di pasar-pasar tradisional.

"Ternyata stok barang-barang kebutuhan pokok kita sangat mencukupi. Bahkan sudah bisa dicukupi oleh hasil tani dari dalam negeri sendiri," ujar politisi Gerindra dari Daerah Pemilihan Jawa Timur I yang meliputi wilayah Surabaya dan Sidoarjo itu. (*)

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018