Malang (Antaranews Jatim) - Kabupaten Malang seluas 3.500 kilometer persegi tidak hanya menjadi pusat dan sentra-sentra industri potensial, baik industri rumahan maupun skala besar, tetapi deretan pantai indah berjajar di sepanjang jalur lintas selatan (JLS) dengan deburan ombaknya juga memanjakan mata.

Deretan pantai yang mendominasi Malang selatan tidak hanya menjadikan daerah itu berjuluk "Kabupaten Seribu Pantai", tetapi juga menjadi salah satu sentra penghasil ikan laut yang cukup menjanjikan untuk menopang ketahanan pangan dan gizi masyarakat setempat.

Bahkan, potensi ikan tuna hasil tangkapan nelayan di laut selatan Malang menjadi "primadona" ekspor ke sejumlah negara, khususnya Jepang dan Amerika Serikat (AS). Namun, sayangnya potensi perikanan laut sekitar 400.000 ton per tahun masih belum terjamah dengan optimal, kurang dari 1 persen yang tereksplorasi.

Untuk mengopimalkan produktivitas nelayan di sejumlah pantai, khususnya Pantai Sendangbiru di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, pemkab setempat berulang kali menelorkan program yang dinilai mampu mengangkat potensi dan produktivitas tangkapan.

Mulai dari menggagas "Water Front City" hingga pembangunan Pelabuhan Samudra di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sendangbiru. Kajian dan rencana detail sudah dilakukan untuk kesekian kalinya. Namun, sampai saat ini gagasan tersebut belum tersentuh dan "jalan di tempat".

Gagasan-gagasan untuk membangun kota nelayan dengan berbagai fasilitas penunjang yang dipublikasikan sejak belasan tahun lalu seolah terkubur karena tidak pernah dibahas dan dibicarakan lagi. Jangankan mewujudkan ide besar pelabuhan nusantara, keberadaan SPBU khusus nelayan di Sendangbiru saja sampai sekarang belum terwujud.

Konsep awal Water Front City tersebut adalah pembangunan pelabuhan secara terpadu yang pada akhirnya menjadi sebuah kota mandiri. Pasalnya, semua infrastruktur dan kebutuhan masyarakat di kawasan itu akan terpenuhi secara mandiri pula, termasuk pendirian sekolah, pembangunan SPBU, pabrik es, hingga perumahan utnuk nelayan.

Pelabuhan TPI Pondokdadap di Sendangbiru, saat ini menjadi satu-satunya pelabuhan terbesar di Kabupaten Malang, kondisinya sudah cukup padat dengan ribuan nelayan sehingga membutuhkan pelabuhan yang lebih representatif guna memaksimalkan hasil tangkapan ikan.

Untuk mewujudkan gagasan Pelabuhan Samudra dengan segala fasilitas penunjangnya, dibutuhkan dana yang tidak sedikit, bahkan mencapai puluhan triliun rupiah. Pemkab tidak mungkin mengerjakannya sendiri, harus ada dana penopang, apakah dari investor, pemerintah pusat (APBN), pemerintah provinsi (APBD provinsi), dan APBD Pemkab Malang, kata Bupati Malang Rendra Kresna.

Awal idenya, Pelabuhan Samudra akan dibangun di kawasan TPI Sendangbiru, akhirnya dipindah ke Pantai Tamban yang lokasinya lebih luas. Namun, rencana pembangunan pelabuhan berskala internasional itu saat ini jalan di tempat. Mandeknya proyek yang diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp50 triliun tersebut karena Perhutani enggan melepas status lahan yang terkena proyek multiyears ini.

Padahal, berdasarkan hasil studi kelayakan (DED), lokasi Pantai Tamban lebih cocok dibanding Sendangbiru. Selain areal lebih luas, juga dekat dengan jalur lintas selatan (JLS). Hasil kajian itu sudah diserahkan Pemkab Malang ke Bappenas, termasuk usulan tukar guling lahan. Namun, sampai sekarang belum ada jawaban.

Tarik ulur pembangunan sehingga tidak berkembang sama sekali itu kemungkinan karena skema pembiayaan yang menjadi persoalan utama. Pasalnya, kebutuhan pembiayaan yang cukup fantastis, mustahil Pemkab Malang bisa mengover jika tidak ada campur tangan, pemerintah provinsi atau pemerintah pusat melalui APBN. Ini akan jadi persoalan jika pemerintah tidak melibatkan swasta dalam pembiayaan.

Sebenarnya, keberadaan Pelabuhan Samudra di pantai selatan memiliki arti strategis, tidak hanya bagi Kabupaten Malang, tetapi juga daerah sekitarnya. Selain bisa mengangkat perekonomian di kawasan Malang selatan, baik dari sektor pertanian, perikanan, maupun hasil bumi lainnya, integrasi dengan JLS bisa menjadi pilihan lain arus ekspor impor.

Rendra terus mendorong instansi terkait di unit kerja Pemkab Malang dan pemerintah pusat agar lebih gencar untuk mendatangkan investor, baik lokal, nasional maupun asing. Setiap ada peluang, harus dimanfaatkan secara maksimal agar perekonomian di Malang selatan segera terangkat.



Skema Pembiayaan Swasta



Pembangunan infrastruktur, baik jalan, jembatan, maupun fasilitas umum lainnya, bahkan Pelabuhan Samudera yang digagas bertahun-tahun lamanya tidak lepas dari kebutuhan anggaran yang cukup besar. Kebutuhan anggaran itu tidak mungkin hanya dengan mengandalkan kemampuan pemerintah, sekalipun pemerintah pusat, provinsi, maupun kota/kabupaten sudah bersinergi.

Tanpa keterlibatan pihak ketiga (investor) atau swasta, proyek-proyek besar yang membutuhkan anggaran besar, apalagi sampai mencapai triliunan rupiah, mustahil tanpa campur tangan pihak ketiga dalam pembiayaan, termasuk untuk membangun Pelabuhan Samudera di kawasan Pantai Tamban, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

Beberapa tahun lalu, ada sejumlah perusahaan nasional (PMDN) dan asing (PMA) yang ingin berkontribusi alam pembangunan Pelabuhan Samudra. Namun, setelah para calon investor tersebut meninjau lokasi, akhirnya mengurungkan niatnya karena terbentur infrastruktur yang tidak mendukung, seperti jalan menuju lokasi proyek sangat sempit dan berkelok-kelok sehingga kendaraan besar maupun tronton tidak bisa melaluinya.

Berbagai upaya untuk menarik investor telah dilakukan Pemkab Malang, dari masa kepemimpinan bupati yang satu ke bupati lainnya. Akan tetapi, masih belum membuahkan hasil karena infrastruktur yang kurang mendukung. Padahal, konsep membangunan kawasan Malang selatan juga telah dituangkan dalam program "Water Front City" yang digagas sejak 2001.

Tahun terus berganti, gagasan demi gagasan dan kajian demi kajian terus dilakukan, pembicaraan hangat soal Pelabuhan Samudra pun juga mencuat, bahkan hingga dialihkan ke Pantai Tamban yang dinilai lebih memungkinkan. Harapan mewujudkan pembangunan tuntas pada tahun 2009 seakan terlupakan.

Sampai kini pun program, gagasan, maupun konsep tersebut tak satu pun yang terealisasi, bahkan Bupati Malang Rendra Kresna pun kelihatannya hanya pasrah dengan kondisi itu, hanya menunggu terketuknya hati Kementerian Kehutanan untuk melepas lahannya bagi pengembangan pelabuhan tersebut.

Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah berjuang lebih dari 25 tahun untuk melakukan tukar guling lahan di kawasan untuk pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Samudra.

"Memang sudah ada lampu hijau dari Kementerian Kehutanan. Namun, kejelasan masih perlu menunggu waktu lagi. Oleh karena itu, pembangunan Pelabuhan Nusantara yang ditargetkan 2020 tuntas itu, dialihkan ke kawasan Pantai Tamban," kata Rendra.

Kebutuhan anggaran yang sangat besar tersebut, membuat Bupati Malang Rendra Kresna berpikir keras bagaimana bisa mewujudkan gagasan besar yang mampu mengungkit perekonomian masyarakat pesisir pantai selatan Malang dan sekitarnya itu. Defisit anggaran nasional juga menjadi pemicu banyaknya proyek infrastruktur yang terhenti. Dari target rencana RPJMN 2015 s.d. 2019 yang disusun Bappenas, kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai Rp4.796,2 triliun. Sedangkan kemampuan APBN/APBD hanya sebesar 43 persen atau sekitar Rp1.978,6 triliun.

Untuk menutupi kebutuhan itu, Pemerintah berharap pada kontribusi BUMN sebesar Rp1.066,2 triliun dan swasta Rp1.751,4 triliun. Target prioritas pendanaan diperuntukan bagi proyek-proyek strategis yang sedang dalam tahap pengerjaan maupun masih perencanaan, termasuk pembiayaan Pelabuhan Samudra di Malang.

Meskipun demikian, secara bertahap untuk merealisasikan pembangunan Pelabuhan Samudra tersebut, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 miliar untuk reklamasi lahan seluas 20 hektare di kawasan Pantai Tamban. Reklamasi tersebut merupakan tahapan dari pembangunan pelabuhan umum yang berfungsi sebagai jalur pengiriman barang ekspor maupun impor. Namun, sayangnya progres dari reklamasi tersebut belum menunjukkan hasil positif.



Potensi Perikanan Laut



Potensi perikanan laut yang terbentang luas di samudra selatan Kabupaten Malang, sangat besar dan menjanjikan bagi investor maupun nelayan setempat. Tidak hanya ikan laut yang menjadi andalan daerah itu untuk menumbuhkan perekonomian di wilayah pesisir pantai. Eksotika pantai, terumbu karangnya juga menjadi tumpuan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata.

Dari sekian potensi yang menjanjikan itu, Pemkab Malang agaknya lebih memilih mengembangkan sektor perikanan untuk menumbuhkan perekonomian di kawasan pesisir pantai selatan tersebut sebab potensinya sangat besar, bahkan menembus pasar ekspor di kawasan Eropa dan Jepang.

Namun, untuk memaksimalkan potensi dan hasil tangkapan ikan dari laut selatan itu, nelayan di Kabupaten Malang masih terkendala teknologi peralatan tangkap karena kondisi itulah produktivitas yang dihasilkan juga jauh dari potensi yang ada akibat minimnya nelayan yang punya keberanian untuk melaut lebih dari 200 mil karena cukup membahayakan, apalagi dengan menggunakan perahu kecil (tradisional).

Berbeda dengan negara-negara maju, seperti Jepang yang sudah memiliki teknologi penangkapan ikan cukup canggih dan modern sehingga hasil tangkapannya pun beragam dan produksinya juga relatif cukup tinggi.

Potensi berbagai jenis ikan di kawasan pesisir pantai Malang Selatan relatif cukup besar. Namun, yang tergali belum optimal, sebab dari potensi sebesar 403.444 ton ikan per tahun, saat ini baru sekitar 2,9 s.d. 3 persen saja yang bisa ditangkap dari garis pantai yang terbentang mulai Kecamatan Donomulyo hingga Kecamatan Ampelgading sepanjang 102,62 kilometer.

Karena terhambat teknologi alat tangkap itulah yang menjadikan nelayan di Kabupaten Malang belum mampu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi akibat tangkapannya yang masih sedikit. Apalagi, ada bulan-bulan tertentu yang membuat nelayan enggan melaut karena gelombang tinggi, seperti Desember hingga Maret.

Jumlah nelayan di Kabupaten Malang sekitar 3.150 orang, baik nelayan tetap, nelayan sambilan, maupun andong. Nelayan tersebut memanfaatkan luas wilayah pesisir Kabupaten Malang yang mencapai 102,5 kilometer.

Masih minimnya hasil tangkapan ikan nelayan itu, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Malang tidak berpangku tangan dan melakukan berbagai terobosan dan inovasi, bahkan bantuan peralatan untuk nelayan serta dana stimulan miliaran rupiah.

Minimnya teknologi alat tangkap nelayan di kawasan Malang selatan tersebut mengetuk hati para akademisi dari Universitas Brawijaya (UB) Malang. Belum lama ini, kapal nelayan di Pantai Sendangbiru telah dilengkapi dengan teknologi mutakhir yang mampu mendeteksi posisi ikan, yakni global positioning system (GPS), yang dibantu dari kampus tersebut.

GPS yang digunakan nelayan Sendangbiru itu langsung terakses ke satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). NOAA itu merupakan data dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan mampu mendeteksi keberadaan ikan hingga radius 2.500 km sehingga cukup efektif membantu nelayan meningkatkan hasil tangkapannya.

Melalui NOAA, data seputar lokasi maupun jenis ikan akan bisa diperoleh Selanjutnya, data tersebut dikirim ke nelayan melalui jaringan internet atau faksimile yang dimiliki sehingga nelayan bisa langsung menuju lokasi ikan melalui bantuan GPS tersebut. Namun, sayangnya tidak semua nelayan bisa mendapatkan GPS sebab pada tahap pertama baru 15 nelayan.

Luas perairan laut di Kabupaten Malang mencapai 570.801 kilometer persegi dan luas pantai mencapai 102,5 kilometer yang melintasi enam kecamatan, yakni Sumbermanjing Wetan, Gedangan, Ampelgading, Tirtoyudo, Bantur, dan Donomulyo.

Pantai yang melintasi enam kecamatan tersebut tidak hanya memiliki potensi ikan laut, tetapi juga memiliki potensi rumput laut, ikan hias, dan terumbu karang.(*)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018